Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalimantan Tengah
Palangka Raya, 13 Agustus 2019. Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalimantan Tengah mendesak kepada pemerintah untuk segera bertindak nyata dalam menyelesaikan akar permasalahan dan menangani dampak kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Saat ini, kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Kalimatan Tengah dan berdasarkan pantauan air visual, indeks kualitas udara di Palangka Raya per 6 agustus 2019 telah mencapai angka 316 dengan jumlah polutan berbahaya yang meningkat. Angka tersebut masuk kedalam katagori level puncak (hazardous) dari kualitas udara yang paling berbahaya. Kondisi yang demikian meningkatkan risiko penyakit bagi masyarakat, terutama perempuan, anak–anak dan kelompok rentan lainnya. Data poliklinik RSUD Doris Sylvanus ada 137 orang yang rawat jalan dan 98 orang yang rawat inap akibat infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Selain ISPA yang banyak menelan korban, aktivitas masyarakat pun terganggu dengan adanya kabut asap. Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, telah merespon situasi ini dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 623/DLH/2019 yang berisi himbauan kepada masyarakat dalam rangka antisipasi terhadap dampak asap di provinsi Kalimantan Tengah. Pada himbauan ini Gubernur mengakui bahwa indeks standar pencemar udara dalam kategori yang tidak sehat dan bersifat merugikan manusia. Namun langkah yang disebutkan hanya menyasar pada perilaku masyarakat tanpa menyebutkan langkah-langkah nyata dan signifikan untuk menyelesaikan akar permasalahan maupun menangani dampak kebakaran hutan dan lahan.
Bencana kebakaran hutan dan lahan tidak pernah ditanggapi serius oleh Pemerintah pusat maupun daerah. Negara cenderung melihat bencana ini, sebagai bencana yang rutin terjadi, tanpa secara serius mencari dan menyelesaikan akar permasalahannya. Kebakaran lahan ini disinyalir, salah satunya akibat pembakaran yang sengaja dilakukan perusahaan sawit. Walaupun sudah ada beberapa nama perusahaan yang disinyalir melakukan pembakaran lahan, namun saat ini belum ada tindakan yang signifikan dari pemerintah untuk mengusut tuntas pelaku pembakaran lahan. Selain itu, pemerintah masih tetap mengeluarkan izin–izin perkebunan sawit. Saat ini, sekitar 1,6 juta hektar perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah dikuasai oleh 183 perusahaan yang berkontribusi terhadap degradasi lahan gambut, sehingga fungsi “sponge” alami dari gambut menjadi hilang. Sawit yang rakus air membuat gambut kering dan mudah terbakar. Terbukti dari titik api banyak ditemukan dilahan konsesi perkebunan bukan di lahan masyarakat[1].
Dampak kebakaran hutan di Indonesia yang terjadi di tahun 2015 yang telah banyak merenggut korban, terutama perempuan dan anak seharusnya menjadi pelajaran penting bagi negara. Kebakaran hutan itu telah menyebabkan kabut asap pekat tidak hanya di Kalimantan Tengah, tetapi di beberapa wilayah di Indonesia, terutama Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kabut asap juga menyebar ke sejumlah daerah di sekitar 6 provinsi tersebut. Di Sumatera, kabut asap menyelimuti 80 persen wilayahnya. Paling tidak sebanyak 25,6 juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan[2]. Saat itu, kebakaran hutan yang terjadi tidak mendapat respon serius dari pemerintah, sehingga menyebabkan berjatuhannya korban. Korban yang menderita penyakit ISPA mencapai 66.234 jiwa, disusul infeksi kulit 4.857 jiwa, kemudian infeksi mata 3.693 jiwa, asma, 3.073 jiwa dan Pneumonia 1.076 jiwa[3]. Selain itu, kebakaran hutan ini juga telah membakar tanah-tanah warga, yang menyebabkan masyarakat, khususnya perempuan harus kehilangan mata pencaharian mereka.
Hingga pada tahun 2015, sejumlah masyarakat mengajukan Gugatan Warga Negara atas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan Tengah. Pada tingkat Pengadilan Negeri, hakim memutuskan bahwa para Tergugat (Presiden Jokowi, Menteri LHK, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah dan DPRD Kalimantan Tengah) telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan terlanggarnya hak rakyat. Putusan ini dikuatkan kembali oleh Mahkamah Agung setelah kasasi yang diajukan oleh Presiden dkk ditolak pada bulan 16 Juli 2019 lalu.
Sayangnya, putusan pengadilan belum menggerakkan negara untuk mengambil tindakan yang serius untuk pencegahan maupun mengatasi kebakaran hutan tersebut. Hal ini menyebabkan kebakaran hutan terus terjadi hingga hari ini. Untuk mencegah berjatuhannya korban akibat adanya kebakaran hutan seperti yang terjadi tahun 2015 lalu, maka Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng menuntut Pemerintah untuk :
- Segera melakukan langkah konkret penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta dampak yang muncul termasuk kabut asap.
- Menurunkan tenaga medis dan menyediakan obat-obatan ke pelosok-pelosok pasca peristiwa kebakaran hutan dan lahan, untuk melakukan pemulihan korban, terutama perempuan dan anak, serta melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman, jika dibutuhkan.
- Melakukan investigsi untuk mengusut tuntas perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan.
- Menghentikan izin-izin baru perusahaan sawit skala besar.
- Melakukan pemulihan ekonomi masyarakat, perempuan maupun laki-laki yang lahannya ikut terbakar.
- Menjalankan Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas perkara Gugatan Warga Negara tentang Kebakaran Hutan dan Lahan.
Palangkaraya, 13 Agustus 2019
Winda Febiana
Ketua Badan Eksekutif Komunitas
Solidaritas Perempuan Mamut Menteng (Kalimantan Tengah)
Kontak: 0812 5311 0627, winda.febiana@gmail.com
————————————————
[1] Data WALHI juli 2019
2 Print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darurat” http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darurat
[3] http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/21/206711729/korban-kabut-asap-riau-sudah-78-ribu-orang)