HGU PTPN XIV BERAKHIR 2023: Bupati Kabupaten Takalar akan Membentuk Tim Penyelesaian Konflik

Siaran Pers untuk disiarkan segera
Solidaritas Perempuan Anging Mammiri

Takalar, 8 November 2020. Sekitar 35 orang perwakilan Masyarakat petani (Perempuan dan Laki-laki) dari Desa Lassang Barat dan Kelurahan Parangluara melakukan aksi pembentangan  spanduk  di  depan Kantor Bupati Takalar yang beralamat di Jl. Jend Sudirman No 26, Pattallassang, Takalar. Aksi ini dilakukan untuk mendesak Pemerintah agar tidak melakukan perpanjangan izin HGU PTPN XIV yang akan berakhir pada tahun 2023 dan  segera  menemui  Masyarakat untuk mendiskusikan konflik lahan yang sudah sejak lama terjadi, namun belum mendapatkan titik terang penyelesaian atas konflik tersebut. Aksi tersebut dilakukan mulai pukul 10.00 hingga sekitar pukul  15.30 WITA dengan melakukan orasi secara bergantian yang diselingi dengan yel-yel sembari menunggu Bupati menemui massa aksi.

“ Sudah 38 Tahun tanah kami dirampas oleh PTPN XIV, saat ini saya sudah tidak bisa lagi menyekolahkan anak saya karena tanah saya yang menjadi sumber pendapatan di rampas oleh   perusahaan.   Tolong   kami   pak   Bupati,   kembalikan   tanah   kami,   jangan   lagi   ada perpanjangan izin HGU PTPN XIV, saya sebagai perempuan sangat menderita karena sudah tidak ada tanah, saya harus ke Makassar jadi Buruh tani bersama suami ”, ucap Daeng Lina, dalam orasi politiknya.

Pasca aksi tersebut, Bupati Takalar mengagendakan untuk berdialog bersama perwakilan Masyarakat Petani pada tanggal 10 November 2020 di Alun-alun Lapangan Andi Makkutanang Krg. Sibali tepatnya di Warkop Pokza. Dialog tersebut dihadiri langsung oleh Bupati Takalar, H. Syamsari Kitta, S.Pt, M.M bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah Kab.Takalar, Pihak PTPN XIV,    Camat    Polongbangkeng    Utara, Plt.Kepala Desa Lassang Barat dan KepalaKelurahan Parangluara.

Sebagaimana di ketahui bersama bahwa salah  satu   pemicu   konflik   perampasan lahan yang dilakukan oleh PTPN XIV adalah dengan pembuatan dokumen HGU secara sepihak tanpa pelibatan masyarakat terlebih     Perempuan     dari     Kelurahan Parangluara  dan  Desa  Lassang  Barat.  Desa  Lassang  Barat  dan  Kelurahan  Parang  Luara merupakan  dua  desa/kelurahan  yang  diklaim  oleh  PTPN  XIV,  berdasarkan  SK  HGU  No.04/1998 yang diterbitkan 23 Maret 1998 dengan luasan 297,37 Ha untuk Desa Lassang Barat, serta SK HGU No. 09/1998 yang diterbitkan pada 23 Maret 1998 seluas 272,25 Ha untuk Desa Mattompodalle  (sekarang  Kel.  Parang  Luara).   Dua  Desa/Kelurahan  tersebut,  merupakan masyarakat  petani yang menolak system kerjasama yang di bangun oleh perusahaan melalui koperasi dan tebu rakyat.

“Saya meminta hati Nurani tapak untuk membantu masyarakat dan segera mengembalikan tanah kami yang diambil PTPN XIV”, ungkap Daeng Genda di depan Bupati Takalar.  Pada  pertemuan tersebut, perwakilan Solidaritas Perempuan Anging Mammiri yang mendampingi masyarakat menyampaikan bahwa “Secara umum, ada 3 (tiga) rekomendasi yang akan kami sampaikan, Pertama, Pemerintah tidak mengeluarkan perpanjangan izin HGU PTPN XIV yang akan berakhir pada tahun 2023. Kedua, Bupati Takalar membentuk tim penyelesaian konflik yang didalamnya ada perwakilan masyarakat (Perempuan dan Laki-laki) dan Ketiga Segera mengembalikan tanah milik Masyarakat Desa Lassang Barat dan Kelurahan Parangluara” Musdalifah Jamal, Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Anging Mammiri.

Pada Dialog tersebut, Bupati Takalar merespon apa yang disampaikan oleh Solidaritas Perempuan  Anging  Mammiri  dan  Perwakilan  Masyarakat  dari  Desa  Lassang  Barat  dan Kelurahan   Parang   Luara.”Kami   tidak   bisa   serta   merta   memberikan  begitu  saja  tanah masyarakat yang diklaim oleh PTPN XIV. Yang kami bisa lakukan adalah Pemerintah Daerah akan segera membentuk tim Penyelesaian Konflik untuk menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi  oleh  Masyarakat”  Ucap H. Syamsari Kitta, S.Pt, M.M. Dialog tersebut ditutup dengan penyerahan dokumen pelaporan kasus oleh perwakilan masyarakat kepada Bupati Takalar yang terdiri dari lampiran kronologi kasus, Sejarah penguasaan tanah dan foto-foto dokumentasi  pelanggaran  Hak  Asasi  Manusia dan Hak Asasi Perempuan.

 

 

 

 

 

Translate »