Pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) akan berlangsung dalam kurun dua bulan lagi di Bali. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sedikitnya 855,5 miliar rupiah. Melalui Sri Mulyani, pemerintah telah menegaskan targetnya dalam perhelatan ini. Di antaranya adalah untuk membangun impresi bahwa Indonesia sebagai negara berkembang yang fokus pada pembangunan. Serta menarik investasi pada program pembangunan.
Lalu bagaimanakah agenda tersebut berdampak terhadap kedaulatan perempuan hingga di akar rumput? Bagaimana struktur dan cara kerja kedua lembaga keuangan internasional tersebut? Serta apa yang bisa dilakukan oleh gerakan perempuan, khususnya Solidaritas Perempuan merespon hal tersebut?
Kamis, 23 Agustus 2018, Solidaritas Perempuan mengadakan Kulwap (Kuliah Whatsapp) bersama dengan anggota, aktifis dan Perempuan Akar Rumput Solidaritas Perempuan. Berikut rangkuman pertanyaan yang dihimpun pada sesi tanya jawab kemarin.
Q : Apakah semua negara masuk dalam skenario WB? Adakah peringkat bahwa suatu negara harus menjadi target WB?
A : Ada 189 anggota Bank Dunia. Dengan menjadi anggota, negara-negara ini mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia, dengan persyaratan yang seperti telah dipaparkan di atas, khususnya mengenai intervensi kebijakan. Bank Dunia sendiri (yang muncul dari Bretton Wood) memiliki skema yang dianggap menjadi formula untuk mengatasi krisis negara-negara pasca perang dunia. Skema tersebut berorientasi pada investasi di mana kekayaan alam (pohon, air, udara, hutan, tanah, dll) menjadi diperjualbelikan agar negara mendapatkan uang, privatisasi pelayanan publik, termasuk pendidikan, kesehatan, pengelolaan air, dll, yang selama ini dianggap sebagai ‘beban’ dari negara, maupun orientasi pada proyek infrastruktur. Kesemua cara itu yang kemudian berdampak pada penggusuran, perampasan lahan dan sumber daya alam, meningkatnya ketimpangan, komoditisasi manusia (buruh), dan lain sebagainya.
Meski berdampak buruk, namun formula itulah yang tetap ditawarkan dan diimplementasikan oleh seluruh negara yang menjadi anggota, baik melalui proyek yang didanai Bank Dunia maupun melalui asistensi Bank Dunia (maupun lembaga sejenis lainnya) terhadap kebijakan negara.
Meski tidak semua negara menjadi anggota Bank Dunia, namun hampir semua menjadi anggota (seluruh negara anggota PBB dan Kosovo) dan menjalankan sistem tersebut. Yang tidak menjadi anggota adalah beberapa negara kecil, seperti Palau yang berpenduduk 20.918 orang, atau Kepulauan Virgin Britania yang berpenduduk 27.582 jiwa.
Q : Bagaimana skema WB dalam mengintervensi NGO?
A : Bank Dunia juga mendanai beberapa program pemberdayaan masyarakat, serta masuk melalui pendekatan multistakeholder. Melalui program pemberdayaan masyarakat, Bank Dunia terkesan membantu untuk penguatan kapasitas masyarakat, misalnya terkait kewirausahaan, skill kerajinan tangan, dll, namun mustahil akan menyelesaikan akar persoalan terkait sistem ekonomi yang tidak adil, dan penghilangan sumber-sumber kehidupan melalui penggusuran, penghancuran lingkungan, dll.
Sementara melalui pendekatan multistakeholder, Bank Dunia seolah menyediakan ‘ruang’ untuk berdialog, mengadakan forum CSO, dll. Padahal di forum yang mereka selenggarakan tidak akan mungkin mengubah politik dan landasan Bank Dunia dalam melaksanakan sistem perekonomian ala mereka.
Dana program pemberdayaan masyarakat ada yang berbentuk hibah dan ada juga dalam bentuk utang (loan), termasuk yang saya sebutkan dari dana desa lewat APBN. Sehingga penting bagi masyarakat untuk mengawasi dana desa.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan mendekati NGO untuk diberikan akses proyek dan program pemberdayaan, sehingga banyak juga yang akhirnya tergoda.
Q : Adakah safe guard policy untuk mengawal WB? Apakah ada sistem safeguard dalam WB dan IMF? Jika ada seperti apa?
