Ruang Lingkup

politisasi agamaSolidaritas Perempuan(SP), pertama sekali melakukan kerja-kerja terhadap isu perempuan dan politisasi agama dimulai pada tahun 2006, dimana awalnya hal ini dilakukan untuk merespon Qanun(perda) Syariat Islam yang diberlakukan di Aceh bersama jaringan masyarakat sipil di Aceh yang kemudian juga menyebar ke beberapa wilayah lain di Indonesia termasuk Makassar. SP bersama dengan jaringan bahkan mampu mengadvokasi kebijakan hukum cambuk di desa Padang di kabupaten Bulukumba, Makassar dihentikan pemberlakuannya.

Kebijakan-kebijakan diskriminatif yang semakin tahun semakin bertambah. Pada tahun 2013 ada 342 kebijakan diskriminatif di Indonesia, mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat negara (data Komnas Perempuan). Kebijakan diskrimintif yang kebanyakan menyasar tubuh perempuan dan juga control atas tubuh perempuan tentunya sedikit mendapat perlawanan dari masyarakat karena dibuat dalam bungkus ketakwaan dan ketaatan terhadap ajaran agama. Kekekrasan-kekerasan yang mengatasnamakan agama tertentupun mulai terjadi mulai dari penutupan rumah ibadah kelompok agama minoritas serta tuduhan melakukan ajaran sesat bagi para pemeluk agama yang tidak sama dengan kelompok mayoritas yang ada misalnya saja kasus pembakaran Teungku Aiyub di Bireun-Aceh, penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, penyerangan terhadap jemah Syiah di Sampang dan juga penutupan-penutupan gereja di Aceh dan Jawa Barat. Kasus-kasus yang terjadi tentunya tidak hanya terjadi begitu saja, tetapi adanya kebijakan yang semakin mendukung terjadinya kekerasan dan ketidakadilan terhadap kelompok minoritas yang ada.

Saat ini, pada tingkatan nasional SP melakukan advokasi pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah dan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Ahmadiyah, dimana pemerintah diharapkan untuk melihat kembali dampak dari pemberlakuan 2 kebijakan tersebut terhadap kelompok minoritas yang ada di Indonesia. Negara yang harusnya menjamin kebebasan beragama setiap warganya justru tidak mendapatkan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam beribadah bahkan perempuan/kelomok minoritas lainnya yang juga menjadi bagian dari rakyat Indonesia justru menjadi sasaran/objek dari kebijakan diskriminatif yang dibuat selama ini.

Melihat situasi ini, SP merasa perlunya melakukan penguatan kepada perempuan di tingkatan akar rumput untuk memahami benar apa yang menjadi hak-hak perempuan dan juga politisasi agama yang saat ini semakin meningkat terjadi di Indonesia melalui peningkatan kapasitas yang diberikan bagi perempuan di akar rumput. Saat ini SP melakukan pengorganisasian d Aceh dan juga Makassar secara intensive. Selain penguatan dan peningkatan kapasitas, SP juga bersama-sama jaringan dari beberapa wilayah melakukan sebuah gerakan advokasi dan kampanye bersama untuk intoleransi yang terjadi di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Translate ยป