Seruan Solidaritas Perempuan Bagi Calon Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden Tegakkan Hak Perempuan atas Air: Stop Privatisasi Air dan Pengrusakan Sumber Daya Air oleh Aktivitas Industri

Jakarta, 22 Maret 2014. Pada Hari Air Sedunia yang diperingati setiap 22 Maret, Solidaritas Perempuan kembali menyerukan kepada Calon Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden yang nantinya memimpin Indonesia untuk menegakkan dan memastikan pemenuhan hak atas air bagi perempuan. Hak atas air merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh Negara. Pemimpin di Negara ini harus memastikan pemenuhan hak atas air dengan mengembalikan dan mempertahankan layanan air di tangan publik serta melindungi sumber daya air dari setiap aktivitas industri yang mengancam keberlanjutannya, agar air tetap menjadi barang publik yang dapat dinikmati oleh setiap warga Negara Indonesia.

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, keberadaannya sangat ditentukan oleh kemampuan manusia untuk mengelolanya.  Ketidakmampuan manusia dalam mengelola air akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan air, seperti halnya yang terjadi saat ini. Krisis air, khususnya krisis air bersih terjadi hampir  di seluruh Indonesia. Kelangkaan tersebut terjadi akibat aktivitas manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam, di mana setiap aktivitas eksploitasi sumberdaya alam selalu berdampak pada air. Mulai dari pengrusakan wilayah penyangga air, khususnya hutan, yang mengakibatkan pada rusaknya sumber-sumber air, penyedotan air secara berlebihan untuk aktivitas pengolahan bahan tambang maupun sawit, yang berdampak pada berkurangnya debit air, hingga pencemaran air akibat limbah industri.

Meningkatnya kebutuhan air dan terjadinya kelangkaan ketersediaan air, air pun mulai dilihat sebagai barang ekonomi. Air mempunyai nilai ekonomi yang tinggi apabila ketersediaannya baik dalam kuantitas dan kualitasnya (tidak berbau, tidak berwarna, tidak tercemar sehingga layak untuk diminum).  Mulailah perubahan paradigma untuk pengelolaan air dari pelayanan publik ke pelayanan privat, di mana air dimanfaatkan dan dilihat sebagai barang ekonomi berdasarkan nilai ekonomi yang berorientasi pada keuntungan. Padahal air memiliki fungsi sosial yang seharusnya tersedia bagi masyarakat tanpa mereka harus membayar. Privatisasi air tidak akan sejalan dengan pemenuhan hak atas air sebagai hak asasi manusia, karena layanan privat dapat dipastikan mengedepankan profit dan tidak melihat pada aspek hak. Air sebagai barang komoditas, telah berdampak pada ketersediaan air pada berbagai aspek kehidupan. Bagi petani misalnya, air adalah bahan suatu proses produksi yang menunjang pangan, sandang dan lingkungan.  Begitupun air bagi kehidupan perempuan.

Air sangat dekat dengan kehidupan perempuan. Akibat peran gendernya di dalam sistem masyarakat yang patriarkis, perempuan memperoleh peran dan tanggung jawab produktif dan reproduktif dalam keluarga dan masyarakat. Peran gender mengakibatkan, perempuan banyak bersentuhan dengan air, untuk kebutuhan rumah tangga dan keluarga, serta pekerjaan domestik yang memerlukan air, seperti memasak, mencuci, dan memandikan anak. Air bersih juga penting bagi perempuan dalam membersihkan alat-alat reproduksinya untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Oleh karena itu, dalam kesehariannya perempuan sangat dekat dengan air karena perempuan lah yang paling sering bersinggungan dengan air.

Hilangnya akses dan kontrol  terhadap air bagi masyarakat, juga dapat menimbulkan dampak berlapis pada perempuan, bahkan meningkatkan kekerasan yang terjadi pada perempuan, ketika situasi tersebut juga menyentuh perekonomian keluarga. Di berbagai kasus, tidak adanya akses air bersih telah mengakibatkan beban kerja perempuan bertambah, meningkatkan situasi kekerasan terhadap perempuan, bahkan terancamnya jiwa dan kesehatan reproduksi perempuan akibat kualitas air yang buruk atau tercemar.

Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan para calon pemimpin di Negara ini, Solidaritas Perempuan bersama 5000 perempuan komunitas di berbagai wilayah telah menyampaikan kepentingan perempuan yang penting diperhatikan dalam penetapan program pemerintahan untuk 5 tahun ke depan. Bagi Solidaritas Perempuan, Pemimpin Negara yang baik adalah pemimpin Negara yang memenuhi kepentingan perempuan, termasuk hak atas air. Dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia, secara khusus, Solidaritas Perempuan bersama perempuan komunitas kembali menyerukan agar Pemimpin Indonesia ke depannya:

 

  1. Memastikan  air bersih murah, sehat dan mudah diakses perempuan, dengan secara khusus mengalokasikan subsidi air bersih 20% untuk pemenuhan air bersih, murah berkualitas agar terjangkau untuk masyarakat miskin, serta memaksimalkan pelayanan air bersih kepada keluarga marginal khususnya di wilayah kumuh dan pesisir.
  2. Pengelolaan air bersih tidak diserahkan kepada pihak swasta (layanan air tidak diprivatisasi) tetapi tetap dikelola oleh PDAM, termasuk membatasi penguasaan sumber-sumber air oleh perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK)
  3. Membatasi pembangunan gedung maupun infrastruktur yang dapat mempengaruhi atau berdampak terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan, serta menambah dan menjaga lingkungan penghijauan dan daya serap air
  4. Memastikan perawatan dan perlindungan lingkungan  dan ekosistem untuk berkembang, secara khusus perlindungan terhadap hutan lindung, hutan desa, serta hutan adat dari proyek-proyek yang  eksploitatif  terhadap lingkungan hidup yang didanai oleh investor dan lembaga keuangan internasional.
  5. Menindak tegas perusahaan yang melakukan eksploitasi dan menyebabkan kerusakan sumber daya air dan wilayah penyangga air, serta melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)

 

“….Seruan Solidaritas Perempuan ini, hendaknya menjadi prioritas bagi Caleg dan Capres/Cawapres dalam penyusunan program kedepan, sebagai wujud pemenuhan kepentingan perempuan…”

 

Wahidah Rustam

 

 

Ketua Badan Eksekutif Nasional

Solidaritas Perempuan

 

 

Kontak Person :

Aliza Yuliana  (081294189573)

 

Translate »