Liputan Solidaritas Perempuan Memperingati Hari Tani Nasional 2019
Perempuan Bergerak Serentak
Pada peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2019, Solidaritas Perempuan bergerak bersama perempuan komunitas, petani, aktivis, mahasiswa, nelayan, rakyat miskin kota dan buruh melakukan berbagai aksi bersama. Peringatan HTN 2019 ini dilakukan serentak oleh komunitas SP dalam sepekan, yaitu antara tanggal 19-26 September 2019. Kampanye HTN dilakukan dengan berbagai cara, seperti melakukan aksi unjuk rasa, konferensi pers, talkshow radio, dan aksi kreatif lainnya. Tema HTN kali ini adalah “Lindungi Kedaulatan Perempuan Atas Tanah dari Keserakahan Investasi”, yang penekanannya adalah penolakan pengesahan RUU Pertanahan serta RUU bermasalah lainnya, menuntut pemerintah untuk menyelesaian konflik-konflik agraria, dan bersama-sama mencegah perubahan iklim yang akan berdampak kepada kehidupan petani. Selain itu, dalam peringatan HTN 2019 juga menyerukan situasi darurat asap yang menimpa sebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan dan mendesak Negara untuk bertindak nyata mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Jakarta
Rabu, 24 Sepetember 2019, Solidaritas Perempuan yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) melakukan aksi HTN 2019, bersama ribuan massa aksi. Massa aksi terdiri dari aktivis, petani, mahasiswa, dan buruh. Untuk tema HTN 2019 ini, KNPA mengangkat tema “Bersatu Melawan Perampasan Tanah, Jalankan Reforma Agraria”. Aksi diawali di depan Patung Kuda, kemudian peserta aksi melakukan long march ke depan Istana. Di depan istana, para peserta aksi berkumpul, dan bergiliran melakukan orasi. Dalam orasinya Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Dinda Nuur Annisa Yura mengatakan
“Saat ini di DPR sedang digodok RUU Pertanahan, jangan sampai RUU Pertanahan ini disahkan karena akan menambah ketidakadilan bagi perempuan, akan semakin menindas perempuan. Tanah hanya dianggap sebagai komoditas, masyarakat, petani, nelayan, perempuan akan semakin dimiskinkan, hanya ada satu kata LAWAN”. Aksi di depan istana ini berakhir pukul 11.30, dan dilanjutkan dengan aksi di DPR. Di DPR SP bergabung dengan ribuan mahasiswa dan aktivis-aktivis lainnya untuk menyerukan penolakan UU KPK, dan menuntut penundaan pengesahan RUU bermasalah, seperti RKUHP, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba.
Pada momentum HTN ini juga, Solidaritas Perempuan diundang dalam talkshow di stasiun radio KBR. Tema talkshow tersebut adalah “Bagaimana Kedaulatan Perempuan Atas tanah Bila RUU Pertanahan Disahkan?”. Hadir sebagai narasumber Arieska Kurniawaty (Koordinator Program BEN SP) dan Nisa Anisa (Staf Divisi Kedaulatan Perempuan atas Tanah SP). Selain itu, Musdalifah Djamil (Ketua BEK SP Anging Mammiri) juga diundang dalam diskusi via telefon, untuk menjelaskan tentang konflik agraria yang dialami perempuan petani di Takalar-Sulawesi Selatan. Menanggapi diskusi tersebut ada 8 orang pendengar yang memberikan respon mereka, baik melalui telephone maupun whats app. Semua pendengar memberikan dukungannya kepada perempuan-perempuan yang sedang memperjuangkan hak mereka atas tanah, dan Solidaritas Perempuan yang sedang melakukan advokasi RUU Pertanahan.
Solidaritas Perempuan Jabotabek
Solidaritas Perempuan Jabotabek melakukan aksi bersama dengan Seknas SP dan KNPA, tanggal 24 September 2019 di depan Istana Negara. Dalam aksi tersebut SP Jabotabek juga melakukan penyobekan sertifikat tanah (secara simbolik). Penyobekan sertifikat tanah ini merupakan simbol dari kekecewaan perempuan komunitas SP Jabotabek terhadap tindakan Jokowi yang telah menyempitkan makna reforma agraria hanya dengan membagi-bagikan sertifikat tanah kepada masyarakat. Dimana pembagian sertifikat ini bukanlah wujud dari Reforma Agraria, melainkan hanya claim, karena dinilai tidak sebagaimana yang menjadi cita-cita dari UUPA No. 5 tahun 1960.
