Penguasaan air oleh korporasi menjadi penyebab terjadinya krisis air yang memberikan dampak berlapis bagi perempuan
22 Maret 2017. Hari Air Sedunia, Solidaritas Perempuan bersama dengan perempuan akar rumput dan jaringan organisasi masyarakat sipil lainnya memperingati dengan menggugat penguasaan air oleh koporasi atas nama investasi. Air merupakan hak dasar yang seharusnya bisa dinikmati oleh semua orang. Namun penguasaan air oleh korporasi menjadi penyebab terjadinya krisis air yang memberikan dampak berlapis bagi perempuan. Tren penguasaan air semakin berpihak pada kepentingan investasi. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat selama periode Juli – September 2015 ada 5 sektor yang paling diincar perusahaan asing untuk investasi di Indonesia. Salah satu yang paling diincar adalah sektor air yang mencapai US$ 1,1 miliar (Rp. 14,3 triliun).[1] Bentuk investasinya pun beragam, mulai dari bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sampai masuk dalam sistem penyediaan air minum. Dalam bisnis penyediaan air minum, umumnya pihak swasta asing masuk melalui skema Public Private Partnership/Kerjasama Pemerintah Swasta dengan Perusahaan Daerah Air Minum. Bentuk kerjasamanya pun beragam, dari berupa konsesi untuk pengelolaan instalasi pengolahan air hingga konsesi penuh. KPS dalam bentuk konsesi penuh dapat ditemui di DKI Jakarta. Dua operator swasta mendapat hak penuh untuk menjalankan layanan air di Jakarta mulai dari pengolahan air hingga mengalirkannya ke rumah-rumah warga.
Akibat kelangkaan air bersih, perempuan pun mengalami beban berlapis. Buruknya kualitas air karena pencemaran air atau buruknya pelayanan air juga berdampak kepada gangguan kesehatan reproduksi perempuan. Selain itu, perempuan juga rentan mengalami berbagai penyakit, karena perempuanlah yang intens berinteraksi dengan air untuk kebutuhan rumah tangga. Kondisi ini memperburuk situasi ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Selain itu, perempuan karena peran gendernya, seringkali ditempatkan di ranah domestik yang bertanggung jawab atas pengelolaan rumah tangga. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menghadirkan air juga membuat perempuan harus berpikir lebih keras dalam mengatur atau mengelola pengeluaran keluarga.
Jakarta. Peringatan Hari Air Sedunia di Jakarta dilakukan oleh Komunitas Solidaritas Perempuan Jabotabek bersama dengan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) untuk mendesak negara agar segera mengakhiri swastanisasi air di Jakarta dan mengembalikan pengelolaan air untuk kepentingan rakyat. Desakkan ini disampaikan melalui aksi massa yang dilakukan di depan Mahkamah Agung dan dilanjutkan dengan berjalan menuju depan istana Negara. Susan dari KIARA sebagai Koordinator aksi membuka dengan mengajak peserta aksi untuk mengheningkan cipta demi mengenang Ibu Patmi, seorang perempuan pejuang yang gigih mempertahankan kawasan Karst di wilayah Kendeng yang merupakan wilayah yang ekosistemnya terdiri dari gua dan sungai-sungai bawah tanah penyedia air. Dalam orasinya, Nisaa Yura yang mewakili Solidaritas Perempuan selaku Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional menegaskan, “kami mendesak Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Putusan yang seadil-adilnya dan mengakhiri swastanisasi air di Jakarta. Karena swastanisasi air di Jakarta adalah bentuk nyata dari kepentingan korporasi asing terhadap sumber kehidupan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Masyarakat harus membayar mahal untuk kualitas air yang buruk. Sementara negara enggan melindungi rakyatnya dan justru berpihak pada kepentingan swasta asing. Bagi perempuan yang peran gendernya sangat lekat dengan pemanfaatan dan pengelolaan air, hal ini tentu menimbulkan dampak yang berlapis.”
