Liputan Solidaritas Perempuan Pada Peringatan Hari Tani Nasional 2014

Petani, perempuan maupun laki-laki, telah menjadi kaum yang masih terpinggirkan hingga kini. Tanah atauLahan sebagai sumber kehidupan petani terus tergusur dan digusur oleh negara dan perusahaan-perusahaan. Tergusurnya petani atas tanah atau lahan pertanian mereka memaksa petani untuk keluar dari kampungnya mencari sumber penghidupan lain, beralih profesi, bermigrasi ke kota maupun ke luar negeri. Tidak sedikit pula petani yang akhirnya menjadi buruh di tanahnya sendiri.

Permasalahan yang dialami petani, baik perempuan maupun laki-laki, bisa saja sama, namun situasi yang dialami perempuanberbeda. Pembatasan akses dan kontrol perempuan atas penguasaan lahan oleh negara  menjadi salah satu penyebabnya. Pembatasan akses dan kontrol terhadap perempuan atas penguasaan lahan, tidak terlepas dari kebijakan negara yang telah memberikan peluang penguasaan sumber-sumber pertanian termasuk lahan  untuk dikuasai oleh perusahaan.

Penguasaan sumber pertanian oleh perusahaan telah menghilangkan sistem pengelolaan pangan perempuan petani, termasuk menguatnya konflik lahan. Walaupun perempuan dan laki-laki memiliki peran produktif dalam pertanian, namun pengakuan atas peran perempuan dalam sistem pengelolaan pangan belum terjadi.  Ini terlihat pada pengalaman perempuan di wilayah kerja Komunitas SP, dimana pelibatan perempuan petani dalam rapat pengambilan keputusan sangat minim. Perempuan sangat minim diinformasikan maupun dilibatkan dalam menentukan hak pengelolaan atas tanahnya. Sehingga pandangan perempuan tidak termasuk sebagai dasar pengambilan keputusan dan kebutuhan serta kepentingan perempuan tidak dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan tersebut.  Padahal pengetahuan dan pengalaman perempuan sangat mempengaruhi  pertanian tradisional yang menjaga lingkungan, berkelanjutan dan sesuai dengan kearifan lokal. Perempuan jugalah yang memiliki keterikatan kuat dengan tanah, air dan sumber daya alam lainnya beserta keberlanjutannya

Situasi ini tidak terlepas dari budaya partiarkhi yang diperkuat dengan peran negara dan perusahaan telah berdampak pada ketimpangan dan ketidakadilan bagi perempuan dalam pengelolaan sumber pangan, termasuk pengelolaan lahan.  Disisi lain, perempuan ‘dipaksa’ untuk menemukan berbagai inisiatif untuk tetap dapat mempertahankan sumber-sumber pangannya.  Namun, upaya mempertahankan tanah tersebut kerap menimbulkan kekerasan dan intimidasi terhadap perempuan.

Dalam memperingati Hari Tani Nasional, 24 September 2014, Solidaritas Perempuan (Nasional dan Komunitas SP), kembali menyuarakan reforma agraria berkeadilan gender dan mengembalikan sistem pengelolaan pangan kepada perempuan, termasuk pengelolaan tanah.  Peringatan Hari Tani Nasional dilakukan di beberapa wilayah, diantaranya Jabotabek, Sumbawa, Yogyakarta,  Kendari, Palu, dan Poso, juga melibatkan langsung perempuan petani, buruh tani, maupun perempuan pengolah hasil pertanian, termasuk perempuan pejuang agraria yang terus berupaya memperjuangkan akses dan kontrol perempuan atas tanah dan pengelolaan mata rantai pangan

———————————————————————————————
SP Jabotabek – Bazaar Pangan Lokal
Tema : Kembali Ke Pangan Lokal

sp jbk1Salah satu permasalahan yang banyak dialami perempuan akar rumput di Jabotabek adalah semakin hilangnya lahan pertanian dan perkebunan, karena dijadikan lokasi perumahan atau pembangunan.  Alih fungsi  lahan tersebut telah berdampak pada semakin sulit warga, khususnya perempuan mengakses pangan lokal, seperti beras lokal,  ubi, dan singkong di lahan sendiri. Pada akhirnya banyak warga yang akhirnya beralih dari pangan lokal ke makanan cepat saji. Karena itulah momentum Hari Tani Nasional ini digunakan SP Jabotabek untuk mengkampanyekan “Kembali Ke Pangan Lokal” dengan  menggelar Bazar Pangan Lokal.

Bazar Pangan Lokal, dilaksanakan di Kampung Pondok Manggis RT. 03/01 Desa Bojong Baru  kec Bojonggede  – Bogor. Acara yang dimulai pukul 09.00  WIB ini menghadirkan berbagai  sajian  pangan lokal di antaranya singkong, yang diolaht menjadi beberapa macam panganan, ubi yang dibuat kolak biji salak, kroket  dan beberapa pangan dengan bahan dasarnya adalah kentang dan jagung.

