“Cita-cita Herlina adalah masyarakat dapat memiliki tanah mereka kembali, sehingga dapat berladang dan bertani di hutan, karena itulah Herlina memiliki target agar perusahaan mengembalikan tanah-tanah masyarakat yang telah di rampas perusahaan”. Herlina
Herlina Sukmawati, lahir pada tanggal 12 Januari 1987 di Sei Ahas-Kalimantan Tengah. Herlina tinggal di Desa Sei Ahas Kabupaten Kapuas-Kalimantan Tengah. Sejak 2013, Aktivitas Herlina sehari-hari adalah mengajar di sebuah Sekolah Dasar di Sei Ahas, dan juga melakukan aktivitas berladang di hutan. Seperti mayoritas masyarakat yang tinggal di wilayah hutan di Sei Ahas lainnya, Herlina bekerja menyadap karet, menanam padi dan mengumpulkan rotan dari hutan.
Aktivitas Herlina sebagai penyadap karet dan pengumpul rotan dari hutan mulai terganggu sejak munculnya proyek REDD+ yang dikenal Kalimantan Forest and Climate Patnership ( KFCP). Aktivitas Herlina di hutan mulai dibatasi. Herlina tidak lagi leluasa mengambil hasil hutan dengan hadirnya KFCP. Herlina juga melihat, hadirnya KFCP mulai memunculkan permasalahan yang melahirkan konflik antara masyarakat dan pihak pengelolaan proyek KFCP, dan menghilangkan akses kelola masyarakat, termasuk perempuan atas hutan. Hadirnya KFCP sejak dari proses awal hingga pelaksanaannya sudah menimbulkan persoalan. Perempuan tidak mendapatkan informasi jelas dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Saat rapat-rapat dibalai desa, pendapat perempuan diacuhkan dan tak didengarkan. ” Kami, Perempuan disekitar wilayah proyek KFCP dibuat was-was dan khawatir sebab proyek KFCP juga dirasakan merusak budaya masyarakat. karena akibat adanya KFCP masyrakat tidak boleh masuk ke hutan, masyrakat dibuat semakin sulit mengambil rotan, karet dan bercocok tanam.Pembangunan bendungan setelah kedatangan KFCP semakin mempersulit akses masyrakat untuk masuk kedalam hutan. program KFCP yang kemudian mendorong Herlina bersama Solidaritas perempuan melakukan perjuangan untuk merebut kembali haknya atas sumber daya hutan. Herlina sadar, bahwa perjuangan tidak dapat dilakukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, Herlina juga mengajak perempuan lain di Desa-nya bersama-sama berjuang merebut kembali haknya. Tidak hanya menguatkan perempuan lainnya, Herlina juga menginisiasi pembentukan kelompok perempuan di desa Sei Ahas, sehingga perempuan dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan atas ketidakadilan yang dialami perempuan akibat kehadiran proyek KFCP ini. Herlina juga aktif melakukan pendekatan dan diskusi-diskusi kepada perempuan-perempuan di desa SeiAhas untuk lebih mengenal dan memahami hak-hak mereka sebagai perempuan, termasuk hak perempuan untuk mengelola sumber daya hutan. Ia juga mengajak para perempuan ini, untuk ikut memperjuangkan hak mereka tersebut. Tidak hanya memperkuat perempuan di desanya, Herlina juga menyuarakan persoalan perempuan akibat pembatasanakses dan kontrol dalam pengelolaan sumber daya hutannya, kepada publik luas termasuk pemerintah daerah maupun nasional melalui berbagai forum dialog.