Liputan Solidaritas Perempuan pada Hari Tani Nasional 2015 – Kembalikan Kedaulatan Perempuan, Wujudkan Keadilan Agraria

Selama 55 tahun mandat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk mewujudkan keadilan agraria dengan memperhatikan prinsip kesetaraan gender dalam pengelolaan sumber-sumber agraria telah diabaikan. Fakta hari ini menunjukan semakin banyak Undang-undang dan kebijakan lainnya yang menfasilitasi kepentingan pasar bebas dan investasi dalam merampas sumber-sumber agraria, MP3EI adalah salah satunya.  Situasi ketimpangan penguasaan agraria terus menerus dibiarkan telah menyebabkan pemiskinan masyarakat dan hilangnya kedaulatan perempuan atas sumber-sumber kehidupannya. Bukannya mengatasi persoalan tersebut, pemerintahan justru semakin tersesat dalam melaksanakan agenda reforma agraria.

Pemerintahan Jokowi – JK tidak melihat peran penting dan situasi khusus perempuan dalam pengelolaan sumber agraria. Bagi perempuan, tanah, air dan hutan adalah tempat untuk hidup dan menyediakan sumber kehidupan untuk kelangsungan keluarga dan komunitasnya. Meski secara faktual, perempuan banyak berkontribusi dalam proses produksi, namun peran ini dinilai hanya membantu laki-laki sebagai kepala keluarga. Sehingga perempuan dibatasi akses dan kontrolnya atas sumber-sumber agraria. Diskriminasi dan ketidakadilan gender ini telah gagal diatasi oleh Negara Indonesia sebagai Negara pihak dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).

Melalui momentum peringatan Hari Tani Nasional 2015  dan menjelang 1 tahun pemerintahan Jokowi – JK, Solidaritas Perempuan bersama perempuan petani, perempuan nelayan, perempuan buruh migran, perempuan miskin kota dan perempuan aktivis di 12 wilayah di Indonesia, yaitu Aceh, Palembang, Padang, Lampung, Jakarta, Yogyakarta, Poso, Palu, Makassar, Kendari, Sumbawa, dan Makassar.

Jakarta – “Solidaritas Perempuan Menuntut Presiden Jokowi – JK, segera laksanakan Reforma Agraria Berkeadilan Gender.”HTN jakarta

Selasa, 22 September 2015, di depan Istana Negara-Jakarta, Solidaritas Perempuan melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN). Aksi yang dimulai pada siang hari ini, dihadiri oleh sekitar 50 peserta aksi, yang berasal dari perempuan komunitas dari Jakarta dan Bogor, aktivis buruh migran, dan aktivis nelayan.

Aksi yang bertemakan “Reforma Agraria Berkeadilan Gender” disuarakan Solidaritas Perempuan dengan melihat berbagai fakta ketimpangan penguasaan tanah, tidak hanya antara pemilik modal dengan rakyat, tetapi juga ketimpangan penguasaan tanah antara laki-laki dan perempuan. Sehingga dalam pelaksanaan reforma agraria, perlu juga di desak adanya reforma agraria berkeadilan gender, yang memastikan dan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan perempuan atas sumber-sumber agrarian, serta dilaksanakan secara adil bagi perempuan dan laki-laki. Aksi dilakukan melalui orasi politik, puisi, teaterikal dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan, seperti darah juang.

Orasi diawali dari Koordinator Lapangan Aksi, yaitu Arieska Kurniawaty, yang mengutarakan persoalan agrarian di Indonesia belum terjawab melalui program Nawacita. Pembagian 9 juta hektar tanah untuk masyarakat, dianggap tidak berhasil menerjemahkan reforma agraria yang sejati, dan cenderung hanya mengarah pada program sertifikasi. Padahal persoalan agraria di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh sertifikasi. Winda febiana – penggerak perempuan di Kalimantan Tengah – juga menyuarakan persoalan agraria di Kalimantan Tengah. “Pemerintah lebih mengutamakan kepentingan perusahaan perkebunan kelapa sawit, membiarkan perampasan tanah dan pelanggaran hak masyarakat, termasuk pelanggaran hak perempuan” Ungkap Winda – Penggerak dari Kalimantan Tengah. Perampasan tanah tidak hanya terjadi di pedesaan, tetapi juga di perkotaan.