Pangan lokal dalam bazaar ini  diproduksi dan diolah langsung oleh  anggota SP Jabotabek yang berasal dari  Bojong Gede – Bogor dan Rawa Badak- Jakarta Utara. Acara ini dihadiri oleh 130 orang pengunjung, baik warga di 2 desa tersebut, maupun dari desa lainnya. Selain itu, ada juga perlombaan menggambar pangan lokal untuk  anak- anak usia 5 sampai 10 tahun. Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk kembali ke pangan local dan mengkampanyekan hasil pertanian dalam negeri serta produk-produk pangan rumahan yang mayoritasnya dilakukan oleh perempuan.

———————————————————————————————
SP Sumbawa – Lomba Karikatur “Lingkungan, Tambang dan Perempuan”
Tema : “Tambang, Penghancur Sumber-Sumber Pertanian Perempuan”

sp sumbawa1Dalam rangka Hari Tani Nasional, SP Sumbawa telah  menyelanggarakan perlombaan karikatur dengan tema”Lingkungan, Tambang, dan Perempuan”. Proses perlombaan mulai dibuka sejak tanggal 9 -22 September 2014. Penilaian dewan juri dilakukan pada tanggal 23 September 2014, dimana penilaian/seleksi didasarkan pada sejauhmana karikatur dapat menggambarkan pesan tentang dampak pertambangan terhadap lingkungan dan kehidupan perempuan, termasuk dampaknya pada lahan pertanian.  Hasil dari seleksi tersebut diumumkan pada tanggal 24 September 2014.

Kegiatan ini telah diikuti oleh 25 orang peserta. Peserta diikuti oleh siswa SMA dan mahasiswa. Dewan juri berasal dari akademisi, anggota DPRD,  dan aktivis lingkungan (SP).

sp sumbawa2Gambar-gambar dari para peserta juga dipergunakan sebagai media kampanye kepada masyarakat dan pemerintah tentang bahayanya tambang terhadap kehidupan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan, utamanya perempuan.Dewan juri mengapresiasi SP Sumbawa yang telah menyelengarakan kegiatan tersebut,  mereka berpendapat bahwa kegiatan ini bagus untuk dilakukan ditahun-tahun selanjutnya,  karena mengenalkan bahayanya tambang bagi masyarakat khususnya perempuan dan membangkitkan kreatifitas pada generasi muda.

Pada kesempatan Hari Tani Nasional ini, SP Sumbawa menyuarakan bahwa eksploitasi sumber daya alam, khususnya tambang, telah mengkonversi lahan pertanian rakyat dan berdampak pada hilangnya sumber-sumber produksi pertanian lokal  serta menambah beban perempuan. Sehingga, Pemerintah harus segera menghentikan pengeluaran izin pertambangan dan memulihkan kondisi social dan lingkungan rakyat dari dampak aktivitas pertambangan di Sumbawa.

———————————————————————————————
SP Kinasih – Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik
Tema : “Pupuk Organik Sebagai Perlawanan Atas Pupuk Kimia”

sp kinasihDalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, Solidaritas Perempuan Kinasih kembali menyuarakan perlawanan atas pupuk kimia dengan mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik yang ramah lingkungan yang diikuti oleh Kelompok Perempuan Tani di Cokrobedok Yogjakarta. SP Kinasih menyelenggarakan Pelatihan pembuatan pupuk organik dengan tujuan untuk perlawanan dan menghentikan penggunaan pupuk kimia, dan menegakkan keadilan perempuan dalam menentukan kedaulatan pemilihan bibit yang akan ditanam.

Dua puluh perempuan petani ini dengan semangat mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik yang di fasilitatori oleh Burhan Marwanto salah satu anggota SP Kinasih Yogyakarta yang sudah lama berkecimpung dan sukses dalam bidang pertanian dan pemasaran. Tidak hanya ketrampilan, tetapi dalam pelatihan tersebut juga mendiskusikan mengenai penyebab dan akibat adanya pupuk kimia terhadap tanah.  Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong penguatan sekaligus pengakuan atas peran-peran perempuan pada kerja-kerja produktif dalam pengelolaan pertanian rakyat serta mendorong penggunaan pupuk organik.

———————————————————————————————
SP Sintuwu Raya Poso – Hearing dan Talkshow Radio Perempuan Buruh Sawit
Tema : “Hilangnya Lahan Pertanian Akibat Perkebunan Kelapa Sawit”

sp poso1Dalam rangka memperingati hari Tani Nasional, SP Sintuwu Raya Poso bersama dengan 12 perwakilan perempuan dari 3 Desa; yaitu desa Pancasila, Olumokunde, dan Kamba melakukan Talk Show Radio dan Hearing ke Disnakertrans terkait dampak dari ekspansi perkebunan Kelapa sawit yang perempuan rasakan di desa masing-masing.

