Siaran Pers solidaritas Perempuan Anging Mammiri “Perempuan Menuntut Pemenuhan Hak Atas Air”

22 Maret 2017 rakyat dunia kembali memperingati momentum Hari Air Sedunia. Peringatan ini tentunya sebagai momentum yang sangat berarti bagi seluruh rakyat dunia.  22 Maret dapat menjadi peringatan untuk mengkaji kembali pentingnya ketersediaan air bersih dan sumberdaya air tawar bagi rakyat.Majelis Umum PBB melalui resolusinya nomor A/RES/47/193 pada tanggal 22 Desember 1992 menetapkan tanggal22 Maret setiap tahunnya sebagai Hari Air Sedunia yang dimulai sejak tahun 1993.

Air adalah Hak Asasi Manusia. Artinya bahwa air merupakan hak dasar setiap manusia yang wajib dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh Negara.Hak ini juga telah dijamin dalam konstitusi UUD 1945. Sehingga sudah seharusnya air dapat diakses olehs etiap orang, perempuan dan laki-laki. Hal ini juga menjadi jaminan mutlak untuk pemenuhan standar hidup yang layak, khususnya Karena hak atas air merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling fundamental untuk bertahan hidup . Dalam konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)  Pasal 14 paragraf 2 dengan jelas menyatakan bahwa Negara/pihak penandatangan harus menjamin kepada perempuan hak untuk menikmati kondisi hidup yang layak, terutama yang terkait dengan penyediaan air dan sanitasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa hak atas air sangat berkaitan erat dengan perempuan, dimana perempuan memiliki peranan penting sebagai penyedia, pengguna air dan penjaga lingkungan hidup.

UUD 1945 Pasal 33 bahwa“bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat”. Hal ini berarti bahwa air merupakan barang public yang seharusnya dikuasai dan dikelola oleh Negara untuk memenuhi kebutuhan seluruh warganegaranya, bukan untuk dijadikankomoditas yang dapat diperdagangkan demi keuntungan sekelompok orang, penguasa maupun pengusaha. Oleh karena itu, Negara wajib memenuhi hak atas air setiap warganya, sebagaimana yang tertuang dalam

Namun, realitas yang terjadi hari ini sangat tidak sejalan dengan UUD 1945 pasal 33. Fakta menunjukkan bahwa krisis air bersih terjadi dihampir semua wilayah di Indonesia, takterkecuali Kota Makassar. Masyarakat miskin misalnya, sangat sulit mengakses air bersih. Di Kota Makassar, ada 7 Kecamatan yang warganya kesulitan mendapatkan air bersih yakni Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Wajo dan Kecamatan Tallo. Sulitnya masyarakat mengakses air bersih akan berdampak lebih berat bagi perempuan. Kelangkaan tersebut bukan hanya terjadi secara natural, tetapi juga sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.

Massifnya pembangunan infrastruktur menjadikan sumberdaya alam kerap menjadi sasaran dalam memenuhi kebutuhan material pembangunan infrastruktur. Untuk kepentingan industry skala besar selalu terjadi perebutan sumber air Antara masyarakat untuc kepentingan pribadi, rumah tangga dan pertaniannya dengan perusahaan untuk kepentingan dan aktivitas industrinya. Sehingga, setiap kegiatan eksploitasi sumberdaya alam selalu berdampak pada air, mulai dari pengrusakan wilayah penyangga air yang mengakibatkan berkurangnya sumber-sumber air, penyedotan air secara berlebihan untuk aktivitas pengolahan bahant ambang maupun sawit, yang Berdampak pada berkurangnya debit air, hingga pencemaran air akibat limbah industry.

Dari pemantauan hak atas air yang dilakukan oleh SP Anging Mammiri bersama dengan perempuan-perempuan di 5 (lima) kelurahan di Kota Makassar yaitu di Bangkala, Cambaya, Camba Berua, Tallo dan Buloa, selama November 2015 hingga Februari 2016, menunjukkan bahwa perempuan selama ini telah mengalami ketidakadilan dalam hal kualitas air, ketersediaan air, akses terhadap biaya dan pelayanan perusahaan air. 61,75 % perempuan menilai bahwaAIR TIDAK CUKUP. 81,36 % perempuan menilai bahwa HARGA AIR SANGAT MAHAL. Masyarakat harus mengeluarkan biaya 150.000 – 400.000 perbulan untuk membeli air di pedagang air, ditambah lagi dengan biaya beban air PDAM meski airnya tidak mengalir masyarakat tetap harus membayar beban setiap bulannya. Sedangkan dari segi pelayanan, 44,03 % perempuan menilai Perusahaan Air Minum DaerahTIDAK MEMBERIKAN PELAYANAN YANG BAIK (TIDAK INFORMATIF, SENSITIF DAN RESPONSIF).

Sebagaimana yang dialami perempuan pesisir/nelayan di Kelurahan Tallo, “di tempat kami tidak ada pengadaan Sumur Bor, sehingga kami harus pergi di RW tetangga untuk menmbeli Air, belum lagi kami harus mengangkat masuk sampai di rumah, terkadang kita sudah capek anak-anak datang lagi minta uang”, ungkapnya.

Selain itu, hal serupa juga di alami oleh Perempuan petani di Desa Laasang Barat Kabupaten Takalar. Sejak masuknya perusahaan air minum Club dan JS tahun 1990 telahmengakibatkan masyarakat khususnya Perempuan sulit mengakses dan mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “kalau mau buat sumur bor itu harus menggali sekitar 25 Meter, itupun biasanya belum dapat sumber mata air. jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya harus mengaambil air di mesjid dan mengangkat sendiri ke rumah. Ungkap Dg.Ngati“

Dalam berbagai konteks persoalan krisis air seperti di atas, perempuan mengalami dampak yang spesifik dan berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Pentingnya peran perempuan dalam pengelolaan sumber air dan sanitasi tidak terbantahkan. Hampir di seluruh komunitas masyarakat di dunia ini, memastikan akses dan ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumahtangga umumnya menjadi tanggung jawab perempuan. Tidak jarang perempuan bisa menghabiskan waktu 4 – 6 jam perhari untuk berjalan, mengantri, atau menampung air dari sumber air bahkan di tengah malam, seperti yang dialami oleh perempuan di Cambaya. Olehnya itu kami dari Solidaritas Perempuan Anging Mammiri mendesak Pemerintah untuk segera menjalankan amanat Undang-Undang dan memastikan ketersediaan air bersih masyarakatnya khususnya Perempuan yang tinggal dan hidup di wilayah Pesisir kota makassar dan kabupaten Takalar terpenuhi, ungkap Nur Asiah, Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Anging Mammiri.

CP : Nurjannah (085 299 691 976)

Translate »