Siaran Pers Solidaritas Perempuan
Untuk Disiarkan Segera
Semarang, 12 Agustus 2021. Ahli Gender, Risma Umar, M.Si dalam persidangan PTUN menegaskan bahwa dalam proyek pembangunan Bendungan Bener di Purworejo Pemerintah gagal membaca kemelekatan perempuan dengan alam secara ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya. Tiadanya kajian dan analisis gender serta pelibatan perempuan dalam proses konsultasi publik merupakan indikasi bahwa Pemerintah gagal melihat potensi bahaya yang ditimbulkan terhadap kehidupan perempuan.
Keterangan tersebut disampaikan pada persidangan di PTUN Semarang tanggal 12 Agustus 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari penggugat. Adapun obyek gugatan dari warga Wadas ini adalah Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah yang diterbitkan tanggal 7 Juni 2021. SK Gubernur ini adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang cacat secara prosedur maupun substansi.
Cacat prosedur karena penerbitan Surat Keputusan tersebut tidak melalui konsultasi publik yang layak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk memperhatikan prinsip kesetaraan gender dengan melibatkan kelompok laki-laki dan perempuan. Perempuan Wadas kehilangan haknya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan karena selama ini tidak ada proses perencanaan dan tahap persiapan pengadaan tanah yang melibatkan masyarakat Wadas. Penetapan Izin Perpanjangan Penetapan Lokasi (IPL) pertambangan batuan andesit yang mencantumkan desa Wadas dilakukan tanpa analisis gender maupun menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan dan ketidakadilan gender akibat kebijakan pembangunan.
Padahal selain PP tersebut, telah lebih dulu ada beberapa ketentuan hukum di Indonesia yang mengatur mengenai keterlibatan perempuan termasuk dalam berpartisipasi dalam pembangunan. Adapun sejumlah kebijakan yang menjamin hak perempuan untuk terlibat dalam pembangunan diantaranya konstitusi Negara yang menjamin kesetaraan dan keadilan bagi seluruh warga negara tidak terkecuali perempuan: ratifikasi CEDAW (Convention for Elimination of All Forms of Discrimination Against Women / Konferensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) dalam UU No. 7 Tahun 1984; Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender serta UU Desa.
Sementara itu, cacat substansi KTUN adalah karena proyek pembangunan ini membahayakan dan mengancam kepentingan perempuan. Warga Wadas, terutama perempuan menolak penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener karena penambangan merusak alam Wadas yang selama ini menjadi ruang dan sumber kehidupan warga. Warga Wadas terancam kehilangan tempat tinggal dan lahan pertanian, hilangnya flora bambu, pencemaran air, polusi udara dan suara. Lebih dari itu, penambangan memiliki dampak berbeda yang dialami oleh perempuan. Penambangan batu andesit menghilangkan 4 mata air, merusak 23 mata air hingga kering, terjadi penyusutan debit air dan mengakibatkan air menjadi keruh. Padahal perempuan memiliki relasi yang lekat dengan air. Perempuan memiliki kondisi biologis yang mana membutuhkan air untuk keperluan menstruasi, hamil, melahirkan serta menyusui. Sedangkan konstruksi gender melekatkan perempuan pada tugas domestik. Perempuan diharuskan menyediakan air untuk kebutuhan keluarga. Kelangkaan air membuat air harus dibeli dengan harga yang tidak murah dan beban kerja domestik pun meningkat.
Penambangan batu andesit berpotensi mengakibatkan bencana seperti longsor terutama saat musim hujan, dan juga bencana iklim (perubahan pranoto mongso). Berdasarkan pengalaman Solidaritas Perempuan dalam penanganan bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah pada 2018 lalu, perempuan dalam situasi darurat bencana rentan mengalami kekerasan seksual, Kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT) hingga terjerat dalam kemiskinan yang menjerumuskan perempuan dalam pernikahan dini, bermigrasi untuk bekerja di sektor rentan kekerasan, bahkan menjadi korban trafficking.
Meski terjadi upaya paksaan, intimidasi dan tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat, warga Wadas tetap bertahan mempertahankan ruang hidupnya. Upaya perlawanan yang hingga kini dilakukan oleh perempuan Wadas yakni dengan membuat besek. Besek yang terbuat dari anyaman bambu merupakan simbol ikatan perempuan Wadas dengan bumi Wadas. Bahan baku besek adalah bambu yang biasanya diambil dari hutan atau kebun warga. Bagi perempuan Wadas, rusaknya hutan, kebun, bukan hanya kehancuran mata pencaharian perempuan tapi juga hilangnya budaya. Tradisi membuat besek menjadi tradisi turun temurun yang kemudian menjadi identitas budaya yang melekat pada perempuan Wadas. Sehingga kehilangan identitas itu artinya terjadi penyempitan ruang perempuan untuk berpartisipasi di dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, Solidaritas Perempuan mendesak:
- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang Jawa Tengah mengabulkan gugatan Warga Wadas secara keseluruhan.
- Cabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.
- Menghentikan penambangan bahan material atau quarry yang mengancam keselamatan dan merampas ruang hidup dan kehidupan masyarakat, terutama perempuan Wadas.
Kontak person:
Official SP Kinasih: 081225887273
Sana Ullaili: 085228548090