Dalam Talk show radio ini,  perwakilan perempuan ini menyuarakan permasalahan mereka mengenai konflik lahan dan alih fungsi lahan yang mengakibatkan banyak petani harus kehilangan lahan pertanian dan terpaksa menjadi buruh di perusahaan.  Kegiatan yang dilanjutkan dengan hearing ke Disnakertrans, kemudian dimanfaatkan oleh perwakilan perempuan buruh tani dari 3 desa tersebut untuk menyampaikan permasalahan mereka terkait perusahaan sawit di wilayah mereka.  Respon positif ditunjukan oleh pemerintah terkait, walaupun sp poso2menurut para perempuan petani ini, jawaban pemerintah belum mengakomodir keinginan mereka. Namun, pasca pelaksanaan hearing, instansi terkait langsung melakukan koordinasi secara langsung dengan pihak perusahaan. Banyak respon yang ditujukan kepada Buruh perempuan yang hak-haknya juga belum dipenuhi oleh perusahaan. Rangkaian kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye mereka tentang dampak perkebunan sawit yang mengkonversi lahan pertanian rakyat dan juga advokasi mereka untuk penyelesaian konflik antara warga dengan perusahaan, termasuk permasalahan buruh sawit.

———————————————————————————————
SP Kendari – Aksi Rally ke BPN RI Wilayah Sultra
Tema : “Segera Laksanakan Reforma Agraria Berkeadilan Gender”

sp kendari1Dalam peringatan Hari Tani Nasional, Solidaritas Perempuan (SP) Kendari bergabung bersama Front Rakyat Untuk Pembaruan Agraria (FRPA) Sulawesi Tenggara melakukan aksi di depan BPN RI Wilayah Sultra, menuntut Pemerintahan Jokowi-JK untuk menjalankan reforma agraria sejati sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No. 5 Tahun 1960, membentuk Kementerian agraria sebagai pembantu presiden melaksanakan reforma agraria dengan memasukan soal tata penguasaan, sektoral, administratif, dan spasial di bidang kehutanan, pertanahan, pertanian, perikanan, kelautan dan energy, membentuk kelembagaan pelaksana reforma agrarian membentuk komisi ad hoc di bidang konflik agraria untuk mengkanalisasi dan mencari objek tanah yang berpotensi didistribusikan kepada rakyat dan menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh, serta  Mendesak BPN RI untuk segera menertibkan tanah-tanah bermasalah di lokasi HGU, dan bagi Pemerintah daerah untuk segera mengakhiri dan menghentikan ekspansi perkebunan-perkebunan bermotif agunan di Sulawesi Tenggara.

Peserta aksi diterima langsung oleh Kepala Dinas BPN provinsi Sultra, yang mana Kepala Dinas tersebut justru menambahkan agar mendesak dibentuknya Peradilan Agraria serta merekomendasi agar demonstran melihat langsung data izin perkebunan yang terdata di BPN Sultra dan menghimbau agar bersama-sama mengawal izin HGU di Sultra.

———————————————————————————————
SP Palu – Aksi Eva Bande, Perempuan Pembela Hak Petani
Tema : “ Hentikan Kriminalisasi Terhadap Perempuan Pembela HAM, Bebaskan Eva Bande”

sidang bande4Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional yang bertepatan dengan digelarnya sidang keempat Peninjauan Kembali kasus Eva Bande, ratusan massa aksi di depan Pengadilan Negeri Luwuk menuntut pembebasan Eva, yang merupakan perempuan pejuang agraria yang divonis 4 tahun penjara dengan jeratan pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Ratusan massa ini terdiri dari gabungan serikat tani dari Desa Piondo, Singkoyo, dan Moilong bersama dengan mahasiswa dan aktivis dari berbagai organisasi, antara lain Solidaritas Perempuan Palu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), PRD, PRP dan KAMMI. Rute aksi di mulai dari Kantor Bupati Banggai, kantor DPRD Banggai, Badan Pertanahan, Kejaksaan dan berakhir di  Pengadilan Negeri Luwuk Banggai.

Pada aksi kali ini, massa menuntut  keadilan terhadap petani dan aktivis pejuang agrarian yang dikriminalisasi. Sidang peninjauan kembali kasus Eva Bande yang digelar bertepatan dengan Hari Tani Nasional ini seperti memperlihatkan ironi dari perjuangan tiada akhir dari kaum tani melawan penindasan. Setelah 54 tahun berlalu sejak ditetapkannya UU Pokok Agraria pada 24 September 1960 lalu, tanah petani justru semakin sempit dirampas oleh negara dan perusahaan. Padahal UU tersebut lah mendorong dilakukannya pendistribusian tanah untuk rakyat, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan, negara yang seharusnya menjamin hak mereka, justru terus melakukan kriminalisasi terhadap petani dan aktivis yang memperjuangkan tanah dan sumber kehidupan kaum tani, yang mana salah satunya adalah Eva Bande. Eva bersama 23 petani dikriminalisasi karena memperjuangkan tanah petani Toili, Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah yang dirampas oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) dan PT Berkat Hutan Pusaka (BHP).

Aksi ini diharapkan dapat memicu penghentian kriminalisasi terhadap petani dan aktivitis pejuang agraria yang hingga saat ini masih terus memperjuangkan hak-haknya atas tanah dan pengelolaan sumber daya alam yang terampas akibat aktivitas pembangunan dan investasi, serta langkah konkret pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria dan memenuhi hak warga negaranya atas sumber-sumber kehidupan.

Translate »