Ancaman Kriminalisasi bagi PBM dan harapan untuk Memperbaiki Hidup : PBM Sofiatun, Harapan tanpa pelindungan yang utuh.

Jakarta,   07 September 2024, Perempuan Buruh Migran (PBM)   bernama Sofiatun (41) yang berasal dari desa Sumbersalak,  Jember, Jawa Timur, akhirnya pulang ke Indonesia, setelah hampir 1 tahun mendekam di penjara di Riyadh, Arab Saudi atas tuduhan pembunuhan terhadap majikan perempuannya. Menurut Buk Sofi, biasa yang bersangkutan dipanggil,  pada awal penangkapan dan penahanannya di akhir Agustus 2023, ia tidak mendapatkan pendampingan dari perwakilan Indonesia yang berada di Riyadh. Kasusnya baru  mendapatkan  perhatian  dan  pendampingan  hukum  oleh  perwakilan  Indonesia  di Riyadh satu bulan sejak ia ditangkap, atau setelah keluarganya mengadukan kasus tersebut ke organisasi yang yang bekerja untuk isu-isu buruh migran khususnya perempuan, di tingkat lokal dan juga nasional, yaitu : Ranting NU Sumber Salak, MUI Kabupaten Jember dan Solidaritas Perempuan.

Selama proses hukum berlangsung, PBM Sofiatun mengaku mengalami kesulitan terkait bahasa, karena PBM Sofiatun tidak terlalu memahami dengan baik bahasa Arab terutama dalam konteks hukum, namun PBM Sofiatun selama proses hukum berlangsung, mengaku konsisten menyampaikan apa yang ia tahu, tidak menambah dan mengurangi, namun ada beberapa  pihak  yang  merasa  tidak  puas  atas sikap PBM, karena dianggap bahwa ia mengetahui sesuatu dan menyembunyikannya   “Tuduhannya itu, mungkin saya itu tahu sesuatu atau ada rahasia, yang saya nggak ungkapin, yang saya nggak ceritakan, cumanya saya itu teguh pak, teguh dengan pendirian diri saya, keyakinan saya kalau saya itu nggak berbuat, walaupun saya nggak melihat kejadiannya, saya hanya sebatas melihat sesudah kejadian”. Ungkap PBM Sofiatun melalui sambungan telepon, pada jumat 13 September 2024.

Kasus  ini  berawal pada Minggu   27 Agustus 2023 malam waktu Arab Saudi, majikan laki-lakinya menelpon PBM Sofiatun untuk membuka pintu gerbang, selanjutnya sang majikan meminta PBM Sofiatun untuk mematikan lampu di kamar yang masih menyala, mungkin saja istrinya sudah tertidur dan lupa mematikan lampu. PBM Sofiatun tentunya bergegas menuju kamar sang majikan, dan PBM Sofiatun justru tidak menemukan majikan perempuannya di atas ranjangnya. Penasaran ia lalu memeriksa dan menemukan majikan perempuanya sudah tidak bernyawa dalam kondisi yang mengenaskan, PBM Sofiatun kaget dan berteriak memanggil majikan laki-lakinya. Setelahnya PBM dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.

Sementara itu PBM Sofiatun sendiri, berangkat ke Arab Saudi pada April tahun 2022 secara unprosedural, karena direkrut oleh orang perseorangan, serta Arab Saudi juga merupakan salah satu negara yang dilarang berdasarkan dengan keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor  260  Tahun  2015  Tentang  Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan Di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah. PBM selama berada di Arab Saudi tidak menggunakan visa kerja, selain itu PBM juga menginformasikan bahwa ia tidak memiliki  kontrak kerja, ia hanya disampaikan secara lisan oleh calo yang merekrutnya bahwa ia dikontrak untuk bekerja selama 2 tahun dan akan mendapatkan gaji sebesar 1.200 riyal / sekitar 4 juta rupiah /  bulannya, dan selama 7 bulan bekerja PBM rutin mengirimkan gaji kepada keluarganya.

Saat ini PBM merasa trauma atau kasus yang dialaminya, serta belum terpikirkan untuk bekerja  ke  luar  negeri,  namun  PBM  masih  ingin  tetap  bekerja, karena masih banyak kebutuhan keluarga yang harus dipenuhinya, hal tersebut disampaikan oleh PBM Sofiatun bersama suaminya, melalui sambungan telepon pada Jumat, 13 September 2024.

Situasi yang dialami oleh PBM Sofiatun, bukan merupakan cerita baru, begitu banyak PBM yang di pekerja di negara-negara kawasan Timur Tengah pada pengguna perseorangan, yang harus mengalami ketidakadilan, pelanggaran hak dan bahkan menjadi korban perdagangan  orang, dan hal tersebut berlangsung terus-menerus. Respon negara atas situasi  tersebut justru semakin menampatkan PBM dalam kondisi yang terjepit, karena sampai  sekarang keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian   dan   Pelarangan   Penempatan   TKI   Pada   Pengguna   Perseorangan   Di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah belum ada tanda-tanda untuk dievaluasi, apalagi dicabut, meskipun korban sudah banyak yang berjatuhan. Selain itu UU PPMI juga belum terimplementasikan dengan baik, akibat dari tidak tersosialisasikan =nay undang-undang tersebut secara menyeluruh, ataupun larean lambatnya penerbitan aturan turunan, dan yang paling parah adalah, bahwa di dalam negeri sendiri pekerja di sektor domestik, terutama PRT masih belum diakui karena belum disahkannya RUU PRT hampir 20 tahun lamanya.

Translate »