“Bank Dunia : Menghancuran Pangan Perempuan” Peringatan Hari Pangan Sedunia (16 Oktober 2012)

Liputan Aksi Gabungan
Jakarta , 14 dan 16 Oktober 2012

Iwak peyek sayur asem nasi tiwul
Sampe tuek sampek ELE pangan lokal tetap unggul
Iwak peyek tempe bacem nasi gule
Sampe tuek sampek nenek pangan lokal tetap oke…

Disini aku menghibur kamu menyanyi dan bergoyang bersamamu
Disini aku mengajak kamu untuk melawan monopoli pangan
Disini aku menghibur kamu menyanyi dan bergoyang bersamamu
Disini aku mengajak kamu untuk menolak RUU Pangan…

Begitulah nyanyian yang disuarakan oleh perempuan-perempuan dari Jabotabek dalam aksi Peringatan Hari Pangan 14 Oktober 2012 di Bundaran Hotel Indonesia, mulai dari jam 08.00 pagi. Bertepatan dengan pertemuan tahunan Bank Dunia, 9-14 Oktober  di Tokyo, aksi ini menyuarakan keterlibatan Bank Dunia dalam sektor pangan di Indonesia. Aksi yang dilaksanakan Solidaritas Perempuan bersama jaringan masyarakat sipil, melibatkan sekitar 50 peserta aksi, diantaranya perempuan dari Jabotabek yang menolak keberadaan Bank Dunia dalam sektor pangan dan terlibat dalam spekulasi harga pangan di Indonesia, berakibat kepada daya beli masyarakat terutama perempuan.

Aksi Hari Pangan juga dilakukan pada 16 Oktober 2012 dengan longmarch dari Stasiun Gambir – Kementerian Kelautan dan Perikanan – Kementrian Perdagangan – Istana Negara, dengan massa aksi yang lebih 300 orang dari berbagai kalangan, perempuan, petani, nelayan, mahasiswa, buruh perempuan dan sebagainya. Aksi ini juga menyuarakan keterlibatan World Bank dalam kebijakan dan program pangan di Indonesia, serta menyuarakan persoalan perempuan terkait pangan. Didalam aksi yang dimulai pukul 09.00 ini, masyarakat menuntut adanya keberpihakan pemerintah. Tetapi dari negosiasi yang dilakukan pada kementerian kelautan dan perikanan, tidak mendapatkan tanggapan positif malah terkesan jawaban yang diberikan hanya menguntungkan pihak investor. Pada saat hearing ke kementerian perdagangan juga semakin kurang mendapatkan tanggapan dan hanya diterima oleh pejabat eselon dua yang hanya mencatat dan tidak dapat memberikan keputusan apapun. Lalu massa aksi langsung menuju ke Istana Presiden dan menyampaikan pernyataan sikap melalui orasi dan surat serta pangan local oleh-oleh rakyat untuk Presiden.

Perempuan peserta aksi menyuarakan pengalaman mereka, yang dalam sistem masyarakat masih ditempatkan dalam pengelolaan pangan keluarga. Akses dan kontrol perempuan terhadap pangan semakin sulit, bahkan terancam hilang.  Sayangnya, situasi perempuan ini juga tidak terakomodir dalam kebijakan nasional seperti UU Pangan No.7 Tahun tentang Pangan yang saat ini sedang di revisi oleh DPR-RI. Solidaritas Perempuan menyampaikan bahwa RUU Pangan tersebut tidak mengakomodir kepentingan dan kebutuhan perempuan, justru sebaliknya, pasal-pasal dalam RUU Pangan, justrui mengancam keberadaan pangan lokal, sumber pangan perempuan, dan kearifan lokal perempuan dalam pengelolaan pangan perempuan.

Dalam aksi hari ini,  Solidaritas Perempuan mendesak agar Bank Dunia tidak lagi mencampuri urusan pangan Indonesia, sehingga kedaulatan pangan dapat terwujud, khususnya bagi perempuan yang selama ini berperan dalam proses produksi, dari pemilihan benih, membudidayakan benih hingga pada proses panen. Solidaritas Perempuan dan masyarakat sipil lainnya, juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan perjanjian kerjasama dengan World Bank dalam program di sektor pangan, dan mendesak pemerintah Indonesia untuk keluar dari keanggotaan World Bank.

Perempuan-perempuan Komunitas Jabotabek yang terlibat dalam aksi ini juga menampilkan lenong dan pembacaan puisi yang menyuarakan pengalaman mereka terkait hilangnya akses terhadap pangan lokal dan harga pangan yang terus menanjak. Bahkan juga mereka harus melawan serbuan pangan impor yang kualitasnya tidak lebih bagus dari pangan lokal sendiri, walaupun secara harga pangan impor lebih murah.

Translate »