Solidaritas Perempuan Anging Mammiri – Sulawesi Selatan
Pada momentum HTN tahun 2019, SP Anging Mammiri – Sulawesi Selatan melakukan aksi bersama Petani Desa Lassang Barat dan Kelurahan Parangluara tanggal 23 September 2019, dengan menduduki lahan perkebunan tebu milik PTPN XIV untuk menolak adanya perpanjangan izin HGU perkebunan tebu milik PTPN XIV di Kabupaten Takalar. Perempuan petani menyerukan tuntutan mereka melului poster, yang bertuliskan “Perempuan Butuh Tanah, Bukan Tebu” dan “RUU Pertanahan Mengancam Kedaulatan Perempuan Atas Tanah”. Selain itu masyarakat juga menuntut penyelesaikan konflik tanah di Takalar dan menolak pengesahan RUU Pertanahan. Sedangkan aksi bersama jaringan dilakukan SP Anging Mammiri tanggal 24 September 2019 di Makassar, dengan salah tuntutannya adalah penolakan pengesahan RUU Pertanahan, dan penyelesaian konflik agraria di Takalar.
Solidaritas Perempuan Kendari
Tanggal 24 September 2019, SP Kendari melakukan aksi bersama jaringan yang tergabung dalam Front Rakyat Sultra Bersatu (FORSUB) untuk menolak pengesahan RUU Pertanahan. Aksi ini dilakukan di Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sulawesi Tenggara, dengan tema “Perkuat Persatuan Rakyat – Tolak RUU Pertanahan – Laksanakan Reforma Agraria Sejati”. Jaringan masyarakat sipil menilai bahwa saat ini Pembahasan RUU Pertanahan yang sedang dibahas oleh DPR RI ini tidak mempertimbangan situasi agraria. DPR bersikukuh untuk segera mengesahkan RUU Pertanahan. Sementara, Indonesia tengah mengalami 5 (lima) pokok krisis agraria, yakni: (1) Ketimpangan struktur agraria yang tajam; (2) Maraknya konflik agraria struktural; (3) Kerusakan ekologis yang meluas; (4) Laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian; (5) Kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas. UU terkait pertanahan seharusnya menjadi basis bangsa dan Negara kita untuk mewujudkan keadilan agraria sebagaimana dicita-citakan pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam (PA-PSDA) dan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).
Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta
Dalam peringatan Hari Tani Nasional tahun 2019, SP Kinasih bersama jaringan AKSI, Syantikara dan Komunitas Petani melakukan beberapa rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 24 September 2019 yaitu diskusi dan berbagi pengalaman tentang “Dampak Kebijakan dan Aksi Iklim bagi Perempuan dan Petani”. Diskusi ini membahas mengenai perubahan iklim yang merupakan persoalan global dan berdampak pada semua makhluk yang ada di jagat alam raya, tak terkecuali petani dan perempuan. Setelah diskusi, dilanjutkan dengan penanaman tanaman bibit langka (daun gedi, sawi jepang, mint). Penanaman tanaman bekerja sama dengan AKSI, Komunitas Petani dan masyarakat lainnya.
Masih dalam momentum Hari Tani Nasional, pada tanggal 27 September 2019, SP Kinasih bersama jaringan yang tergbaung dalam JAMPIKLIM (Jaringan Masyarakat Peduli Iklim) melakukan aksi menyikapi berbagai fenomena alam dan perubahan iklim yang akhir-akhir ini terjadi dan semakin parah dampaknya. Aksi longmarch ini dilakukan di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, tepatnya di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret, diikuti sekitar 100 peserta aksi yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok peduli lingkungan di Yogyakarta, seperti WALHI, LKiS, Animal Friens dan Homeschooling Pendopo.
SP Mamut Menteng Kalimantan Tengah
Memperingati HTN pada tanggal 24 September 2019, SP Mamut Menteng Kalteng, melakukan aksi paralel, yaitu di Palangkaraya bersama mahasiswa dan di Mantangai bersama kelompok perempuan. Tuntutan dari aksi ini adalah menolak pengesahan RUU pertanahan, karena RUU Pertanahan ini hanya menguntungkan bagi korporasi untuk berinvestasi, dan mendesak pemerintah untuk merespon cepat bencana asap di Kalimantan Tanah.
Masih dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, Diskusi diawali dengan membahas pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RUU Pertanahan, dan dampaknya kepada masyarakat bila RUU Pertanahan ini disahkan. Respon dari peserta diskusi adalah mereka sama-sama satu suara untuk menolak RUU Pertanahan.
