Deklarasi Bersama “Hentikan Diskriminasi terhadap Perempuan, melalui Promosi Budaya Adil Gender”

Indonesia memiliki keberagaman budaya, nilai dan adat istiadat. Di antara nilai-nilai yang ada, terkandung nilai adil gender yang telah dipraktikkan di masyarakat. Nilai-nilai persatuan dan perdamaian tanpa melihat perbedaan suku, ras, agama bahkan jenis kelamin. Kebiasaan-kebiasaan lokal juga menempatkan perempuan dan laki-laki setara dalam mendapatkan akses dan kontrol di ruang domestik maupun publik.

Nilai dan praktik-praktik tersebut telah disebarluaskan oleh berbagai kelompok masyarakat yang terus berjuang untuk mempertahankan dan melestarikan budaya adil gender. Namun saat ini ada sekelompok orang  yang ingin menguatkan kembali budaya partriarkhi melalui dogma dan interpretasi agama yang tidak adil gender dengan kampanye masif  serta pemberitaan media dan tekhnologi informasi untuk mendiskriminasi perempuan,  dan menjadikan perempuan sebagai objek berita. Ini juga berdampak pada hilangnya kesempatan perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan dan mendapatkan kedudukan di ruang-ruang publik.

Situasi di atas semakin diperburuk oleh sistem sosial di masyarakat yang dikuatkan oleh sistem negara dalam bentuk kebijakan diskriminatif mulai dari tingkatan desa, kabupaten, daerah hingga nasional. Tercatat hingga Oktober 2015, ada 389 kebijakan diskriminatif telah disahkan dan diimplementasikan di Indonesia serta berdampak langsung terhadap masyarakat khususnya perempuan. Di antaranya, Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Peraturan Daerah No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Pidana (Qanun Jinayah) di Aceh, Peraturan Desa No. 5 tahun 2006 tentang Hukum Cambuk di desa Padang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Peraturan Daerah No. 18 tahun 2014 tentang Etika Berbusana di Kota Kendari, dan lain sebagainya.

Kami 80 orang perempuan dan laki-laki dari 29 organisasi yang berlatar belakang sebagai aktivis perempuan, perempuan komunitas, tokoh agama, jurnalis, akademisi, dan mahasiswa dari berbagai daerah, yaitu : Aceh, Lampung, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Mataram, Makassar, Poso dan Kendari yang mengikuti Konferensi Nasional Promosi Budaya Adil Gender: Upaya Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan di Jakarta, 21-23 Maret 2016 menyerukan kepada:

  1. Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mendukung budaya adil gender melalui harmonisasi kebijakan dan excecutive review kebijakan Diskriminatif yang bertentangan dengan nilai adil gender, serta mengimplementasikan CEDAW berdasarkan tugas pokok, dan fungsi masing-masing.
  2. DPR RI untuk memprioritaskan pembahasan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender, merevisi UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta menjalankan fungsi pengawasan terhadap implementasi CEDAW dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang menjamin penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
  3. DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk mencabut dan atau merevisi kebijakan-kebijakan diskriminatif, di antaranya; Peraturan Daerah No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Pidana (Qanun Jinayah) di Aceh, Peraturan Daerah No. 18 tahun 2014 tentang Etika Berbusana di Kota Kendari, Perda-Perda Pelacuran dan Prostitusi di Bantul, Tangerang, Palembang, Lampung, Peraturan Bupati Lombok Timur No.26 Tahun 2014 tentang Retribusi Daerah, Peraturan Desa No. 5 tahun 2006 tentang Hukum Cambuk di desa Muslim Padang Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan,   dan Perda Diskriminatif lainnya.
  4. Aparat Penegak Hukum untuk tegas dan konsisten dalam penerapan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mengandung nilai adil gender, serta menindak dan menghukum pelaku-pelaku kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan
  5. Tokoh agama dan kepercayaan, Tokoh Adat, Akademisi, Jurnalis dan seluruh masyarakat untuk mendorong penghapusan kebijakan diskriminatif dan mempromosikan budaya adil gender sesuai dengan perannya masing-masing.

Jakarta, 23 Maret 2016

Solidaritas  Perempuan, Fahmina Institute, Rahima, Kalyanamitra, CEDAW Working Group Indonesia, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Koalisi Perempuan Indonesia, Indonesian Conference on Religion and Peace, Setara Institute, Aman Indonesia, Suara Kita, Liberty Studies, KOHATI PB HMI, Aliansi Jurnalis Independen Jakarta,Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Support Group and Resource Center for Sexuality Studies UI, BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Youth Proactive, SP Jabotabek, SP Kinasih Yogyakarta, SP Bungong Jeumpa Aceh, SP Kendari, SP Anging Mammiri Makassar, SP Sintuwu Raya Poso, SP Sebay Lampung, SP Mataram, Guyub Remen (Kulonprogo), Aliansi Jurnalis Independen Makassar, Aliansi Jurnalis Independen Mataram

Translate »