Aktivis Perempuan: Korporasi besar merusak bumi, rakyat kecil yang menanggung


Beberapa organisasi masyarakat menggelar aksi longmarch dari tosari hingga bunderan HI, Minggu (29/10). Organisasi Solidaritas Perempuan, YouthFeminist Movement (YouthFeM), Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berjalan kaki menyuarakan yang mereka sebut keadilan iklim. Mereka mengecam para perusahaan-perusahaan yang merusak bumi namun tanggung jawab dari ulah mereka dibebankan ke masyarakat kecil.

“Jadi kenapa hari ini kita temanya bicara keadilan iklim, karena itu yang akan kita tuntut harus ada keadilan iklim di sini. Tidak boleh yang merusak bumi adalah perusahaan-perusahaan besar tapi kemudian tanggung jawabnya ada di rakyat-rakyat kecil,” ujar Nisaa Yura, koordinator program nasional solidaritas perempuan, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, minggu (29/10).

Akar persoalan perubahan iklim adalah aktivitas industri yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar. Dia mencontohkan proyek yang memangkas hutan-hutan Indonesia.

“Jadi bayangkan, yang bersalah yang membuat bumi ini rusak adalah perusahaan-perusahaan. Tapi kemudian yang harus menanggung itu adalah masyarakat yang biasanya bisa mengakses hutan ataupun masyarakat pesisir, ataupun juga petani,” katanya.

Nisaa melihat dalam konteks dampak perubahan iklim, perempuan ada di lapisan paling bawah. Maksudnya, perempuan yang paling terdampak. Ketika terjadi bencana akibat perubahan iklim, perempuan sebagai orang yang secara konstruksi budaya dilekatkan oleh peran merawat keluarga, menjaga keberlangsungan ekonomi keluarga dan lain-lain. Kemudian dia harus mencari cara bagaimana mencari penghidupan dan menghidupkan keluarga.

“Misalnya dalam konteks pertanian, ketika terjadi proses gagal panen akibat perubahan iklim, kemudian tetap saja perempuan itu yang biasanya berfikir bagaimana keluarganya bisa tetap makan sehari-hari dan bisa tetap hidup. Jadi dia akan mencari kerja serabutan entah jadi buruh dan lain lain. Sambil kemudian tetap mengurus urusan domestik keluarganya,” ucapnya.

Nisaa dan para aktivis perempuan ingin memberi tahu publik bahwa perubahan iklim itu nyata. Bahkan perubahan iklim ini sudah dikategorikan krisis. Bencana alam hingga abrasi laut mengintai.

“Bagaimana iklim yang seperti itu sudah sangat mempengaruhi gagal panen petani, kemudian juga tidak bisa memprediksi arah angin juga semakin bahaya nelayan di laut,” tutupnya.

Sumber :http://www.kabarnas.com
http://www.kabarnas.com/2017/10/aktivis-perempuan-korporasi-besar.html?m=1

Translate ยป