Kaukus Perempuan Parlemen-Republik Indonesia “Mendukung RUU Pertanahan yang Berkeadilan Gender”

Oleh : Nisa Anisa

Jakarta, 22 November 2017, Solidaritas Perempuan (SP) bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), bertemu ibu GKR Hemas selaku ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen untuk membahas pentingnya perspektif keadilan gender dalam substansi dan proses pembahasan RUU Pertanahan agar dapat memastikan perlindungan dan pemenuhan hak perempuan atas tanah.

Puspa Dewy, selaku Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan menyampaikan pentingnya RUU Pertanahan yang berkeadilan gender. Ada beberapa poin yang disampaikan, yaitu ; 1) persoalan ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah antara perempuan dan laki-laki di Indonesia, contohnya yang terjadi di Desa Barati Kabupaten Poso, dimana hanya 10 % perempuan yang memiliki bukti penguasaan tanah, 2) tidak diakuinya hak perempuan atas tanah, berdampak kepada tidak diakuinya perempuan sebagai subjek hukum, 3) Perempuan yang tidak dianggap sebagai subjek hukum, berdampak kepada tidak terjangkaunya perempuan dalam program-program pertanahan yang sedang dilakukan oleh pemerintah, misalnya reforma agraria, Selama ini dalam program redistribusi tanah, laki-laki biasanya didahulukan untuk mendapatkan program tersebut, salah satunya karena kepala keluarga adalah laki-laki sebagaimana termuat dalam UU Perkawinan, 4) Partisipasi perempuan terkait pertanahan selama ini juga sangat minim, hak mereka sering kali dianggap dapat diwakili oleh para suami atau ayah, sehingga perempuan tidak pernah dilibatkan dalam ruang-ruang pengambilan keputusan terkait tanah yang mereka kelola.

“Melihat permasalahan tersebut, maka perlu di dorong RUU Pertanahan yang berkeadilan gender, dimana keadilan gender dijadikan sebagai azas dalam RUU Pertanahan, ini bukan hal yang mustahil, karena dalam UU Desa keadilan gender juga sudah diintegrasikan sebagai azas, selain itu keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah juga sudah tercantum dalam UU PA tahun 1960, pasal 9 yang menyatakan bahwa bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama untuk mengakses dan mendapat hasil serta manfaat yang sama atas tanah.” Ucap Puspa Dewy. “Dengan adanya perlindungan dan jaminan hak perempuan atas tanah dalam RUU Pertanahan, maka perempuan wajib dilibatkan dalam ruang-ruang pengambilan keputusan terkait tanah mereka”, Puspa Dewy meneruskan. Sedangkan Nibras dari KIARA menekankan pentingnya perlindungan hak masyarakat di wilayah Pesisir, termasuk perempuan. “Dalam RUU Pertanahan ini masih bias darat dan belum membahas mengenai wilayah pesisir” ujar Nibras.

Penjelasan tersebut direspon positif oleh GKR Hemas dan menjadikan RUU Pertanahan ini sebagai salah satu concern Kaukus Perempuan Parlemen RI, selain RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan UU Pemilu. “Saya mendukung RUU Pertanahan yang berkeadilan gender ini, tapi dukung saya juga dengan data-data, supaya menjadi dasar kita melakukan advokasi” ucap Ibu GKR Hemas. Setelah audiensi tersebut, disepakati bahwa akan diadakan pertemuan bersama anggota kaukus perempuan di bulan Januari atau Februari untuk membahas RUU Pertanahan, dan usulan masyarakat sipil yang lebih detail.

Sementara itu, dihari yang sama juga sedang dilakukan Rapat kerja RUU Pertanahan antara komisi 2, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM. Agenda rapat kerja ini  adalah penyerahan DIM oleh pemerintah kepada komisi 2. Setelah itu, pada pukul 13.00 WIB, dilanjutkan dengan rapat  kerja antara Kementerian ATR dan Panja RUU Pertanahan, yang salah satu pembahasannya adalah mengenai pentingnya penyelesaian konflik-konflik pertanahan, Dalam forum ini juga disepakati pembuatan tim kecil, yang terdiri dari Panja RUU Pertanahan dan Kementerian ATR untuk menyelesaikan konflik pertanahan di Indonesia.

Translate »