Santi – Ketua SP Jabotabek mengatakan “Jakarta begitu banyak terjadi penggusuran dan perampasan tanah untuk dijadikan infrastruktur, seperti perumahan, pertokoan, jalan, dan sebagainya”. Lebih lanjut, Aliza Yuliana Kepala Divisi Perempuan dan Konflik Sumber Daya Alam Solidaritas Perempuan, dalam orasinya menyatakan “perusahaan telah merampas tanah-tanah masyarakat, dan dalam situasi inilah perempuan dan laki-laki menjadi kehilangan akses dan kontrolnya atas sumber-sumber agraria. Namun, perempuan mengalami dampak yang berlapis. Persoalan perempuan tersembunyi dan tidak dipertimbangkan oleh negara, sehingga perempuan harus terus bicara dan bertindak untuk mencapai keadilan agraria bagi perempuan.”

Persoalan agraria tidak hanya disuarakan melalui orasi politik, tetapi juga melalui puisi. Donna Swita- Divisi Perempuan dan Seksualitas – membaca puisi yang berjudul “Daun Kering yang Mercau” dan Anita- anggota SP Jabotabek – membaca puisi “Sepenggal Cerita Buat Alamku”. Kedua puisi menceritakan dengan alam yang telah rusak dan hancur akibat massifnya perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi dan menghancurkan sumber daya alam, mengakibatkan banjir serta menghilangkan akses dan kontrol perempuan atas sumber daya alamnya.HTN jakarta1.jpg

Persoalan agraria juga disampaikan melalui aksi teartrikal perempuan komunitas dari SP Jabotabek. Teatrikal ini menceritakan tentang kondisi perempuan petani, yang merasakan kegalauan karena kehilangan tanah mereka akibat pembangunan perumahan. Aktor-aktor perusahaan membujuk rayu para petani dengan memberikan kompensasi, yang ternyata disadari oleh para perempuan petani ini, bahwa tanah mereka tidak pernah sebanding dengan berapapun jumlah uang yang diberikan oleh perusahaan, karena tanah, beserta sumber-sumber yang ada di dalam dan di atasnya adalah “hidup” bagi mereka. Aksi teatrikal dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Leo Lintang. Aksi diakhiri oleh orasi Puspa Dewy sebagai ketua Badan Eksekutif Nasional (BEN) Solidaritas Perempuan, sekaligus pembacaan pernyataan sikap. “Pemerintah harus segera mewujudkan keadilan agraria yang berkeadilan gender, dengan memastikan perempuan sebagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan reforma agraria dan segera mp. engambil langkah-langkah konkrit dalam penyelesaian konflik agraria dengan pendekatan yang sensitif dan responsif gender” Lanjut Puspa Dewy – Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan.

Yogyakarta – Menuntut Reforma Agraria Berkeadilan Gender, Tegakkan UUPA di Yogyakarta
HTN YogyakartaYogyakarta, 22 September 2015. Sekitar 50 perempuan yang tergabung dalam Solidaritas Perempuan Kinasih melakukan aksi di Tugu pukul 09.30-11.00 WIB. Aksi ini dilakukan bersama dengan Perempuan Sahabat Merapi, Petani kota, Bantul, dan Kulonprogo. Aksi tersebut memperingati 55 tahun Undang-Undang no 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, atau Hari Tani Nasional. Menurut Ketua Perempuan Sahabat Merapi, Ana, semangat UU PA adalah untuk meruntuhkan ketidakadilan struktur agraria, yang berdampak langsung kepada perempuan.

