Siaran Pers Solidaritas Perempuan
Untuk Disiarkan Segera
Jakarta, 8 Maret 2021. Pada peringatan Hari Perempuan Sedunia, Solidaritas Perempuan mendesak Negara untuk menjalankan kewajiban dalam memenuhi, menghormati dan melindungi hak perempuan. Berbagai instrumen hukum telah secara tegas memberikan kewajiban kepada negara tersebut. Pembiaran terhadap berbagai penindasan dan kekerasan terhadap perempuan, termasuk pengabaian terhadap kasus, dan kebijakan diskriminatif maupun abai membahas dan mengesahkan kebijakan perlindungan yang dibutuhkan merupakan pelanggaran HAM perempuan oleh negara.
Berbagai peristiwa yang terjadi menunjukkan dengan jelas bahwa negara tidak serius dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Sebaliknya, berbagai kebijakan dan langkah yang diambil justru semakin memperkuat kekerasan dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Telahsatu tahun pandemi COVID-19 di Indonesia berlangsung. Pemerintah belum mampu menekan kasus penularan virus COVID-19, justru tingkat kematian semakin meningkat. Di tengah krisis kesehatan yang memburuk, pemerintah fokus berorientasi pada pemulihan ekonomi dengan menggenjot sektor industri dan pariwisata. Sebut saja arah pembangunan tahun 2021 yang direncanakan oleh pemerintah bertumpu pada investasi dan bisnis serta melepaskan tanggung jawab pemerintah dari kewajiban perlindungan warga negara. Tak hanya itu, pandemi yang menghasilkan krisis di berbagai bidang termasuk ekonomi ini justru dijadikan dalih untuk meloloskan UU Cipta Kerja yang jelas akan semakin merampas ruang hidup perempuan.
Ancaman krisis pangan ketika pandemi tidak membuat pemerintah menyadari pentingnya petani dan nelayan sebagai penopang ketersediaan pangan. Pemerintah masih menggunakan perspektif skala besar dan mendorong industrialisasi seperti proyek pengembangan food estate di Kalimantan Tengah. Pembangunan yang mengeksploitasi, menjadikan perempuan terpinggirkan dan kehilangan akses serta kontrol atas tanah. Pembangunan ini juga mempertajam konflik agraria yang terjadi masyarakat. Perempuan petani di desa Seri Bandung, di Kabupaten Takalar, di Kabupaten Poso dan di Kalimantan Tengah terus kehilangan tanah sebagai sumber kehidupannya dan harus berhadapan dengan militer serta mengalami berbagai intimidasi dan kekerasan. Perempuan pesisir di wilayah Makassar, Jakarta, Kendari dan Lampung terpinggirkan oleh pembangunan infrastruktur di pesisir. Perempuan nelayan kehilangan areal tangkap ikan, mengalami penggusuran serta terpaksa beralih profesi menjadi pedagang di pinggir pantai.
Perampasan ruang hidup perempuan dalam proyek pembangunan mendorong perempuan bermigrasi dan mencari penghidupan di luar negeri. Sayangnya, perempuan pun harus menghadapi kerentanan dan kekerasan akibat pemerintah belum mampu memberikan perlindungan bagi buruh migran. Data penanganan kasus Solidaritas Perempuan sepanjang tahun 2020 menunjukkan terjadinya berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami perempuan buruh migran yang berlapis. Selain itu, terjadi peningkatan kasus uprosedural pasca pemberlakuan Kepmenaker No 260 tahun 2015 dan peningkatan kerentanan terhadap terjadinya perdagangan orang. Hal ini menandakan bahwa kebijakan negara justru semakin menempatkan perempuan dalam situasi rentan dan persoalan yang lebih kompleks.
Sejarah lahirnya Hari Perempuan Sedunia tidak terlepas dari perjuangan perempuan buruh atas situasi penindasan yang mereka alami di ruang kerjanya. Sejak dulu perempuan menantang ketidakadilan yang dialami akibat dominasi kuasa patriarkis dan kapitalisme, yang juga disokong oleh negara beserta aparaturnya. Hingga saat ini, perjuangan itu tetap terus dilakukan. Perempuan terus melawan melalui penguatan, pengorganisasian, dan bersolidaritas membentuk gerakan kolektif. Perempuan di Kalimantan Tengah yang terdampak oleh penyeragaman benih membangun kebun kolektif untuk ketahanan dan kemandirian pangan keluarganya. Perempuan di wilayah pesisir yang ruang kelolanya tergusur oleh proyek pembangunan membuat olahan makanan cepat saji yang memiliki daya tahan lebih lama. Perempuan terdampak krisis iklim berteriak dengan lantang di depan parlemen untuk mendesak dihentikannya proyek nasional yang berakibat bencana. Perempuan buruh migran korban tindak perdagangan orang berani memperjuangkan haknya untuk pulang dengan selamat dan terus bersuara agar perlindungan buruh migran menjadi prioritas negara.
Hari Perempuan Sedunia, bukanlah sekedar perayaan. Momen ini merupakan pengingat bahwa perjuangan perempuan masih panjang, dan harus terus diperkuat. Di antara perjuangan tersebut, penting untuk terus mendesak dan menuntut negara untuk mengakui inisiatif kolektif perempuan. Berbagai inisiatif perempuan telah terbukti menjadi solusi dari berbagai krisis yang terjadi. Sudah saatnya negara membongkar paradigma pembangunan yang berorientasi investasi menjadi berorientasi rakyat di mana perempuan menjadi bagian penting di dalamnya.
Narahubung: 0878-1708-3572