Selama 14 tahun berjuang melawan privatisasi air di Jakarta, perempuan dari Rawabadak terus menyuarakan perlawanannya. Salah seorang di antaranya adalah Ela Sari yang juga merupakan ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Jabotabek. Ela Sari menegaskan bahwa mendapatkan layanan air berkualitas yang terjangkau adalah hak warga negara. “20 tahun terjebak dalam kontrak swasta sudah cukup. Kami ingin negara mengakhiri swastanisasi air di Jakarta. Kembalikan air kami,” tegasnya. Orasi lainnya juga disampaikan oleh Matthew dari LBH Jakarta yang menegaskan bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara jelas telah menyebutkan bahwa para tergugat telah lalai menyediakan hak atas air masyarakat DKI Jakarta sehingga swastanisasi air harus diakhiri.
Marthin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menambahkan bahwa swastanisasi air di Jakarta adalah bentuk salah urus air di Jakarta. Mahalnya layanan air menjadikan warga terpaksa menyedot air tanah hingga mengakibatkan amblesan tanah Jakarta. “Pemerintah bukannya mengatasi masalah ini dengan solusi yang tepat, melainkan justru ingin membangun tanggul laut yang akan menggusur nelayan tradisional. NCICD adalah solusi palsu. Hentikan swastanisasi air dan penuhi pasokan kebutuhan air warga Jakarta” ujarnya.
Dalam aksi tersebut, peserta aksi juga menyampaikan amicus curiae kepada Mahkamah Agung, sebagai wujud dukungan kepada MA dari organisasi internasional yang memiliki kekhawatiran yang sama terkait Dampak Penguasaan Air oleh Koorporasi. Informasi yang disampaikan oleh Mahkamah Agung bahwa perkara kasasi Gugatan Warga Negara terhadap swastanisasi air di Jakarta masih dalam tahap pemeriksaan perkara. Sehingga pihak Mahkamah Agung tidak dapat menemui untuk melakukan audiensi. Merespon ini KMMSAJ pun menegaskan akan tetap mengawal proses kasasi di Mahkamah Agung dan tidak akan menghentikan perlawanan terhadap swastanisasi air di Jakarta sebagai bentuk penguasaan air oleh korporasi asing. Massa aksi kemudian bergerak menuju depan istana Negara untuk bergabung dengan massa aksi lainnya.
Masih dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia, Solidaritas Perempuan juga bergabung dengan Koalisi Penyelamatan Kawasan Karst. Aksi yang dilakukan secara bersamaan mengambil tempat yang berbeda, yaitu di depan gedung Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Peserta aksi berorasi secara bergantian menggugat BUMN yang berperan dalam membawahi perusahaan semen yang berdampak buruk bagi kawasan karst dan kehidupan warga di sekitarnya. Aliza Yuliana, Kepala Divisi Kedaulatan Perempuan atas Tanah dalam orasinya menegaskan bahwa aktivitas tambang semen telah membuat debit mata air di kawasan karst semakin berkurang sehingga berdampak tidak terpenuhinya hak masyarakat atas air.
Setelah berorasi di depan BUMN, peserta aksi long march menuju Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Di depan ESDM massa aksi kembali melakukan orasi, Hasmia Djalil dari Solidaritas Perempuan, dengan lantang mengatakan bahwa air merupakan hak azasi yang harus di penuhi oleh negara, dengan masuknya koorporasi telah membuat warga kesulitan mengakses air bersih, karena masuknya koorporasi, seperti industri semen, akan menghancurkan sumber air masyarakat, dalam situasi ini perempuanlah yang terbebani, karena perempuan dengan peran gendernya sebagai perawat keluarga, harus memastikan ketersediaan air keluarga.
Sebagaimana KMMSAJ, Koalisi pun kemudian bergerak menuju istana Negara. Melky dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dalam orasinya menegaskan perlunya kebijakan yang dapat melindungi hak warga atas sumber air. Dalam RUU Air yang saat ini sedang dirumuskan di DPR tidak ada perlindungan untuk kawan karst yang merupakan kawasan penyangga air, karena itulah masyarakat mendesak adanya RUU Air yang dapat melindungi hak masyarakat atas air. Sementara Puspa Dewy Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan, dalam orasinya memaparkan bahwa Semen Andalas Indonesia yang sekarang berubah nama menjadi Holcim, telah 35 tahun melakukan aktivitas pertambangan, dan telah menyebabkan masyarakat sekitar mengalami krisis air, “Karena itu masyarakat menuntut ditutupnya Holcim di Aceh, tutup pabrik semen sekarang juga” teriak Puspa Dewy lantang.