Perempuan haknya selalu terampas dengan adanya penggusuran yang merugikan perempuan. kondisi ekonomi saat ini menempatkan perempuan sebagai tulang punggung keluarga. Dengan jaminan pemerintah terhadap kesetaraan gender menguatkan peran perempuan berjuang di bidang pertanian. Peran perempuan petani ini juga mengkritik tergerusnya lahan pertanian masyarakat. Bahkan seringkali praktek alih fungsi lahan menimbulkan kriminalisasi terhadap perempuan. Peran perempuan menyikapi hak lahan. Kita ingin maju bersama jangan tertindas. Jangan sebagai kita yang punya lahan tapi hanya melihat (kepentingan kapitalis).HTN Yogyakarta2

Tindak lanjut aksi ini, dari solidaritas akan meneruskan ke DPRD DIY tanggal 28 September mendatang. Agenda audiensi menyerukan beberapa poin. Berupa penegakan UUPA, tolak pembangunan mall/ toko berjejaring, hentikan alih fungsi lahan dan kembalikan kedaulatan tanah kepada perempuan.

Makassar

HTN Makassar1Makassar, 22 September 2015. Momentum Hari Tani Nasional SP Anging Mammiri bersama perempuan petani Takalar, perempuan pesisir Cambayya – Tallo, dan aktivis Solidaritas Perempuan bertemakan “AKHIRI PEMISKINAN PEREMPUAN DENGAN MEWUJUDKAN REFORMA AGRARIA”, di mana tanah dilihat sebagai hak asasi manusia, karena itu perempuan berdaulat atas tanah. Peserta aksi 34 orang. Titik aksi di tol reformasi (fly over) long march ke gedung DPR Provinsi, dipimpin oleh Koordinator lapangan Musdalifah Jamal. Tuntutan yg disampaikan dlm orasi Nur Asiah, Ketua BEK Solidaritas Perempuan Anging Mammiri:

HTN Makassar3

  1. Menghentikan proyek pembangunan dan investasi yg merampas tanah masyarakat dan memiskinkan perempuan.
  2. Menyelesaikan konflik lahan di kabupaten takalar, antara masyarakat Polongbangkeng Utara dgn PTPN XIV, dgn memperhatikan situasi, dampak yg dialami perempuan akibat dri konflik tersebut.
  3. Meninjau kembali Perda RTRW Kota Makassar yg tlh disahkan, pada 21 Agustus 2015 yg berpotensi semakin meminggirkan dan memiskinan perempuan.
  4. Mengembalikan tanah warga pandang raya yg dirampas oleh pegusaha dan memperhatikan hak-hak masyarakat dan situasi perempuan yg tlh digusur.
  5. Mendorong kebijakan yg melindungi hak rakyat aas tanah dan sumber-sumber agraria dgn mendukung perempuan dlm hal pengetahuan, kapasitas dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya agraria.

Tuntutan perempuan tersebut disampaikan kepada publik dan pemerintah Sulawesi Selatan, Kota Makassar, DPRD Provinsi dan Kota melalui aksi damai dan dialog dengan Komisi B DPR Prov. SulSel. Dialog dihadiri oleh pimpinan komisi B (Bapak M.Anas Fraksi GERINDRA, H. Husmaruddin-Fraksi PAN, Baso Syamsu Risal-PKS, Fahruddin Rangga – Fraksi Golkar).

Kendari: Wujudkan Reforma Agraria Berkeadilan Gender

HTN Kendari1Kendari, 21 September 2015
Pada peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2015. Solidaritas Perempuan Kendari bergabung bersama Koalisi Rakyat Sultra Untuk Pembaruan  Sulawesi Tenggara melakukan aksi di depan BPN RI Wilayah Sultra“ Mendesak Jokowi-JK untuk  segera menyelesaikan Konflik Agraria dan Mewujudkan Reforma Agraria yang berkeadialan Gender” sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No. 5 Tahun 1960, Mendesak BPN RI Wilayah Sultra untuk segera menertibkan tanah-tanah bermasalah di lokasi HGU, dan segera mengakhiri dan menghentikan ekspansi perkebunan-perkebunan bermotif agunan di Sulawesi Tenggara.HTN Kendari2

