Iran: Kasus Sakineh Mohammadi – Ashtiani: Satu Ujian Bagi Sistem Hukum Iran Yang Penuh Cacat

Tuesday, 23 November 2010 11:03
November 19, 2010
Kepada:
Kedutaan Republik Islam Iran di Jakarta
Indonesia

Kampanye Global untuk Menghentikan Membunuh dan Merajam Perempuan (SKSW) dan Solidaritas Perempuan merasa sangat prihatin dengan penyangkalan terus menerus akan hak azasi manusia di Iran dalam kasus Sakineh Mohammadi Ashtiani. Kurangnya proses hukum dan hak untuk mendapatkan peradilan yang adil, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pembatasan kebebasan mendapatkan informasi, dan pers, dan asosiasi, sayangnya merupakan penggambaran status quo di Republik Islam.

Fakta-fakta seputar penahanan berkelanjutan dari Sakineh Mohammadi Ashtiani dibawah hukuman mati dengan rajam, dilanjutkan dengan pemenjaraan putranya Sajjad Qaderzadeh dan pengacara Javid Houtan Kiyan, yang ditangkap pada 10 Oktober 2010 bersama dengan dua wartawan Jerman, memperlihatkan cacat yang teramat mendalam dari administrasi peradilan di Iran.

Pada 15 Mei 2006, Sakineh Mohammadi Ashtiani divonis melakukan “hubungan gelap” dengan dua pria dan dihukum dengan 99 cambukan oleh Cabang 101 Pengadilan Pidana Osku, di Provinsi Azerbaijan Timur. Kemudian, pada September 2006 dalam pengadilan seorang pria yang dituduh membunuh suaminya, Mohammadi Ashtiani sekali lagi dituduh melakukan “percabulan selama menikah.” Selama proses peradilan tersebut, ia mencabut “pengakuan” yang ia buat pada saat interogasi sebelum peradilan, menyatakan bahwa ia telah membuat pengakuan dibawah tekanan, dan menyatakan dirinya tidak bersalah.

Konstitusi Iran dengan tegas melarang adanya penggunaan pemaksaan dalam pengakuan, menyatakan bahwa:

“Semua bentukan penyiksaan dengan tujuan untuk memperoleh pengakuan atau mendapatkan informasi adalah dilarang. All forms of torture for the purpose of extracting confession or acquiring information are forbidden. Paksaan terhadap individu untuk bersaksi, membuat pengakuan atau membuat sumpah adalah tidak diijinkan; dan semua kesaksian, pengakuan atau sumpah yang dibuat dibawah paksaan adalah tidak bernilai dan tidak dapat dipercaya.”.

Dua dari lima hakim mendapati Mohammadi Ashtiani tidak bersalah, mengacu kepada kurangnya bukti-bukti dalam kasusnya, dan mencatat bahwa ia telah menderita 99 cambukan karena hukuman sebelumnya. Walaupun pemidanaan berganda adalah illegal d Iran, tiga hakim lainnya, termasuk hakim ketua, memutuskan Mohammadi Ashtiani bersalah atas dasar “pengetahuan hakim: atau “perasaan didalam” (elm-e ghazi), a suatu ketentuan dalam hukum Iran yang mengijinkan hakim untuk me membuat keputusan subjektif dan sewenang bahkan tanpa adanya bukti yang jelas dan konklusif. Mohammadi Ashtiani kemudian dihukum mati dengan cara dirajam pada 10 September 2006.

Komite Internasional Menentang Rajam, berbasis di German, mengeluarkan siaran pers pada 1 November 2010 menunjukkan bahwa Mohammadi Ashtiani akan segera dieksekusi dalam hitungan hari. Dalam laporan ini, tuduhan perzinahan atasnya diduga dibatalkan, dan karenanya dia tidak lagi dirajam hingga mati, tapi digantung atas tuduhan pembunuhan. Berita ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia maya dan media internasional, berujung pada intervensi bilateral dari berbagai pemerintahan yang memohon atas nama Mohammadi Ashtiani. WLUML and VNC tidak ikut serta dalam aksi global untuk kasus ini karena kami belum dapat memastikan perintah eksekusi Mohammadi Ashtiani. Kami tetap yakin bahwa perhatian kami adalah pada kasusnya yang mana telah kami komunikasikan dengan otoritas Iran. (lihat http://www.stop-killing.org/en/node/1147) dan menyatakan bahwa ini belum selesai.