A : Bank Dunia memiliki safeguard yang harus diimplementasikan dalam setiap proyek yang didanai oleh Bank Dunia. Diantaranya safeguard sosial dan lingkungan dan kebijakan gender. Bank dunia juga memiliki policy terkait sexual harrasement. Sayangnya, bank dunia juga mengeluarkan beberapa program yang tdk mengharuskan memggunakan safeguard, misalnya P4R (program for result) yang tidak mengharuskan proyek itu menggunakan safeguard. Dalam safeguard Bank Dunia juga ada penekanan soal keterbukaan informasi publik dan Free, Prior, Informed-Consent. Prakteknya sangat jauh dari substansi yang tertuang dalam safeguard. Banyak masyarakat terkena dampak atau potensi terkena dampak yang tidak terinformasi soal safeguard bank dunia.
Q : Apa konsekuensi jika ngemplang dr utang?
A : Akan sangat tergantung pada diplomasi politik negaranya. Meskipun bacaan kita, untuk Indonesia yang sampai saat masih menjadi anak manis Bank Dunia yang tertib bayar utang. Pernah ada pengalaman Meksiko dan Argentina yang ngemplang utang, namun bukan dalam konteks melawan Bank Dunia, melainkan hanya dipandang sebagai ketidakmampuan bayar. Mereka justru mendapat mendapat bonus debt relief, lewat Rencana Brady. Rencana Brady adalah suatu resep bagi penyelesaian masalah utang dengan memangkas cicilan pokok beserta bunganya bagi utang yang ada, atau alternatifnya, menghibahkan tambahan pinjaman, dalam bentuk pengurangan bunga dan cicilan utang (Jadi intinya nambah utang lagi).
Q : Adakah info tentang jumlah utang Indonesia di WB?
A : Data Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Desember 2017 menyebutkan utang Indonesia kepada Bank Dunia mencapai USD 17,953 juta dan menempati posisi ketiga kreditur terbesar utang Indonesia. Sementara utang dari IMF mencapai USD 2,814 juta.
Data terbaru pemberi pinjaman bilateral dan multilateral terbesar ke Indonesia Per Mei 2017 (Data dari DetikFinance)
Kreditor Multilateral
Bank Dunia Rp 234,68 triliun, Bank Pembangunan Asia (ADB) Rp 119, 51 triliun, Islamic Development Bank (IDB) Rp 9,95 triliun
Kreditor Bilateral
7China Rp 13,51 triliun, Amerika Serikat Rp 8,26 triliun, Korea Selatan Rp 19,5 triliun, Australia Rp 6,95 triliun, Inggris Rp 1,92 triliun, Spanyol Rp 3,37 triliun, Rusia Rp 3,3 triliun.
Q1 : Keadilan Gender dan hak perempuan. Bicara soal isu ini sudah sering kali kita diskusikan baik dalam forum lokal maupun nasional tapi hanya sebatas rekomendasi dan rencana tindak lanjut. Krisis air bersih sudah semakin sekarat. Kemudian banyak perempuan yang keluar negeri menjadi tkw karena terjadinya alih pungsi lahan.
Q2 : Saya sangat penasaran dengan pengalaman yang terjadi pada perjuangan SP Jabotabek terkait dengan Prifatisasi air yang sekarang sedang berlangsung peninjawan oleh mentri Mulyani akan putusan MA, sampai kini blom ada putusan dan harus menunggu satu tahun , gemana. Kalo kita ramaikan lagi kampanyenya hawatir putusannya apakah tidak mengubah putusan MA ? Karna pengalaman dari putusan PN sehingga kita. Tak ada pergerakan sehingga di kalahkan di banding.
A1, A2 : Perjuangan melawan privatisasi air maupun perampasan tanah akibat skema intervensi Bank Dunia harus terus disuarakan secara massif tanpa lelah. Justru saat ini penting untuk kita terus ‘menguatkan pendapat MA’ supaya konsisten di dalam putusan mendatang. Kampanye menjadi strategi yang penting, termasuk dengan menggunakan ruang maupun momentum yang ada. Pada pertemuan Bank Dunia IMF ini misalnya. SP Jabotabek bersama komunitas lainnya, perlu menyuarakan bagaimana swastanisasi air yang diakibatkan bank dunia ini sudah sungguh menyengsarakan perempuan. Suara-suara itu bisa ditarik juga menjadi bukti kepada publik, untuk memperkuat proses hukumnya. Dan apapun putusan hukum ke depan, yang jelas kita akan tetap melawan! 🙂
Q : Pada pertemuan di Bali, tema/isu apa yang akan dibahas oleh negara-negara anggota yang masuk WB? Dan negara mana yang kemungkinan besar menjadi sasaran investasi paling potensial, selain Indonesia?
