Siaran Pers
[Jakarta, 22 Februari 2024] – Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) mengapresiasi keseriusan pemerintah yang mengirimkan serombongan delegasi Indonesia lintas kementerian dan lembaga dalam menjalani sidang dengan Komite Ekosob PBB di Jenewa (20-21/2). Sayangnya, keseriusan menjalani sidang di Jenewa, belum tercermin dalam jawaban atas pertanyaan-pertanyaan komite. Jaringan Masyarakat Sipil menilai jawaban-jawaban dari wakil pemerintah terkesan defensif, normatif, dan programatik khususnya saat menjawab pertanyaan-pertanyaan anggota Komite yang diawali oleh Seree Nontashoot sebagai Country Rapporteur.
Jawaban-jawaban defensif, normatif, dan programatik ini karena pemerintah belum dapat menyelaraskan aktualisasi paradigma pertumbuhan ekonomi dan kewajiban negara dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak ekosob, serta mengutamakan keselamatan publik. Pertanyaan-pertanyaan dari komite diantaranya menyangkut isu-isu strategis pemajuan hak-hak ekosob seperti UU Cipta Kerja, proyek strategis nasional (PSN), Ibu Kota Negara (IKN), masyarakat adat, bisnis dan hak asasi manusia (HAM), pengungsi dalam negeri (Internally Displaced Persons/IDPs) di Papua, strategi melindungi pengungsi, krisis lingkungan, kabut asap, masyarakat adat, konflik agraria, termasuk soal kohabitasi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru, dan akses alat kontrasepsi.
Soal UU Omnibus Cipta Kerja, Komite mempersoalkan tiadanya klausul soal cadangan lahan untuk pencegahan bencana; banjir dan tanah longsor. Jawaban pemerintah terkesan defensif. Katanya, Omnibus Ciker adalah kerangka normatif yang komprehensif, dirumuskan untuk memperkuat perekonomian dan menarik investasi asing, mendukung kepastian hukum, iklim usaha yang kondusif. Pemberlakuan undang-undang ini berhasil meningkatkan investasi 29,4% (Jan 2021 – Mar 2022). “Perppu 6/2023 mendorong gugus tugas yang melibatkan akademisi, serikat pekerja, dunia usaha, membahas mengenai upah minimum, outsourcing dan perlindungan lingkungan. Amdal disertakan dalam prosedur perizinan usaha,” lanjut wakil pemerintah dalam sidang.
Menanggapi pertanyaan soal situasi pengungsi/ IDPs di Papua, Adi Winarso, perwakilan dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mengatakan, Pemerintah Indonesia bersama pemerintah daerah berkomitmen untuk mengatasi konflik sosial atau kebencanaan. Pemerintah sedang mengambil langkah-langkah strategis untuk menyalurkan kebutuhan dasar mendesak untuk para korban, di antaranya mengirim beras, mie instan, selimut, susu untuk sekitar 70.500 IDPs di Kecamatan Agan dan Lambawe. “Selain itu, merespon teror dengan kelompok bersenjata di Nduga, Yahukimo, Bintang, Lani Jaya Puncak, Puncak Jaya, Painai, dan Maybrat, bantuan kemanusiaan juga memfasilitasi kepulangan masyarakat, layanan trauma healing, rehabilitasi sosial, rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dan akan terus bekerja sama dengan gereja-gereja,” katanya.
Jawaban ini langsung ditampik oleh perwakilan jaringan yang bekerja di Papua dalam acara Nonton Bareng di kantor Human Rights Working Group (HRWG). Menurut perwakilan jaringan dari Papua, pemerintah justru represif di lapangan dengan proyek-proyek pembangunannya. Jaringan dari Papua juga menegaskan, Pemerintah Indonesia sama sekali belum membuka fakta adanya ribuan pengungsi korban konflik bersenjata di wilayah Pegunungan Tengah Papua. Konflik ini harus ditangani secara
serius karena para korban terutama perempuan dan anak-anak tidak bisa mendapatkan hak pendidikan secara layak. Ia juga menampik fakta pelibatan gereja. Gereja-gereja yang melayani di daerah konflik juga tidak pernah dilibatkan dalam penanganan pengungsi serta tidak adanya akses untuk lembaga-lembaga kemanusiaan untuk menangani para IDPs.
Jaringan mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melaksanakan gencatan senjata melalui jeda kemanusiaan sehingga aksesibilitas dalam penanganan IDPs dapat berlangsung dengan baik.
Soal IKN juga dibahas dalam aspek meminimalkan deforestasi dan kerusakan lingkungan. Selain itu, keberadaan Jakarta sebagai megacity yang tercepat akan tenggelam di planet ini. Komite mempertanyakan strategi Indonesia dalam melindungi masyarakat pesisir, menghadapi kenaikan permukaan laut, dan potensi banjir. Sementara, jawaban pemerintah adalah adanya IKN adalah solusi untuk polusi di Jakarta dengan konsep forest city.
Soal proyek strategis nasional (PSN), pemerintah akan terus mengembangkan 173 PSN yang berkontribusi pada investasi USD 96 juta, meningkatkan konektivitas, mengembangkan perekonomian dari pusat hingga daerah, memberikan dampak positif, meningkatkan daya saing. Mengutip studi Universitas Indonesia (UI), pemerintah menjawab 137 proyek menunjukkan kontribusi sebesar USD 111 juta, menciptakan 4,5 juta lapangan kerja baru dan proyek infrastruktur berdampak positif terhadap perekonomian dan konektivitas nasional dan meningkatkan daya saing dari peringkat 34 sebelum 44 sebelumnya.
Komite juga menyayangkan soal ketentuan KUHP tentang akses informasi kontrasepsi, di mana tidak semua pihak boleh memperlihatkan alat pencegah kehamilan (kontrasepsi) pada anak. Hal ini dijawab pemerintah sebagai cara perlindungan anak dari kekerasan seksual. Alasannya adalah untuk melindungi anak-anak dari aktivitas seksual sejak dini. “Ini adalah wujud kewajiban negara untuk melindungi anak dari kekerasan seksual, akses tak terbatas terhadap kontrasepsi bagi anak-anak akan meningkatkan pelecehan seksual,” kata wakil pemerintah.
Koalisi masyarakat sipil Indonesia untuk advokasi hak-hak ekosob telah mengirimkan laporan bayaran kepada Komite Ekosob PBB dengan judul, “The Dark Side of Indonesia’s Development under Joko Widodo“ pada 15 Januari yang lalu. [ ]
—
Narahubung: Daniel Awigra, Direktur Eksekutif HRWG, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi Hak-hak Ekosob
Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi Hak-hak Ekosob:
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
- Arus Pelangi
- Biro Papua PGI
- ELSAM
- GAYa Nusantara
- Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (GANDI)
- HuMa
- IKOHI
- ILRC
- IMPARSIAL
- INFID
- Institute for Ecosoc Rights
- JATAM
- KPI
- LBH Apik Jakarta
- LBH Banda Aceh
- LBH Jakarta
- LBH Pers
- Migrant Care
- Mitra Perempuan
- PBHI
- RPUK Aceh
- Satya Bumi
- SBMI
- SETARA Institute
- SKPKC FP
- Solidaritas Perempuan
- TURC
- WALHI
- Yappika
- Yayasan Kalyanamitra
- Yayasan Pulih
- Yayasan TIFA
- YLBHI