Mantangai hulu, 24 September 2014. Khawatir dirampas kembali lahannya oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, sebanyak 63 masyarakat yang terdiri dari 30 perempuan dan 33 laki – laki kembali melakukan aksi pendudukan lahan. Sejak tahun 2012, lahan pertanian masyarakat Sei Hambie telah di tanami sawit oleh PT Usaha Handalan Perkasa (UHP) tanpa memberikan uang ganti rugi dan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Pada tahun 2013, kembali masyarakat melakukan protes dengan menduduki lahan dan mencabuti bibit sawit yang telah ditanam oleh PT UHP, tersebut selain itu masyarakat mendatangi kantor kecamatan Mantangai untuk melakukan aksi menolak PT UHP. Namun aksi tersebut tidak membuahkan hasil.
Aksi kembali dilakukan melalui pendudukan lahan dan berhasil merebut kembali lahan yang telah dirampas oleh PT UHP. Namun Meski lahan tersebut telah berhasil diduduki oleh masyarakat, mereka tetap khawatir jika PT UHP akan kembali merampas lahan tersebut karena lahan tersebut masih berdekatan dengan lahan yang kini masih dikelola oleh PT UHP sebagai perkebunan sawit.
Pada aksi kali ini, masyarakat membuat parit di Sei Hambie untuk membatasi lahan yang sudah diduduki sebelumnya oleh masyarakat, batas tersebut berbatasan dengan sei Rangas lahan yang masih dikelola oleh UHP. Parit yang dibuat diantara sei Hambie dan sei rangas ini bertujuan untuk membatasi PT UHP supaya tidak lagi masuk kelahan yang telah diduduki oleh masyarakat sebelumnya. Masyarakat yang terdiri dari perempuan dan laki – laki tersebut bekerjasama dalam membuat parit. Aksi yang dilakukan mulai jam 7. 00.wib – 13.00 wib ini bertempat di sungai hambie. Sebelum melakukan aksinya, masyarakat terlebih dahulu, mengirimkan surat kepada pihak PT UHP untuk memberitahukan bahwa akan dilakukan aksi dalam memperingati hari tani dan meminta bertemu dengan pihak PT.UHP. Namun tidak ada dari pihak PT UHP yang datang menerima masyarakat dalam aksi tersebut.
Selain menyanyikan lagu Indonesia raya, dalam aksinya, 30 perempuan juga orasi yang ditujukan tuntutannya kepada pihak perusahaan sawit PT UHP dan pemerintah Daerah. “Bapak Bupati dan Bapak gubernur kalimantan tengah,mengapa kami dijadikan boneka, dengan banyaknya proyek dan perusahaan masuk kedesa kami, dengan masuknya sawit keladang kami, kemana lagi kami mencari tempat penghidupan. Kemana lagi kami orang kecil mencari sumber pangan dan bagimana dengan keberlanjutan anak cucu kami, jika lahan dan ladang kami, terus digadaikan…”, Ucap, misnah , salah seorang perempuan peserta aksi dengan lantang. “ Meluh ela merebut petak itah. Awi petak itah tuh, warisan bara nenek moyang itah “, teriak perempuan lainnya. Meski tidak ada bupati dan gubernur ditempat aksi, ibu Sri tetap melakukan orasi sebagai bentuk kekecewaannya terhadap pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat. Dengan melakukan aksi membuat parit ini, harapan masyarakat desa mantangai PT UHP tidak lagi mengambil lahan yang telah diduduki.
Demi mempertahankan wilayah kehidupan mereka, para perempuan ini dengan semangat turut melakukan aksi bersama masyarakat karena telah merasakan bagaimana dampak dari perkebunan sawit yang masuk ke wilayah mereka. Bagaimana dengan terampasnya lahan masyarakat, beban perempuan menjadi meningkat dengan hilangnya sumber ekonomi mereka dan sulitnya mendapatkan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari yang biasa diakses oleh perempuan di wilayah hutan. (Wnd)