Peserta aksi berjumlah 70 orang diantaranya perempuan 51 dan laki-laki 19 orang. Aksi ini diterima oleh Kepala Dinas BPN wilayah Sultra untuk berdialog langsung di ruangan Kepala Dinas dengan masing-masing perwakilan yang tergabung dalam Koalisi, yang mana Solidaritas Perempuan Kendari, oleh Sulhani menjadi Moderator dan An, Am Jaya sebagai koordinator lapangan. Hasil dari dialog merekomendasikan 1) pihak BPN Wilayah Sultra bersama perwakilan lembaga berkomitmen meninjau langsung perusahaan perkebunan kelapa sawit dan tambang tempat melakukan eksplorasi dengan secara bertahap dimulai dari Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe  dan Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kab. Buton Sulawesi Tenggara, yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 oktober 2015 sekaligus membentuk Tim Koalisi Rakyat untuk Pembaruan Agraria yang difasilitasi langsung BPN Wilayah Sultra,  dan rekomendasi ini ditandai dengan berita acara masing-masing bertanda tangan.

Selain itu,  aksi ini diliput beberapa media cetak dan elektronik yakni ANTARA, Sultrakini, majalah gerakan.com, sultranews, berita kota dan rakyat sultra

Poso
HTN PosoPoso, 22 September 2015. Aksi Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso dan Koalisi (Pembebasan, LBH-Poso, dan FMN) di momentum Hari Tani Nasional 24 September 2015, Aksi ini di lakukan pada hari Selasa, 22 September 2015 di bundaran jam Kota Poso. Peserta aksi terdiri dari kurang lebih 30 orang, terdiri dari anggota SP dan aktivis perempuan, mahasiswa, perempuan komunitas dari wilayah Pamona Utara. Dalam aksi ini, Solidaritas Perempuan Poso dan koalisi, melakukan orasi politik mengangkat dampak-dampak dari perkebunan skala besar, perampasan tanah, persoalan buruh sawit, alih fungsi lahan persawahan ke perkebunan skala besar, serta menyebarkan selebaran, dan melakukan kampanye pangan lokal . (membagikan singkong rebus, ubi jalar rebus, dan bibit padi local – secara simbolis padi hasil panen yang diikat dengan ikat ungu diartikan perempuan berhak dan berdaulat atas produksi pangannya). Aksi ini menuntut:

  1. Reforma agraria yang berkeadilan Gender.
  2. Hentikan alih fungsi lahan pertanian untuk perkebunan sawit skala besar di kabupaten poso.
  3. Program Penyeragaman bibit dan gernas kakao bukan solusi kesejahteraan Petani Perempuan.
  4. Pangan Lokal harus mem-bumi di tanah sintuwu maroso poso.

Lampung
HTN Lampung1Lampung, 22 September 2015. Solidaritas Perempuan Sebay Lampung melakukan aksi hari tani yang dilaksanakan pada tanggal 22 September 2015 pukul 15 s/d 16 WIb bertempat di simpang bundaran gajah yang di hadiri lebih kurang 20 orang perempuan dari komunitas lampung. Aksi damai dilakukan dengan orasi, bagi selebarandan testimoni dari petani perempuan sidodadi. Melalui aksi ini SP Sebay Lampung bersama perempuan komunitas menyampaikan tuntutannya yang berisikan:HTN Lampung2

  1. Melaksanakan agenda reforma agrarian denga redistribusi lahan yang berkeadilan gender sesuai amanat UU PA no 5 yang belum tuntas
  2. Melepaskan diri dari dominasi word bank,IMF,bank pembangunan asiadalam menanggulangi kemsikinan dan eksploitasi sumber daya alam
  3. Melepaskan diri dari WTO yang membuat ketergantungan Indonesia atas impor produk pertanian
  4. Mencabut semua kebijakan yang memperlancar pivatisasi dan liberasisasi serta diskriminasi perempun serta diskriminasi perempuan dan eksploitasi perempuan
  5. Menolak ketergantungan hutang luar negeri dngn mendesak adanya pengahpusan utang luar negeri
  6. Kembalikan kedaulatan pangan perempuan

