Perempuan Mogok, Perlawanan pada Penindasan dan Ketidakadilan Terhadap Perempuan

Opini Oleh : Ega Melindo Divisi Relasi Media dan Kampanye

8 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day  (IWD), IWD merupakan pengakuan politik seluruh dunia terhadap perjuangan perempuan. Namun, tentunya perjuangan perempuan tidak berhenti pada pengakuan. Karenanya, hingga saat ini, perempuan masih di hadapkan pada berbagai bentuk penindasan ndonesia juga  turut memperingati hari Perempauan sedunia   setiap tahun, Indonesia negara dengan 17.504  dimilikinya. sumber kelimpahan alam   yang beragam juga dimiliki Indonesia  tersebar di pulau-pulaunya.    Keragaman latar belakang  etnis, ras agama serta orientasi seksual, juga menjadi keniscayaan  yang dimiliki Indonesia sebagai negara majemuk.

Tak terkecuali Indonesia juga turut memperingati hari perempuan sedunia setiap tahunnya. Terhitung  ini menjadi tahun ke lima saya turun aksi peringatan hari perempuan sedunia, dengan semangat yang tentunynya masih sama, bahkan makin membara, bagaimana tidak  hari keharin situasi penindasan dan ketidakdilan masih terus dialami oleh perempuan Realita hari ini Indonesia dalam perjalanan pemerintahannya, semakin berorintasi pada penguasaan  modal dan orintasi pada masifnya pembangunan  dan investasi   sebesar-besarnya mengabaikan kepentingan  masyrakat   terlebih kepentingan perempuanmpuan,  Persoalan kontrol terhadap seksualitas perempuan di atas bukanlah faktor tunggal penindasan perempuan. Berbagai identitas perempuan, di antaranya sebagai petani, nelayan, buruh, buruh migran, masyarakat miskin kota menghasilkan lapisan penindasan. Perampasan sumber-sumber kehidupan perempuan terus terjadi akibat massifnya industri ekstraktif, seperti perusahaan tambang, sawit, tebu, maupun proyek infrastruktur pembangunan jalan, bandara serta reklamasi pantai, penguasaan sumber mata air oleh swasta, maupun proyek iklim yang semua itu difasilitasi oleh negara melalui kebijakan maupun perjanjian perdagangan bebas. Berbagai Akibatnya, mereka berhadapan dengan alih fungsi lahan, perampasan tanah, penyeragaman bibit, hingga konflik agraria yang mengusir dan meminggirkan perempuan dari sumber-sumber kehidupan.

Dari catatan Solidaritas Perempuan, pemerintah tidak hanya perampasan lahan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, namun hal yang sama ini juga terjadi di Polongbangkeng Utara dan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar,  Sulawesi Selatan. Pada tahun 1994, lahan pertanian milik masyarakat di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan milik PT Perekebunan Nusantara (PTPN) XIV. Proses pembebasan lahan pertanian milik masyarakat di Kbaupaten Takalar pun dilakukan secara paksa dan kembali melibatkan aparat keamanan. Selain itu, beberapa fakta yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengalihan penguasaan lahan milik masyarakat misalnya dengan melakukan tindakan manipulatif, masyarakat ditipu bahwa lahan pertaniannya akan disewa selama 25 tahun dan akan dikembalikan kepada masyarakat jika kontrak sewa telah selesai. Masyarakat tidak pernah mendapatkan informasi atau dilibatkan untuk berpartisipasi dalam rapat – rapat pengambilan keputusan, seperti dalam musyawarah terkait besaran biaya ganti rugi yang akan dibayar PTPN XIV atas pembebasan lahan milik masyarakat sebagai pemilik lahan. penyingkiran atau pengalihanfungsi lahan tidak hanya terjadi pada sektor pertanian atau di daratan saja. Namun juga terjadi di wilayah pesisir, dimana laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya kemudian ditiadakan dan dialihfungsikan dengan proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Seperti yang terjadi di Kecamatan Tallo, Sulawesi Selatan, laut direklamasi untuk pembangunan pelabuhan Makassar New Port (MNP) yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia IV. Pembangunan tersebut memperlihatkan kepada masyarakat kecil yakni para nelayan atas ketidakberpihakan pemerintah dan merugikan masyarakat baik petani, maupun nelayan khususnya perempuan.

selakyalah   makin hari   kita dibuat    gelisah  pada stuasi ekonomi sosial dan politik kita hari ini yang semakin  meresahkan rakyat juga meresahkan perempuan. Bayangkan saja dalam kurun waktu yang  berdekatan kita digegerakan  dengan muncul nya  dua rancangan undang-undang  yakni  omnibus law dan ketahanan keluarga, Omnibus Law sendiri menurut para pakar hukum, penyusunannya membutuhkan cost politik yang tidak sederhana, mengingat Omnibus Law terdiri dari isu yang sangat multisektor dan superpower.