Peringatan aksi hari air sedunia di Jakarta berakhir di depan istana Negara bersama aksi pasung semen jilid 2. Dalam kesempatan ini, Solidaritas Perempuan menyampaikan solidaritasnya dengan menyerahkan kendi berisi air kepada peserta aksi yang kakinya dipasung semen. Pemberian kendi berisi air merupakan simbol solidaritas dan perlawanan bersama dalam upaya memperjuangkan hak atas air dan mempertahankan sumber-sumber air bagi rakyat.
Aceh. Peringatan hari air sedunia 2017 di Aceh juga dilakukan oleh Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa dengan tema “Water is Life! Selamatkan Kawasan Karst, Lindungi Sumber Mata Air”. Kegiatan ini dilakukan oleh SP Aceh bersama dengan kelompok muda dan perempuan akar rumput di dua Kecamatan, yaitu Lhok Nga dan Leupung – Aceh Besar. Sebanyak 70 orang peserta ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Para peserta mendatangi Pucok Krueng yang merupakan wilayah dengan kawasan karst di Lhoknga dan dekat dengan penambangan. Di tempat tersebut, peserta berdiskusi dengan tokoh masyarakat gampong Naga Umbang, M. Amin. Selain itu juga dihadiri oleh Abdillah Imron Nasution (akademisi) dan ahli Karst Aceh.
Dalam momen ini, Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Bungoeng Jeumpa Aceh, Ratna Sary mendesak pemerintah Aceh, pemerintahan Kabupaten/Kota serta instansi terkait untuk memenuhi hak dasar perempuan, yaitu hak atas air yang semakin sulit diperoleh dan tidak terjangkau oleh perempuan. “Masyarakat berharap agar pengelolaan sumber air dilakukan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan perusahaan yang hanya memberikan janji-janji palsu” tegasnya.
Makassar, Sulawesi Selatan. Solidaritas Perempuan Angin Mammiri memperingati hari air sedunia dengan melakukan kampanye berupa roadshow ke media-media cetak, serta siaran langsung di radio bersama dengan perempuan pesisir dan jaringan masyarakat sipil di Sulsel (Walhi SulSel & YLK Sulsel). Dalam siaran radio tersebut, Nur Asiah sebagai Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Angin Mammiri memaparkan konteks persoalan krisis air yang menimbulkan dampak yang berbeda terhadap perempuan. “Di wilayah Cambaya, perempuan bisa menghabiskan waktu 4 – 6 jam setiap harinya untuk berjalan, antre atau menampung air hingga tengah malam” ujarnya. Dalam kesempatan itu, SP Angin Mammiri juga memaparkan hasil pemantauannya terkait dengan kondisi air di Kota Makassar dengan harapan ada tindakan nyata dari pemerintah Kota Makassar untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di Kota Makassar secara adil.
Lampung. Solidaritas Perempuan Sebay Lampung memperingati hari air sedunia dengan melakukan diskusi
bersama kelompok mahasiswa dan jaringan masyarakat sipil lainnya. Diskusi tersebut membahas tentang krisis air akibat privatisasi air yang terjadi. Selain itu, melalui siaran persnya Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Sebay Lampung, Armayanti menyatakan “Air adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dijaga agar tetap lestari dan dapat digunakan dengan layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.”
Poso – Sulawesi Tengah. Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso memperingati hari air sedunia dengan
melakukan kampanye sosial media, yaitu menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya memperjuangkan hak atas air karena air merupakan hak dasar atau asasi setiap manusia. Sehingga tidak sepatutnyay air diprivatisasi.
Kendari – Sulawesi Tenggara. Kampanye media sosial juga dilakukan oleh SP Kendari bersama perempuan-perempuan pesisir Teluk Kendari. Mereka menuliskan keluh-kesah mereka terkait kesulitan yang dialami dalam menikmati hak atas air, yang disebarkan melalui akun sosial media Facebook Solidaritas Perempuan Kendari.
[1]https://finance.detik.com/energi/3051127/5-sektor-ini-paling-diincar-investor-asing-untuk-investasi-di-ri