Jakarta 1 Mei 2017 Solidaritas Perempuan kembali melakukan aksi turun ke jalan melakukan Long march dari Sarinah menuju istanan Negara bergabung bersama Komite Aksi Perempuan. Aksi ini dilakukan dala rangka Hari buruh internasional yang kembali harus diperingati dalam situasi penuh keperihatinan terhadap nasib yang dialami oleh perempuan buruh yang terus mengalami penindasan dan pemiskinan sistematis.
Karenanya, pada peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini Solidaritas Perempuan kembali menyuarakan pentingnya pemerintah untuk serius melindung perempuan buruh di berbagai sektor, termasuk di dalamnya perempuan buruh migran, pekerja rumah tangga, buruh perkebunan kelapa sawit, buruh tani, serta buruh perikanan.
Aksi diikuti oleh sekitar 200 orang dari berbagai elemen yang tergabung didalam Komite Aksi Perempuan Indonesia dengan membawa berbagai macam poster yang berisikan tuntututan dan keresahan terhadap situasi yang dialami Perempuan buruh di Indonesia. Pada aksi ini, Solidaritas Perempuan menyuarakan situasi yang dialami perempuan. Ekspansi perkebunanan kelapa sawit, orientasi pertanian agribisnis, pembangunan infratruktur, serta privatisasi pesisir telah mengakibatkan hilangngnya akses perempuan petani dan perempuan pesisir atas tanah dan sumber kehidupannya, sehingga terpaksa menjadi buruh. Hal ini disampaikan lewat poster-poster yang bertuliskan Segera keluarkannya kebijakan yang melindungi perempuan buruh tani, buruh perkebunan dan buruh perikanan. SP juga menyuarakan juga bagaimana situasi yang dialami oleh perempuan buruh akibat Keterlibatan aktif pemerintah dalam agenda globalisasi yang dikendalikan perusahaan dan pemilik modal dalam poster yang dipegang peserta aksi dengan tertulis pesan Akibat perdagangan bebas Negara berlomba-lomba terjun bebas dalam perlindungan buruh #NoRCEP.
Sementara, perlindunagan yang minim dari pemerintah bahkan hampir tak diterima dan dirasakan oleh perempuan buruh. Hal ini terlihat bagaimana saat ini perempuan buruh baik di perkebunan sawit, perempuan buruh tani, perempuan buruh perikanan dan perempuan buruh migran sering kali mengalami kekerasan, pelanggaran hak, bahkan menjadi korban kriminalisasi. Perempuan buruh migran misalnya, alih-alih mendapatkan kebijakan perlindungan yang komprehensif, pemerintah justru mengeluarkan Kemenaker 260/2015 yang diskriminatif dan melanggar hak perempuan buruh migran.
Dalam orasinya, Risca Dwi Ambarsari yang mewakili Solidaritas Perempuan menyampaikan “pemenuhan keadilan dan perlindungan bagi perempuan buruh migran harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah. Pemerintah harus meratifikasi Konvensi ILO 189 (tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga-red) karena diratifikasinya Konvensi ini dapat menjadi roh RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta pemenuhan keadilan dan perlindungan bagi perempuan buruh disektor lainya.” Pesan tuntutan juga disampaikan oleh Solidaritas Perempuan Jabotabek yang menyampaikan situasi dan kondisi yang dialami perempuan melalui peampilan teater anggrek ungu.
Sayangnya, aksi yang rencannya akan dilakukan mulai Hotel Indonesia menuju istanan Negara terpakasa berubah akibat adanya pelarangan melakukan aksi di sekitaran Hotel Indonesia. Tak hanya itu, jalan menuju istana juga ditutup dengan aparat, kawat berduri, hingga water canon. Situasi ini menurut Kordinator Program Solidaritas Perempuan Nisa Yura “menunjukkan pemerintah hari ini membuat jarak dengan rakyatnya yang hanya ingin berbicara dan menyampaikan aspirasi dengan damai.” Namun situasi ini sama sekali tak menyurutkan semangat massa aksi yang terdiri dari Perempuan pekerja rumah tangga, perempuan buruh migran dan perempuan dari komunitas untuk tetap melanjutkan aksi. Tak hanya di Jakarta May Day 2017 juga diperingati di Makkasar http://www.solidaritasperempuan.org/may-day-aksi-damai-gerak-buruh-di-makassar/
Oleh : Ega Melindo