Massifnya investasi yang memasuki kehidupan  masyarakat, sangat berdampak kepada situasi kehidupan perempuan. Maraknya investasi selalu beriringan dengan semakin tingginya tingkat konflik agraria. Berdasarkan data dalam Catatan Akhir Tahun KPA, selama 2018 sedikitnya ada 410 konflik agraria yang mencakup wilayah seluas 807.177,613 hektar. Diantaranya, konflik agraria di sektor perkebunan terdapat 144 kasus (35 persen), dimana 83 kasus atau 60 persen terjadi di perkebunan sawit. Konflik agraria yang paling tinggi berikutnya  terjadi di sektor properti dengan 137 kasus (33 persen). Setelah itu, secara berurutan, konflik agraria terjadi sektor pertanian (53 konflik atau 13 persen), sektor pertambangan (29 konflik atau 7 persen), sektor kehutanan (19 konflik atau 5 persen), infrastruktur (16 konflik atau 4 persen), dan sektor pesisir (12 konflik atau 3 persen)[1]

salah satunya tentang recana penghapusan Amdal  lewat Omnibuslaw,  sudah ada amdal saja   setiap rencana investasi dan pembangunan kerap melupakan amdal, apalagi  kelak jika  kewajiban amadal benar-benar dihapuskan tentu kerusakan likungkungan ekologis  dan hilangnya sumber-sumber kehidupan akan semakin parah dan perempuanlah menjadi  korban paling meraskan dampaknya. Padahal perempuan memiliki peran penting dalam pengelolaan pangan pada aspek produksi, konsumsi dan distribusi. Perempuan bertanggungjawab untuk memastikan tersedianya pangan sehat bagi dirinya sendiri, keluarga maupun komunitasnya. Namun pada kenyataan nya mnibuslaw tidak berpihak pada penghormatan dan perlindunga kepentingam perempuan. Keresahan akan keterancaman ekologis dan keberlangsungn hidup kedepan terasa semakin kuat  dan semakin nyata hadir didepan mata.

Lebih lanjut tentang   rancangan undang-undang ketahanan keluarga yang digagas oleh pemerintah  baru-baru ini dengan beberapa pasalnya yang sangat kontroversial dan mengarah pada mengurusi urusan masyrakat pada  ranah privat salah satu pasalnya yang  kita rasa kontrversial dan ngaco terkait pasal  Peran istri di salah satu draft pasal Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga, berkewajiban untuk mengurusi rumah tangga.   seolah mengkonfirmasi bahwa pemerintahan  hari ini,  luput memprioritaskan  kebijakan- kebijakan  yang lebih mendesak  untuk melindunggi  kepentingan perempuan, seperti  RUU penghapusan kekerasn seksual, RUU kesetaraan dan keadilan gender dan  undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga. Kebijakan yang mendesak segera untuk kepentingan perempuan korban, mupun perempuan secara umum  dalam setiap lini kehidupan  menjadi sangat  penting dan sangat mendesak  kebijakan yang dapat melindungi perempuan   ditengah  semakin maraknya konflik  agraria   mulai dari kasus perampasan tanah, hingga kasus  kriminalisasi dan presekusi kepada perempuan, ketimbangan  RUU Ketahanan keluarga  yang sangat terasa upaya untuk semakin  mendiskriminasi perempuan dan bukan malah melindungi perempuan,  rasanya lumrah,   jika kita resah dan marah pada situasi keterancaman keberlangsungan hidup dan Perlindungan  perempuan yang semakin  terabaikan   dan jauh dari harapan,ditengah pemerintah  yang  sangat  salah kaprah. Perjuangan kolektif perempuan  mempertahankan Kedaulatan perempuan hanya akan terwujud dengan bersama-sama  melawan berbagai penindasan yang dialami perempuan diberbagai konteks kehidupan .peringatan hari perempuan sedunia  bukanlah sekedar peringatan, melainkan perjuangan yang masih harus terus dilakukan. Momentum ini juga bagian dari perjuangan kolektif perempuan dalam mewujudkan kedaulatan perempuan dalam berbagai konteks kehidupan.Selama ini, perempuan telah melakukan perjuangan dengan berbagai cara. Namun dengan menguatnya penindasan yang dialami perempuan,, mogok adalah bentuk  perlawanan  perempuan, . Cukup sudah perempuan terus dipinggirkan dan dibungkam.  

 

[1] https://tirto.id/potensi-konflik-agraria-di-balik-kebijakan-satu-peta-ala-jokowi-db2d

 

Translate »