Pembangunan pelabuhan MNP merugikan masyarakat: Perempuan pesisir dan nelayan tradisional mendatangi PT. Pelindo IV Kota Makassar

Siaran Pers untuk disiarkan segera
Solidaritas Perempuan Anging Mammiri

Makassar, 6 Februaari 2020. Sebanyak ±200 orang masyarakat pesisir (perempuan dan laki-laki) dari 3 kelurahan yakni kelurahan Tallo, Cambayya dan Buloa melakukan aksi damai di depan kantor PT.Pelindo IV cabang Kota Makassar. Aksi tersebut merupakan salah satu bentuk protes yang dilakukan oleh masyarakat khususnya perempuan karena tidak adanya/tanggapan dari pihak PT.Pelindo mengenai surat permohonan dialog dengan nomor surat : 064/SP-AM/BEK/I/2020 yang telah dimasukkan pada tanggal 22 Januari 2020 perihal permohonan dialog. Dialog tersebut merupakan salah satu rekomendasi yang dihasilkan pada saat rapat dengar pendapat yang menghadirkan stakeholder terkait dan difasilitasi oleh Komisi D DPRD Propinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 6 April 2019.

Protes  mengenai  reklamasi  pantai  untuk  pembangunan  pelabuhan  Makassar  New  Port  sejak  awal disuarakan penolakannya oleh masyarakat terlebih perempuan. hal ini dilakukan karena memiliki dampak buruk terhadap masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah tersebut. Pembangunan tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup, tapi juga merampas ruang kelola perempuan pesisir dan nelayan tradisional. “Sejak adanya ini pembangunan MNP pak, hidup kami sengsara. Kesulitan mendapat uang untuk belanja sehari- hari. Saya bersama suami dulu kalau saya ke laut bisa dapat 300.000-500.000/hari tapi sekarang semenjak ada itu pembangunan, 50.000 saja susah sekalimi didapat” ungkap ramlah/perwakilan perempuan pesisir dari Kelurahan Tallo.

Pembangunan pelabuhan Makassar New port yang akan mereklamasi laut seluas 1.428 Ha, dibagi kedalam paket A,B,C  dan  D  sudah  sejak  lama  direncanakan  oleh  Pemerintah  dan  sudah memiliki  izin. Pembangunan pelabuhan tersebut merupakan salah satu proyek strategi nasional yang dibangun diatas wilayah tangkap nelayan tradisonal dan tempat mencari kerang, kanjappang perempuan pesisir. Seluruh proses tahapan pembangunan pelabuhan juga dilakukan tanpa melibatkan masyarakat khususnya perempuan yang terdampak langsung. Dalam dialog yang dilakukan, I Made Herdianta selaku Sekretaris Perusahaan PT.Pelindo IV Cabang Makassar, mengatakan bahwa “Pembangunan pelabuhan MNP ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Pemerintah sejak tahun 1990, Pemerintah yang menunjuk lokasi kepada kami selaku pelaksana proyek dan sudah memiliki izin sesuai dengan prosedur perundang-undangan tapi tidak semua dokumen izin tersebut di buka ke Publik. Kalau proses melibatkan rakyat, apa gunanya ada Pemerintah. Kita akan selalu berdialog untuk mencari yang terbaik dan hasilnya adalah untuk kepentingan kita bersama. Kami masih menunggu data dari masing- masing Kelurahan mengenai jumlah masyarakat yang terdampak”.

Pada kesempatan tersebut, perwakilan nelayan tradisonal juga menunjukkan peta wilayah kelolah nelayan yang dibuat  secara manual kepada pihak  PT.Pelindo IV. peta  tersebut  menjelaskan, titik koordinat wilayah tangkap nelayan tradisional dan wilayah kelola perempuan pesisir yang terdampak akibat pembangunan pelabuhan. Berkurangnya penghasilan karena pencemaran laut dan wilayah kelolah yang semakin jauh, berdampak pada semakin tingginya  biaya  yang  harus  dikeluarkan untuk  kebutuhan pembelian solar, sementara hasil tangkapan menurun dan tidak menentu.“kami, pertaruhkan nyawa saat melaut untuk memenuhi kebutuhan hidup, kami nelayan tradisonal mempertahankan mati-matian wilayah kelolah kami, yang kami tuntu bukan ganti rugi tapi pemulihan hak atas kerugian yang ada dan tidak adami lagi penambahan pembangunan MNP”. Jelas Nurdin/nelayan tradisional.

SP Anging Mammiri yang merupakan organisasi perempuan di Sulawesi Selatan tetap konsisten untuk mengawal kepentingan nelayan khususnya Perempuan pesisir dari Kelurahan Tallo, Buloa dan Cambaya. “Kami akan mengawal komitmen dari Pihak PT.Pelindo IV untuk mempertimbangkan situasi nelayan tradisonal dan perempuan pesisir akibat hilangnya akses dan kontrol nelayan terhadap lautnya dan juga telah merampas ruang sosial, pengetahuan lokal dan telah memiskinkan perempuan secara terstruktur dan tersistematis akibat pembangunan pelabuhan tersebut, kami juga akan menindaklanjuti hasil peremuan kita hari ini.” Tegas Musdalifah Jamal/Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Anging Mammiri.

 

Kontak Person:
Suryani/Koordinator Program Solidaritas Perempuan Anging Mammiri

Translate »