Aceh
HTN AcehBanda Aceh, 22 September 2015. Memperingati Hari Tani Nasional di tahun 2015 ini, Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh melakukan aksi melalui media sosial yang mengajak masyarakat khususnya perempuan untuk menyikapi berbagai kebijakan negara yang tidak adil terhadap perempuan, sehingga Pemerintah tidak lagi mengabaikan kepentingan perempuan dalam pengelolaan agraria.

Palu
HTN PaluPalu, 25 September 2015. Memperingati Hari Tani Nasional ke-55 pada tanggal 24 September 2015 : Solidaritas Perempuan Palu bersama petani laki-laki dan perempuan petani Desa Solowe Kabupaten Sigi Biromaru sulawesi Tengah menyerukan kepada Pemerintah :
1. Wujudkan Reforma Agraria Berkeadilan Gender.
2. Laksanakan UU No. 5 Tahun 1960 tentang pokok-pokok Agraria
3. Kembalikan Kedaulatan Pangan Perempuan
4. Hentikan Alih Fungsi Lahan Pertanian untuk Kepentingan Modal
5. Menolak Kebijakan Impor Pangan yang memiskinkan perempuan dan petani
6. Menolak Kebijakan-kebijakan Liberalisasi Sumber Agraria di Sektor :
(Pertanahan, Perkebunan, Pertanian, Pertambangan, Kehutanan, Kelautan/Reklamasi Pesisir Pantai, dan berbagai Pembangunan proyek Infrastruktur yang memiskinkan Rakyat, Petani dan Perempuan)

Padang
HTN padang1Anggota SP di Padang memperingati Hari Tani Nasional tahun ini dengan melakukan serangkaian diskusi dengan perempuan petani di 3 kecamatan (Kecamatan Pauh, Kuranji dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung) pada 15-17 September 2015 mengenai pentingnya perempuan untuk bersuara atau menyuarakan persoalan perempuan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber agraria terutama dalam hal produksi pangan. Di dalam diskusi terangkat mengenai persoalan dan ketidakadilan yang dialami perempuan pengelolaan sumber-sumber agrarian, antara lain terkait system kepemilikan dan pengelolaan lahan pertanian, diskriminasi upah buruh tani, dan alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan skala besar. Rangkaian diskusi ini dilanjutkan dengan talkshow di Radio Padang FM yang melibatkan anggota-anggota SP di Padang dan perempuan komunitas pada 25 September 2015 untuk mengangkat dan menyampaikan berbagai persoalan perempuan terkait pengelolaan sumber-sumber agraria dan tuntutannya kepada publik.

Sumbawa
HTN SumbawaSumbawa, 22 September 2015. Memperingati Hari Tani Nasional ke-55, Solidaritas Perempuan Sumbawa melakukan aksi dengan berjalan sambil membawa Spanduk serta membagikan Selebaran ”Reforma Agraria Berkeadilan Gender”. Pada pelaksanaan aksi hari tani tersebut, SP Sumbawa melakukan pembagian selebaran yang di pusatkan dijalan protocol hasanudin .tuntutan yang disuarakan dalam aksi itu lebih banyak terkait dengan UU PA dalam penerapan pola pembangunan masyarakat menajdi tahu dan pemerintah memperhatikan persoalan perempuan dan agrarian.

Mataram
HTN MataramLombok, 28 September 2015. Solidaritas Perempuan Mataram memperingati Aksi Hari Tani Nasional bersama dengan jaringan antara lain FMN, FPR, AGRA, WALHI serta perwakilan petani dari lombok Utara dan Petani Lombok Selatan. Aksi ini diikuti oleh sekitar 100 orang.

