DKI Diminta Akhiri Kontrak Aetra dan Palyja

Jenewa, 25 Oktober 2017. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta segera mengakhiri kontrak kerjasama dengan PT Aetra dan PT Palyja. Hal ini sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penghentian swastanisasi air di Jakarta.

“Sebagai bagian dari penggugat, kami mengapresiasi pernyataan pemerintah tersebut. Ini memperlihatkan posisi pemerintah yang mendukung putusan MA, sehingga seharusnya tidak butuh waktu lama untuk mengakhiri kontrak dengan Palyja dan Aetra,” ujar perwakilan Solidaritas Perempuan, Arieska Kurniawaty dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (24/10).

Menurutnya, Pemerintah Indonesia yang telah berkomitmen lindungi HAM dari aktivitas korporasi. Hal ini terkuak dalam pernyataan perwakilan tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidangnya di Jenewa, Swiss.

“Kami menyambut baik Putusan Mahkamah Agung yang menghentikan privatisasi air di Jakarta, sebagai bukti komitmen Indonesia terhadap perlindungan HAM dari kepentingan korporasi,” katanya.

Dalam sidang yang berlangsung dari 23 Oktober hingga 27 Oktober 2017 itu, Kelompok Kerja Antar Pemerintah mengelaborasi instrumen hukum yang mengikat terhadap perusahaan transnasional terkait dengan HAM di Jenewa. Dia mengatakan, putusan Mahkamah Agung secara jelas menyebutkan, penyerahan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta melalui pembuatan perjanjian kerja sama merupakan perbuatan melawan hukum.

“Putusan MA itu memerintahkan tergugat untuk menghentikan swastanisasi air serta mengembalikan pengelolaan air minum sesuai dengan norma hak atas air sebagaimana tertuang dalam Kovenan Hak Ekosob dan Komentar Umum Hak atas Air PBB,” ungkap Arieska.

Kasus ini, lanjutnya, menegaskan, skema kerjasama pemerintah dan swasta merupakan praktik gagal, merugikan negara dan melanggar hak asasi manusia.

“Praktik gagal skema kerjasama pemerintah swasta banyak didorong oleh lembaga keuangan internasional seperti yang terjadi dalam kasus privatisasi air di Jakarta,” imbuhnya.

Dia mengungkapkan, ide privatisasi air di Jakarta dimulai saat Bank Dunia menawarkan pinjaman kepada PAM Jaya untuk memperbaiki infrastruktur di 1992 dan kemudian pada 1999 Bank Dunia kembali memberikan pinjaman (Water Resources Sector Adjustment Loan/WATSAL) yang membuka peluang keterlibatan sektor swasta (privatisasi) dalam pengelolaan layanan air. Skema kerja sama pemerintah swasta di banyak negara telah membuat Pemerintah melepaskan tanggungjawabnya untuk memenuhi hak warga negara atas layanan publik, sementara di sisi lain perusahaan dapat mengambil keuntungan besar dari sektor layanan publik.

Sumber:
Koran Jakarta (http://www.koran-jakarta.com/dki-diminta-akhiri-kontrak-aetra-dan-palyja/)

 

Translate »