Menjelang ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) ke 10: Menuju Pencapaian Pekerjaan yang Layak untuk Pekerja Rumah Tangga di ASEAN

 

Oleh: Amalia Sarah        

Jakarta, 04 Oktober 2017, Solidaritas Perempuan (SP)  merupakan delegasi CSO dari Indonesia yang akan hadir di AFML 10, telah melakukan berbagai kegiatan advokasi selama hampir 27 tahun guna mewujudkan perlindungan hak-hak para pekerja migran domestik yang sampai sekarang masih diabaikan. Forum ASEAN satu-satunya yang melibatkan masyarakat sipil dan serikat pekerja ini  akan diadakan di Filiphina pada 23-27 Oktober 2017 dan memiliki 2 sub-tema yaitu: 1) standar Internasional dan nasional untuk perlindungan pekerja rumah tangga migran; dan 2) implementasi kebijakan dan layanan pendukung.

Menjelang pertemuan tersebut, perwakilan pemerintah yang terdiri dari Kemenlu, KPPPA, BNP2TKI dan Kemenaker, APINDO, Serikat Pekerja serta CSO  yang peduli pada isu pekerja migran, hadir di dalam National Tripartite Preparation Meeting   the 10th AFML yang diselenggarakan di Jakarta.  Forum yang diadakan Kementerian Ketenagakerjaan yang difasilitasi oleh ILO ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyatukan pandangan stakeholders guna mewujudkan perlindungan dan promosi hak-hak pekerja migran domestik asal Indonesia secara maksimal khususnya bagi mereka yang bekerja dikawasan ASEAN. Pertemuan ini juga membantu  melaporkan rekomendasi AFML ke-9 serta memandu menuangkan masukan yang akan diberikan delegasi Indonesia di forum tersebut.

Risca Dwi Ambarsari, Ketua Divisi Perlindungan Perempuan Buruh Migran dan Keluarganya yang merupakan salah satu pembicara dalam National Tripartite Preparatory Meeting for the 10 th AFML, mengatakan bahwa, dari catatan dan pengalaman penanganan kasus-kasus yang ditangani SP, terdapat situasi dan kondisi yang membuat perempuan akhirnya terpaksa memilih  menjadi pekerja rumah tangga diluar negeri antara lain kemiskinan, budaya (stigma), pendidikan rendah/minimnya akses lapangan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, konflik bersenjata.” Selain dari kasus tersebut terdapat persoalan-persoalan lain yang dialami oleh PRT migran yaitu: pemiskinan perempuan, ketimpangan relasi kuasa, diskriminasi, kerentanan dan penindasan berlapis, mengalami pelanggaran hak sebagai PRT migran serta target perdagangan manusia.

Selain berbagi mengenai persoalan yang terjadi di lapangan, Risca juga menekankan rekomendasi masyarakat sipil Indonesia untuk   AFML 10, yaitu “mendorong pemerintah melakukan harmonisasi menyeluruh terhadap Konvensi Migran 1990, meratifikasi KILO 189 dan 181 serta melakukan perlindungan dari pra hingga purna penempatan.”

Yatini Sulistyowati, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI)  yang juga merupakan pembicara dalam forum tersebut  menyampaikan rekomendasinya terkait dengan perlindungan sosial yang selama ini merupakan permasalahan yang sangat rentan bagi PRT migran, “Perlu ada instrumen ASEAN tentang jaminan sosial bagi buruh migran dan keluarganya, Buruh migran dan anggota keluarganya berhak mendapatkan Jaminan sosial dimanapun dia berada dalam konteks ASEAN, Dibutuhkan posko pengaduan BPJS  di daerah asal dan Negara tujuan, Mekanisme pengawasan harus melibatkan tripartite plus.

Sementara, Sri Setiawati, yang merupakan perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja menyatakan komitemen bahwa pihak nya terus melakukan upaya guna perlindungan terhadap PRT, yaitu salah satu nya dengan membuat standard dalam perjanjian kerja yang harus diikuti oleh seluruh pemberi kerja, diantara nya dicantumkannya nama majikan, jangka waktu perjanjian kerja disampaikan kepada PRT, serta melalui penerjemahan perjanjian kerja ke Bahasa Indonesia.

Dari hasil rekomendasi yang telah disampaikan oleh pembicara dan peserta National Tripartite Preparatory Meeting for the 10 th AFML telah dicapai kesimpulan yang akan dibawa sebagai rekomendasi dari delegasi pemerintah Indonesia,antara lain: 1) Mengakui pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan di tingkat ASEAN dan menyadari perlindungan yang setara tanpa diskriminasi, 2) meratifikasi Konvensi Pekerja Rumah Tangga ILO, 2011 (No. 189) dan konvensi Penyalur Tenaga Kerja Swasta, 1997 (No.181); 3) Pengesahan Rancangan Undang-undang pekerja rumah tangga dan Rancangan Undang-undang migrasi tenaga kerja;  Selain itu, forum ini juga mengeluarkan rekomendasi untuk instrumen ASEAN yang mengikat secara hukum mengenai perlindungan migran; serta menjamin hak-hak PRT migran, melalui kontrak kerja standar, jaminan sosial, dan lain sebagainya.

Rekomendasi yang disampaikan oleh Solidaritas Perempuan (SP) dan Serikat Buruh tidak terlepas dari peranan organisasi-organisasi yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran (JBM) yang konsen pada perlindungan hak-hak pekerja migran, yang turut serta dalam mempersiapkan rekomendasi untuk disampaikan dalam AFML 10 di Filipina.

 

Translate »