Rute Aksi dimulai dari Arena Budaya Unram Lama melewati Simpangan Bank Indonesia (BI), di mana mulai melakukan orasi dari masing2 perwakilan lembaga, kemudian menuju Kantor Gubernur. Di kantor Gubernur dilakukan Orasi Lagi oleh perwakilan masing-masing Lembaga dan menyampaikan pernyataan sikap dan tuntuan kepada Pemerintahan  Jokowi – JK melalui Pemerintah Provinsi NTB (TGH. Zainul Majdi – M.Amin), dengan isi tuntutan sebagai berikut :

  1. Hentikan perampasan Lahan Rakyat untuk kepentingan infrastruktur
  2. Stop perampasan lahan-lahan ulayat/Adat
  3. Hentikan Ekplorasi pertambangan di NTB
  4. Stop Alih fungsi lahan pertanian untuk bangunan di perkotaan
  5. Hentikan pengerukan pasir di lombok timur dan lombok barat untuk reklamasi teluk benoa
  6. Usir PT TWBI dari NTB
  7. Pemerintah harus memberikan solusi untuk mengatasi kekeringan yang terjadi di NTB
  8. Stop monopoli biaya produksi pertanian
  9. Berikan jaminan yang layak atas hasil produksi pertanian
  10. Berikan kebebasan berekspresi dan berorganiasi bagi rakyat
  11. Realisasikan anggaran pendidikan 20% murni untuk sektor pendidikan
  12. Stop privatisasi air di NTB

Palembang
HTN PalembangPalembang, 28 September 2015. Memperingati Hari Tani Nasional dan 55 tahun UUPA, Solidaritas Perempuan Palembang bersama perempuan Ogan Ilir dan Serikat Petani Sriwijaya (SPS) serta Walhi Sumsel yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Petani. Peserta aksi terdiri dari sekitar 500 orang, perempuan dan laki-laki. Aksi diawali dengan orasi dari beberapa perwakilan organisasi SPS, Walhi dan SP. Kemudian dilanjutkan dengan orasi dari perwakilan petani dari Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir (OI), dan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Dalam aksinya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Petani mendesak untuk:

  1. Penuhi legalisasi hak atas tanah petani Desa Merbau (OKU) dan Desa Simpang Bayat (Muba),
  2. Selesaikan konflik-konflik agraria petani desa Seri Bandung, Desa Betung, Kabupaten Ogan Ilir dengan PTPN VII Cinta Manis,
  3. Optimalkan infrastruktur area pertanian rawa Desa Sungutan Air Besar, Desa Rambai, dan Desa Perigi, Desa Talang Nangka Kabupaten OKI menjadi area pertanian produktif,
  4. Bebaskan areal kelola petani desa perigi, Desa Talang Nangka, Desa Rambai dan Desa Sungutan Air Besar dari Kawasan Hutan,
  5. Penuhi peningkatan harga karet di tingkat petani,
  6. Penuhi akses reforma permodalan, teknologi, sarana produksi pertanian untuk peningkatan kesejahteraan petani,
  7. Laksanakan pembaruan agraria sejati yang berkeadilan gender.

Aksi yang dilakukan di depan kantor DPRD Propinsi Sumatera Selatan tersebut, disambut oleh beberapa perwakilan DPRD Propinsi yang kemudian meminta dialog langsung dengan 15 perwakilan Koalisi. Dalam dialog disepakati beberapa hal: 1) DPRD akan mengundang perwakilan dari SP Palembang, SPS, dan Walhi serta perwakilan petani dari berbagai kabupaten yang ikut dalam aksi tersebut secepatnya di atas tanggal 4 Okt, 2) DPRD akan mempertemukan perwakilan teserbut dengan komisi I dan Komisi II DPRD (yang membawahi kehutanan, pertanahan dan perkebunan), 3) DPRD juga akan mengundang pihak Pemerintah terkait seperti Perkebunan, Kehutanan dan BPN. melakukan aksi bersama di depan DPRD Propinsi Sumatera Selatan yang kemudian dilanjutkan dengan berdialog dengan anggota DPRD.

Translate »