Perhatian Kami

Iran menetapkan pembungkaman media pada kasus ini yang menghasilkan kesulitan luar biasa bagi mereka yang bekerja baik di dalam maupun di luar Republik Islam untuk mendapatkan informasi dan update yang kredibel dan akurat. Pemerintah Iran harus memastikan transparansi dalam kasus ini, yang mana telah menjadi permasalahan public dan perhatian internasional, dan harus menghapuskan pembatasan terhadap media di Iran untuk dapat melaporkan kasus ini.

Lebih jauh lagi, pemerintah Republik Islam Iran harus memastikan bahwa praktik terbaik dari proses hukum dan hak atas pengadilan yang adil terlindungi dalam semua kasus, dan terutama bagi kasus-kasus dengan hukuman mati. Sebagai negara anggota ICCPR, Iran telah membuat komitmen secara eksplisit dan terang-terangan sesuai pasal 6(2) bahwa jiak hukuman mati dijatuhkan maka hanya bagi “kejahatan serius.” Dibawah hukum internasional, melakukan hubungan seksual seperti halnya yang tertera dalam hukum Iran dibawah aturan perzinahan tidaklah termasuk dalam “kejahatan paling serius” dimana hukuman mati dapat dijatuhkan atas dasar “upaya luar biasa.: Pada 2008, Majelis Umum PBB mengadopsi satu resolusi yang menyerukan penundaan seluruh dunia terhadap eksekusi. Iran termasuk negara-negara minoritas yang menentang resolusi itu.

Mengingat kesalahan dalam penanganan kasus Sakineh Mohammadi Ashtiani, yang tampaknya telah menghilang, dan laporan-laporan yang saling bertentangan sehubungan dengan statusnya, pengadilan haruslah secara tegas menjelaskan kedua pernyataan dan proses menuju putusan akhir. Berdasarkan pada Bab 11 Pasal 166 dari konstitusi Iran, “keputusan pengadilan haruslah dipertimbangkan dengan baik dan didokumentasikan dengan referensi kepada pasal dan prinsip-prinsip hukum yang sesuai dimana hukum tersebut diterapkan.”

Menurut Amnesty International, Jaksa Negara Iran, dalam perannya sebagai juru bicara bagi pengadilan, mengkonfirmasikan bahwa pada 1 November 2010 pengacara Mohammadi Ashtiani, Javid Houtan Kiyan, telah ditangkap pada 10 Oktober dan masih berada dalam pemeriksaan dalam keterlibatannya dengan “kelompok anti revolusi di luar negeri”. Ia juga mengatakan bahwa Kiyan didapati memiliki tiga kartu pengenal palsu atau duplikat. Pengadilan harus memastikan bahwa permasalahan seputar kasus Mohammadi Ashtiani tidak akan terulang dalam kasus Javid Houtan Kiyan.

Otoritas Iran belum mengkonfirmasikan baik penahanan ataupun keberadaan Sajjad Ghaderzadeh, tapi sangat dimungkinkan bahwa ia juga sedang berada dibawah tahanan. VNC dan Solidaritas Perempuan percaya bahwa kemungkinan besar Kiyan dan Ghaderzadeh ditahan sebagai akibat dari kampanye mereka terhadap kasus Mohammadi Ashtiani, dan sudah seharusnya dilepaskan.

Pemerintah Republik Islam Iran harus memberikan informasi tentang keberadaan putra Mohammadi Ashtiani, Sajjad Ghaderzadeh. Jika ia sedang ditahan, pemerintah haruslah memberitahukan tuntutan yang dikenakan atasnya, dan memastikan ia mendapatkan akses atas pengacara yang ia pilih. Pasal 14 dari ICCPR menyatakan bawa dalam menentukan tuntutan pidana atasnya, setiap orang berhak atas jaminan minimum berikut, dengan kesetaraan sepenuhnya:

Untuk mendapatkan informasi secepatnya dan terperinci dalam bahasa yang ia pahami tentang sifat dan penyebab tuntutan atasnya;
Untuk memperoleh waktu dan fasilitas yang cukup untuk mempersiapkan pembelaannya dan berkonsultasi dengan pengacara yang dipilihnya sendiri; dan
Untuk diadili tanpa penundaan.

[contact-form-7 404 "Not Found"]
Translate »