Solidaritas Perempuan Mataram
Dalam momentum HTN, SP Mataram diundang sebagai Narasumber dalam Talk Show Radio di RRI Mataram, tanggal 26 September 2019. Tema Radio Talk ini adalah “Mendorong Keberpihakan RUU Pertanahan kepada SDM Pertanian”. Eli Sukemi, Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Mataram menjelaskan pasal-pasal dalam RUU Pertanahan yang berpotensi merugikan petani. Khususnya bagi perempuan petani yang saat ini di Mataram semakin terdesak akibat pembangunan yang meminggirkan perempuan petani.
Solidaritas Perempuan Palembang
Pada momentum HTN 2019, SP Palembang bersama dengan kelompok perempuan di Ogan Ilir melakukan aksi di lahan, pada tanggal 19 September 2019. Dalam aksi tersebut perempuan Ogan Ilir menuntut penyelesaian konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan PTPN VII Cinta Manis. Selain itu, SP Palembang bersama jaringan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Selatan melakukan Konferensi Pers “Menolak pengesahan RUU Pertanahan”, pada tanggal 24 September 2019. Pada kesempatan tersebut, Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Palembang menyampaikan ”RUU Pertanahan tidak memiliki perspektif keadilan gender, tidak mengakomodir hak masyarakat, terutama perempuan dan malah memfasilitasi kepentingan investor”.
Solidaritas Perempuan Sebay Lampung
24 September 2019, pada peringatan Hari Tani Nasional tahun 2019, SP Sebay Lampung bersama jaringan Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL). Sekitar 5000 Massa yang tergabung dari eleman mahasiswa, perempuan, petani, buruh kaum miskin, melakukan aksi yaitu salah satunya aksi menolak pengesahan RUU Pertanahan di kantor DPRD provinsi Lampung. Hadirnya RUU Pertanahan terkesan mendadak dan dipaksakan. Di lain sisi, kebebasan demokrasi juga semakin diberangus melalui RKUHP dan juga praktek kriminalisasi aktivis di berbagai sektor.
Dari kondisi yang saat ini terjadi, beberapa yang menjadi tuntutan PPRL yaitu: 1) Hentikan Kriminalisasi Terhadap Gerakan Tani; 2) Hentikan Perampasan Lahan; 3) Wujudkan Reforma Agraria Berkeadilan Gender; 4) Tolak Kebijakan yang Tidak Pro Rakyat (RUU Pertanahan); 5) Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Kerusakan Lingkungan Hidup; 6) Selesaikan Konflik Pertanahan di Lampung.
Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso
Memperingati Hari Tani Nasional 2019, tanggal 24 September 2019. Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso, menggelar aksi turun ke jalan untuk menyuarakan kedaulatan perempuan atas pangan dan tanah. Salah satu tuntutannya adalah penundaan pengesahan RUU Pertanahan yang berorientasi pada investasi dan korporasi.
Solidaritas Perempuan Sumbawa
Tanggal 24 September 2019, SP Sumbawa melakukan aksi (longmarch) bersama jaringan dari Barisan Masyarakat Indonesia (BMI) dan BEM Fakultas Hukum Universitas Samawa (Unsa). Aksi dimulai dari lapangan pahlawan menuju kantor Bupati. Dalam aksi ini, SP Sumabawa menuntut agar pengesahan RUU Pertanahan yang saat ini menjadi polemik segera ditolak, karena RUU Pertanahan tersebut dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat yang melindungi kedaulatan rakyat atas tanah dari keserakahan investasi. Sebagaimana yang menjadi harapan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dalam cita-cita Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh
Dalam momentum Hari Tani Nasional, SP Bungoeng Jeumpa Aceh bersama jaringan pemerhati lingkungan yang terdiri dari CSO, komunitas muda dan kelompok masyarakat di akar rumput diantara yaitu Lembaga Pariwisata Nusa, Youth Forum of Aceh, Komunitas AL-Hayah, Balai Syura ureung Inoeng Aceh, Komunitas Bina Damai, dan Kelompok perempuan Lambaro Seubon, Aceh Besar melakukan aksi Jeda Iklim Aceh 2019 yang menyuarakan darurat iklim. Karena situasi perubahan iklim berdampak kepada situasi petani. Jeda Iklim Aceh 2019 ini dilaksanakan selama 2 hari, dari tanggal 21-22 September 2019. Adapun rangkaian kegiatannya yaitu gotong royong membersihkan gampong dan memilah sampah di gampong Lambaro Seubon, Aceh Besar, kegiatan diskusi publik dan teatrikal bumi sebagai ruang edukasi tentang keadilan iklim serta pemutaran film melalui layar tancap di Gampong Nusa, Aceh Besar. Kegiatan ini diikuti sekitar 150 orang dari semua kalangan masyarakat yang berada di wilayah Aceh Besar.