A : Kalau dari informasi resmi dalam situsnya, pertemuan tahunan Oktober nanti akan membahas tentang tantangan ekonomi dan perkembangan global yang ada. Termasuk pengentasan kemiskinan. Salah satu hal yang mengemuka juga adalah soal ketimpangan. Selain itu, juga ada beberapa tema terkait seperti ekonomi digital, perubahan iklim, penanganan bencana, migrasi dan pengungsi, kesetaan gender, perubahan populasi/demografi, dan lainnya. Dapat dilihat pada http://www.am2018bali.go.id/annual-meetings-events. Namun SP juga membaca beberapa agenda yang terselubung, seperti privatisasi layanan publik dan komodifikasi buruh.
Q : Pertama, Bagaimana kondisi indonesia saat itu, ketika pemerintah RI berinisiatif untuk meminjam dana ke Bank Dunia. Kedua, apakah tidak ada refleksi dari pemerintah Indonesia dengan meningkatnya hutang tiap tahunnya dan masifnya kerusakan lingkungan dan hilangnya lahan sumber mata pencaharian masyarakat untuk pembangunan infrastruktur dan perkebunan dengan tujuan untuk investasi jangka panjang. Ketiga, apakah ada konsekuensi dengan mendorong/jika pemerintah Indonesia keluar dari Bank Dunia, karena tumpukan utang negara yg semakin bertambah?
A : Pada saat itu, Indonesia baru merdeka, dan membutuhkan dana untuk pembangunan. Kelompok Bretton Wood ini muncul dengan menawarkan resep untuk mengatasi krisis negara-negara pasca Perang Dunia II.
Terkait dengan refleksi pemerintah terhadap utang, hal inilah yang harus didorong. Namun kenyataannya selama ini kajian-kajian yang dilakukan subyektif dan tidak menggunakan indikator yang adil, sehingga hasilnya juga tidak menunjukkan fakta sesungguhnya. Bank Dunia bahkan mengklaim telah membantu Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi, termasuk juga pemberdayaan perempuan. Padahal fakta di lapangan, justru merampas sumber-sumber kehidupan dan memiskinkan serta memperlebar ketimpangan.
Untuk keluar dari Bank Dunia, sejatinya membutuhkan kekuatan diplomatik pemerintah Indonesia dan secara perlahan mulai mengurangi ketergantungan terhadap lembaga tersebut dan membangun kekuatan ekonomi sendiri. Alternatif-alternatif pembangunan tanpa ketimpangan kuasa adalah hal yang penting didorong.
Q : Apa dan bagaimana strategi kedua LKI tersebut untuk selalu lolos dari kritik OMS/masyarakat internasional sehingga aksi/program LKI, sekian puluh tahun berjalan mulus? misalnya kritik OMS terhadap kerusakan lingkungan hidup?
A : Bank Dunia menggunakan topeng “kemanusiaan”, seperti yang disampaikan oleh Kak Fifi tadi. Bahwa seolah-olah yang dilakukannya adalah hal yang baik. Misalnya, melalui program PNPM Bank Dunia mendanai segala macam kegiatan di masyarakat dengan berbagi skema, ada yang disebut PNPM lingkungan dan budaya. Kegiatan ini merangkul segala organisasi yang ada di masyarakat, begitu pendekatan yang meraka lakukan. Setiap program yang Mereka kembangkan akan memakai fasilitator tersendiri. Sayangnya dalam program ini tidak pernah disampaikan dengan jujur dan nyata pada masyarakat kalau sebenarnya program ini adalah menggunakan dana utang. Polesan nya di masyarakat selalu disampaikan bahwa ini adalah hibah. Dari dana BLM (bantuan langsung masyarakat) sebanyak 10% diharuskan untuk jadi dana simpan pinjam kelompok perumpuan, kelompok perempuan ini sering “dipaksakan” untuk mengambil dana itu, walaupun kadang penggunaan tidak tepat sasaran sehingga banyak diantara mereka akhirnya terlibat hutang dan tidak bisa mengembalikan.
Q : Apakah ada data yang simpel bisa diakses cepat, seperti menghubungkan Loan IBRD, Pembuatan kebijakan Pemda DPRD, dengan Investasi IFC. Misalnya saja, proyek yang “normal normal saja” penataan kampung kumuh, sertifikasi, atau jalan raya, kawasan industri yang saling berkait. Juga soal security sebagai garansi loan jika proyek yang tidak “normal”. Mohon penjelasan.
