Liputan Aksi “Aksi Menggugat Bank Dunia Dalam Privatisasi Air dan Komersialisasi Air”

Kamis, 21 Maret 2013, pukul 14.45, organisasi masyarakat sipil, yang tergabung dalam KMMSJA (Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta) terdiri dari 10 organisasi — Solidaritas Perempuan Jabotabek, Sekretariat Nasional  Solidaritas Perempuan, KRuHA, ICW, LBH Jakarta, KIARA,  KAU, LBH Jakarta, Walhi Jakarta, JRMK, UPC, dan FPPI,  melakukan aksi di dalam ruang pertemuan Konsultasi Publik “Review Safeguard World Bank” di Hotel Twin Plaza, Slipi, Jakarta.  Aksi  selama 15 menit ini, sontak menghentikan diskusi yang sedang berlangsung.

Dalam aksi tersebut, Muhammad Reza, dari KRuHA menuntut Bank Dunia menghentikan segala macam swastanisasi dan komersialisasi air di Jakarta, karena swastanisasi air menyebabkan masyarakat kesulitan  mengakses air bersih.Akses air bersih hanya dinikmati oleh kalangan atas saja, sedangkan masyarakat menengah ke bawah harus “rela” mendapatkan air dengan kualitas buruk untuk  kebutuhan harian mereka.

Tuntutan tersebut juga diperkuat oleh Rina Marlina, dari Solidaritas Perempuan yang  menyampaikan persoalan pelayanan dan kualitas air yang buruk. “…saya mengalami permasalahan kesehatan alat reproduksinya, akibat kualitas air yang buruk, yang disebabkan adanya swastanisasi PDAM. Ini juga tidak lepas dari campur tangan Bank Dunia” teriak rina Lantang. rina menambahkan bahwa permasalahan air sangat berdampak pada kehidupan perempuan, karena peran gender perempuan yang harus melakukan aktivitas domestic, seperti memasak, mencuci, dan memandikan anak. Jadi saat kualitas air memburuk, perempuanlah yang pertama kali merasakan dampaknya.

Yuyun Harmono dari KAU,  yang menegaskan bahwa safeguard World Bank harus memperhatikan hak azasi manusia, hak asasi perempuan dan mengadopsi konvensi-konvensi internasional. Dan dengan adanya permasalahan air di Jakarta akibat swastanisasi, merupakan bukti kegagalan Bank Dunia.

Aksi ditutup dengan memberikan pernyataan sikap KMMSAJ secara tertulis kepada Bank Dunia, sehingga Bank Dunia mengetahui persoalan Air akibat pembiayaan Bank Dunia.

Liputan “Aksi Hari Air Sedunia” Menuntut Hak Atas Air

Tanggal 22 Maret 2013, diperingati sebagai hari Air sedunia.  Momentum ini digunakan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), yang terdiri dari  10 organisasi masyarakat sipil untuk menggugat pemerintah Jakarta dalam pengelolaan air untuk publik yang dinilai sangat buruk.

Aksi yang dihadiri oleh sekitar 20 orang  ini dilakukan di Balaikota Jakarta, dengan tujuan menyampaikan persoalan pelayanan dan kualitas air di Jakarta kepada Gubernur Joko Widodo. Aksi ini mulai digelar pukul 07.00 dengan membentangkan spanduk dan poster-poster yang berisi tuntutan dan persoalan terkait pelayanan dan kualitas air yang buruk.  KMMSAJ terpaksa kecewa karena pihak pengamanan Balaikota tidak memperbolehkan peserta aksi untuk bertemu Gubernur Joko Widodo, walaupun hanya untuk 10-15 menit saja. Proses negosiasi yang alot tidak menyurutkan niat ibu-ibu dari Rawa Badak dan Bojong Gede, untuk mengemukakan aspirasi mereka pada Joko Widodo, selaku orang nomor satu di ibu kota.

Setelah  2 jam lebih menunggu di depan kantor gubernur DKI Jakarta, tepat pukul 09.00, Joko Widodo melangkah keluar kantor, dan langsung diserbu berbagai media. Para ibu-ibu ini dengan berani menghadang Joko Widodo dan menerobos kerumunan wartawan untuk menyatakan kegusaran mereka terhadap buruknya pelayanan dan kualitas air yang telah di swastanisasi oleh perusahan-perusahaan.  Ibu Djubaedah, (SP Jabotabek) yang berasal dari Rawa Badak menyatakan kesulitannya mengakses air bersih, karena air yang bau, kuning, sehingga tidak bisa dikonsumsi.  Persoalan semakin memperburuk dan meningkatkan beban kerja dan ketidakadilan bagi perempuan. Dalam komunikasi singkat tersebut, Joko Widodo mengatakan akan membuat janji pertemuan dengan para ibu-ibu ini untuk membahas lebih lanjut mengenai privatisasi air di Jakarta.

Translate »