Liputan Kampanye Save Our Sisters Solidaritas Perempuan “Suarakan Perlindungan terhadap BMP-PRT” Oleh: Irfan Fauzan Gt
Jakarta-Dalam rangka akan menyambut peringatan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional yang jatuh pada tanggal 16 Juni, Solidaritas Perempuan (SP) mengadakan Kampanye Save Our Sisters (SOS): Menge
nal untuk Melawan Trafficking pada Perempuan Buruh Migran, di Bundaran Hotel Indonesi, Minggu (14/06). Kampanye ini melibatkan 50 perempuan pemimpin Buruh Migran dan aktivis SP di enam wilayah, yaitu Jakarta, Kendari, Palu, Makassar, Sumbawa, dan Mataram.
Aksi kampanye dilakukan dalam bentuk berorasi sambil jalan melingkari bundaran Hotel Indonesia, penyebaran informasi mengenai situasi perempuan Buruh Migran, serta testimoni dan sharing pengalaman dari Buruh Migran terkait kasus trafficking yang mereka alami dan tangani. Ratusan pengunjung mendapatkan informasi mengenai trafficking dan situasi kerentanan buruh migran serta informasi mengenai kampanye SOS yang disampaikan langsung oleh para perempuan pemimpin Buruh Migran.
Menurut pengalam perempuan komunitas SP Palu selama mendampingi penanganan kasus Buruh Migran Perempuan (BMP), respon pemerintah dalam menangani kasus seringkali lambat, dengan alasan ketidaklengkapan dokumen. Koordinator Program Solidaritas Perempuan Palu Kartini Merdekawati menyatakan, ketidaklengkapan dokumen terjadi karena sering manipulasi identitas BMP di dalam dokumen oleh sponsor ataupun PJTKI.
“Ketidakadilan yang dialami selama ini oleh BMP yaitu masih ada proses memanipulasi dokumen dari daerah asal, bahkan informasi tentang keamanan dan kenyamanan BMP tidak terinformasikan dengan jelas pada BMP termasuk situasi negara tujuan. Selain itu, BMP mengalami perlakuan majikan yang kurang baik serta upah bekerja yang tidak sesuai dengan perjanjian kontrak kerja. Karenanya, informasi harus jelas dan harus dipahami oleh BMP”, imbuh Kartini.
Rafika, mantan Buruh Migran dari desa Kekeri Mataram juga mengajak seluruh peserta aksi untuk terus memperjuangkan hak-hak Buruh Migran dan perempuan. “Kami akan terus berjuang hingga tercapai apa yang kami tuju untuk perlindungan Buruh Migran,” tegasnya.
Kampanye ini juga dilakukan bersama Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), serta sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya yang menyuarakan Hak-hak perlindungan Pekerja Rumah tangga di dalam dan luar negeri dari berbagai bentuk kekerasan termasuk trafficking. Selama berkeliling sambil berorasi peserta aksi juga meneriakan tuntutan, “Akui PRT sebagai pekerja, ratifikasi konvensi 189 sekarang juga, dan Akhiri perbudakan modern sekarang juga.”
Karsiwen, dari JBMI dalam orasinya menyatakan, dalam bahwa pandangan masyarakat, Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih belum diakui sebagai pekerja, dan dianggap hanya membantu. Padahal PRT adalah Pekerja Rumah Tangga dan sama dengan pekerja atau buruh lainnya yang juga memiliki sejumlah hak yang harus dipenuhi.
“Hampir 70% lebih masyarakat Indonesia, khususnya perempuan yang berada di luar negeri bekerja sabagai perempuan Pekerja Rumah Tangga Migran. Tetapi hingga sekarang belum ada perlindungan maksimal terhadap terhadap PRT. Kasus kekerasan terhadap PRT bukan hanya di luar negeri saja, bahkan di dalam negeri masih terjadi kekerasan,” ungkap Karsiwen.
Sementara itu, Koordinator program Solidaritas Perempuan Nisaa Yura menjelaskan, kampanye Save Our Sisters ini dilakukan sebagai bentuk gerakan bersama Solidaritas Perempuan untuk menyuarakan perlawanan terhadap trafficking. “Kampanye seperti ini menjadi ruang saling berbagi informasi dan inspirasi bagi kawan-kawan SP di berbagai wilayah untuk memperkuat gerakan solidaritas perempuan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, termasuk perempuan buruh migran yang selama masih rentan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak,” jelasnya.
Melalui kampanye perlindungan buruh migran perempuan dari trafficking ini Solidaritas Perempuan bersama jaringan juga menuntut Negara melindungi Pekerja Rumah Tangga baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga harus diwujudkan salah satunya melalui kebijakan perlindungan PRT.
“SP mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT, meratifikasi Konvensi ILO 189, dan mengesahkan Revisi UU No.39 Tahun 2004 dengan memuat Konvensi Migran PBB 1990, CEDAW dan Konvensi ILO 189,” ujar Ketua Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy. “Pemerintah juga harus menghentikan upaya-upaya mendiskriminasikan dan meminggirkan hak perempuan sebagai Buruh Migran – PRT,” tegasnya.
Masih menurut Puspa, SP akan terus menyuarakan perlindungan BMP-PRT dan memastikan negara melakukan kewajibannya dalam melindungi dan menghormati seluruh warga negaranya, termasuk saudari-saudari kita yang melintasi batas negara untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Kampanye yang berlangsung selama hampir empat jam tersebut juga diisi dengan puisi dan orasi dari para peserta. Kampanye ini juga meningkatkan semangat para aktivis Solidaritas Perempuan, dan meningkatkan komitmen mereka untuk terus memperjuangkan perlindungan Buruh Migran dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk trafficking.