A : Bank Dunia punya kebijakan terkait dengan informasi publik. Sehingga pada umumnya, informasi proyek dapat diakses melalui websitenya. Seperti informasi tentang proyek-proyek di Indonesia dapat diakses melalui link berikut http://maps.worldbank.org/p2e/mcmap/map.html?code=ID&level=country&indicatorcode=0553&title=Indonesia&org=ibrd. Dari informasi proyek tersebut dapat ditracking, kategori proyek, safeguard apa saja yang harus diterapkan dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan.
Q : Apakah ada anggota WB yang pernah keluar, dan apa dampaknya bagi perekonomian negara tersebut? Seperti apa skenario pemutihan utang bagi negara peminjam? Dan apa konsekuensi dr pemutihan tersebut?
A : Terkait negara yang keluar dari Bank Dunia, Venuzuela keluar dari Bank Dunia dan IMF sejak tahun 2007. Salah satu akibatnya, Venezuela mendapatkan embargo dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jika dilihat berdasarkan standar sistem ekonomi global yang mainstream, Venezuela dinilai “tidak mampu” dan hampir bangkrut. Di sisi lain, kita bisa melihatnya sebagai negara yang mulai membangun kedaulatan ekonominya. Hal ini terkait dengan strategi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah untuk keluar dari Bank Dunia, bahwa penting untuk menyiapkan kekuatan dan kedaulatan ekonomi sehingga tidak tergantung pada lembaga-lembaga keuangan internasional. Terkait pemutihan, pada dasarnya akan bergantung pada diplomasi negara. Namun biasanya Bank Dunia justru akan hadir dengan skema utang baru, untuk lebih mengeksplotasi kekayaan alam, mencabut subsidi, dan cara-cara lainnya guna memaksa negara membayar utang.
Indonesia sendiri pernah keluar dari IMF dan Bank Dunia saat masa pemerintahan Presiden Soekarno yang dilegitimasi melalui UU Nomor 1 Tahun 1966. Namun setahun kemudian masuk kembali yang disahkan melalui UU Nomor 9 Tahun 1966 tentang Keanggotaan Kembali RI di IMF dan Bank DUnia. Hal ini juga diduga sebagai penyebab Soekarno dilengserkan.
Q : Keberadaan bank dunia, bagi pemerintah Indonesia dianggap sebagai dewa penolong yangg pada kenyataannya malah menyengsarakan masyarakat terutama perempuan. Pertanyaanmya, bagaimana sebaiknya sikap kita sebagai perempuan apalagi kita punya organisasi sebesar SP, apa yang seharusnya bisa kira respon secara nasional sehingga bisa nempengaruhi pembuat kebijakan? Karena bagaimanapun keadaan ini sudah berlangsung dan Indonesia sudah terjebak terlalu dalam.
A : Sebagai anggota SP, kita harus mengkonsolidasikan perlawanan terhadap sistem dan mekanisme lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF. Selain itu, penting juga membangun alternatif-alternatif pembangunan yang adil, sehingga semakin memperkuat perekonomian dan perlahan menghilangkan ketergantungan terhadap lembaga-lembaga keuangan. Tanpa membiarkan pertanggungjawaban atas pelanggaran hak yang selama ini terjadi akibat intervensi Bank Dunia dan IMF.
Q : Apakah betul dana GLF berasal dr WB atau secara administrasi dilakulan oleh WB? Apakah SP juga menolak dana yang diadministrasi oleh WB?
A : GLF merupakan forum untuk publik yang mendiskusikan situasi pertanahan di dunia. Pembiayaan GLF tidak bersumber dari Bank Dunia, melainkan didanai dari organisasi-organisasi internasional dan kontribusi dari organisasi nasional. SP jelas menolak dana yang bersumber dari bank dunia, karena berdasarkan AD/ART tentang garis politik perserikatan bahwa SP dalam kaitannya dengan sikap pandangan serta cara bertindak terhadap pihak lain harus berdasarkan nilai-nilai yang dianut SP. Sedangkan dilihat dari mekanisme sistem yang dikembangkan WB sangat bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Hal ini jelas di dalam kode etik perserikatan tentang hubungan dengan lembaga dana disebutkan dengan jelas bahwa SP menolak kerjasama atau sumbanagan dari dana utang termasuk bank dunia.
Q1 : Benarkah banyak pembiayaan beasiswa pendidikan untuk strata mahasiswa Indonesia itu juga banyak dibiayai Bank Dunia ? Aku pernah denger desas desus Soal program LPDP, misalnya.
Q2 : Adakah posisi atau strategi jitu bagi Indonesia untuk keluar dari Bank Dunia ?
A1, A2 : LPDP murni dari anggaran Kemenkeu. Tapi WB punya program namanya RISETPRO- itu duitnya loan, masuk ke Kemenristekdikti. Risetpro punya program beasiswa, diutamakan buat peneliti PNS (LIPI, BPPT dkk). Untuk posisi atau strategi Indonesia keluar dari Bank Dunia sudah terjawab dalam pertanyaan di atas. Tapi jika ada yang punya gagasan lainnya, sangat disambut baik.
Q : Selain masyarakat di desa, kampung, masyarakat miskin perkotaan, kelompok-kelompok masyarakat, yang menjadi sasaran/target program LKI apakah akademisi juga menjadi target LKI?
A : Iya, kelompok akademisi biasanya disasar untuk menjadi konsultan maupun peneliti dalam kajian-kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia untuk melegitimasi proyek-proyeknya. Sehingga seolah-olah hasil kajiannya ilmiah dan rekomendasinya penting untuk dilakukan oleh pemerintah.
Bank Dunia juga memberikan hibah untuk Pendidikan Tinggi di Indonesia, melalui proyek IMHERE (Indonesia Managing Higher Education Relevance Efficiency) yang pada intinya berbicara tentang privatisasi pendidikan tinggi. Proyek tersebut kemudian diikuti dengan munculnya UU Badan Hukum Pendidikan pada tahun 2009, yang kemudian dicabut oleh MK karena bertentangan dengan Konstitusi. Namun kemudian muncul UU tentang Pendidikan Tinggi pada 2012, yang menjadi dasar dari pembentukan Badan Hukum untuk Perguruan2 Tinggi Negeri, sehingga mereka diminta bertanggung jawab untuk pendanaan (tidak lagi bergantung pada APBN), dengan memiliki unit usaha dan kerja sama eksternal. Ini yang menjadikan perguruan tinggi kita tidak hanya berfokus pada pendidikan, melainkan pada usaha, serta penelitian2 juga dilakukan berdasarkan dana yang tersedia.
Q : Bagaimana kemampuan Indonesia dlm membayar utang? Skenario Indonesia dalam membyar utang seperti apa? Apakah dengan pelepasan-pelepasan asset yg dimiliki? Adakah negara yg sukses melepaskan diri dari skenario utangnya WB? Apa yg mempengaruhi kesuksesannya?
A : Jika melihat pada pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pemerintah berupaya untuk mendorong reformasi perpajakan dan pendalaman pasar keuangan untuk bisa melunasi utang. Pemerintah masih berhitung bahwa pelunasan utang tanpa menerbitkan utang baru lebih menguntungkan bagi keuangan negara. Namun sayangnya penerimaan perpajakan belum mampu sepenuhnya membiayai pembayaran utang. Salah satu faktornya adalah perusahaan pengemplang pajak masih sangat tinggi angkanya. Tantangan lainnya adalah soal korupsi.
Q : Strategi apa yg akan kita lakukan di tingkat komunitas untuk melawan skema utang? Bagaimana cara “membaca” program-program Pemda yang di danai oleh WB dan IMF di tengah carut marut APBD dan RPJMD kabupaten ?
A : Bisa ditracking lewat APBN dan proporsinya, Seknas bisa bantu juga trackingnya.
Q : Apa skema WB dan IMF juga mendanai langsung perusahaan?
A : Pendanaan biasanya diberikan melalui APBN, dan negara bisa menunjuk perusahaan untuk melaksanakan. Misalnya saja, untuk proyek geothermal, di mana tahun lalu Bank Dunia memberikan hibah sebesar US$ 55,25 juta, melalui APBN, PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) ditunjuk sebagai pelaksana proyek. Bank Dunia juga pernah memberikan pendanaan untuk pembiayaan infrastruktur melalui PT Indonesia Infrastructure Finance (IFF) pada tahun 2009 dan 2017. PT ini adalah perusahaan yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Sedangkan Grup Bank Dunia, yaitu IFC (International Financial Corporation) dapat membiayai langsung proyek atau pinjaman oleh perusahaan.