Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan
Rencana kebijakan penaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) oleh pemerintah Indonesia, mendapat kecaman dari berbagai kalangan, termasuk dari kelompok perempuan. Pasalnya, penaikan harga BBM tersebut akan semakin memperparah pemiskinan di Indonesia. Kebijakan ini juga dinilai sangat erat berkaitan dengan permainan politik pasar global, serta peran – peran lembaga keuangan internasional. Ini terlihat dengan dalih kondisi harga minyak dipasar dunia yang naik dan menyelamatkan APBN, menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengambil langkah mengurangi subsidi BBM bagi rakyat. Padahal berbagai sumber telah mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih mendapatkan surplus/sisa dana di sektor migas.
Indonesia merupakan negara yang kaya hasil buminya, termasuk minyak dan gas. Namun sayangnya, hasil bumi tersebut tidak diolah dengan maksimal oleh Negara bagi kepentingan rakyatnya. Dari data BP-Migas mengatakan bahwa, Indonesia memiliki 5 (lima) perusahaan migas besar, empat diantaranya dikuasai oleh perusahaan asing, yaitu PT Chevron Pacific Indonesia (Amerika Serikat), PT Total Indonesia E&P (Prancis), PT CoconoPhilips (Amerika Serikat), dan perusahaan asal China, CNOOC, SES. Ini menunjukkan bahwa selama ini, hasil bumi migas di Indonesia tidak dikelola dan dinikmati oleh rakyat Indonesia, justru sebaliknya, negara – negara maju-lah yang kemudian mengambil keuntungan atas pengerukan sumber daya alam kita. Padahal UUD 45 pasal 33 ayat 3 telah dikatakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Namun, faktanya kekayaan alam Indonesia tidak dimanfaatkan dan diperuntukkan bagi kemakmuran rakyat, tetapi untuk kepentingan pasar global. Ini menunjukkan bahwa Negara telah merampas hak rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Berdasarkan data SUSENAS 2010, dikatakan bahwa pengguna BBM bersubsidi terdiri dari 2 % orang kaya, 6 % kelompok Menengah Keatas, 27 % kelompok Menengah dan 65 % Menengah ke bawah dan Miskin. Pengurangan subsidi BBM tersebut tentu saja akan sangat berdampak bagi masyarakat kelas menengah kebawah. Kebijakan penaikan BBM tersebut, juga dinilai sangat diskriminatif serta menghilangkan hak – hak rakyat, terutama bagi petani, nelayan, perempuan, maupun buruh. Kebijakan ini, tidak melindungi hak rakyat, apalagi hak perempuan, justru sebaliknya dinilai akan semakin menguntungkan para investor migas.
Penaikan harga BBM tersebut tentu saja sangat mempengaruhi kehidupan perempuan, karena penaikan harga BBM, pasti akan diikuti oleh berbagai kenaikan harga lainnya, mulai dari kebutuhan primer hingga kebutuhan sekunder, seperti bahan pangan. Berkurangnya subsidi BBM ini, sangat membebani perempuan, karena peran gender yang masih melekatkan perempuan dalam mengurusi rumah tangga termasuk keuangan keluarga. Ini akan semakin meningkatkan ketidakadilan dan beban perempuan dalam mengurusi kebutuhan rumah tangganya. Namun, situasi perempuan tersebut tidak pernah menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan, termasuk kebijakan menaikan BBM.
Oleh karena itu, Solidaritas Perempuan melihat kebijakan kenaikan harga BBM tersebut, rezim SBY – Boediono telah gagal mensejahterakan rakyat, dan semakin memperkuat ketidakadilan perempuan. Solidaritas Perempuan dengan tegas mengatakan Menolak Atas Penaikan Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dan menyampaikan desak politik kepada pemerintah SBY – Boediono untuk segera mengambil langkah yaitu :
Segera menghentikan pembahasan kebijakan pengurangan subsidi BBM, karena jelas akan semakin memiskinkan nelayan, petani, perempuan, maupun buruh, serta menguatkan ketidakadilan gender.
Mengambil langkah – langkah tegas untuk mengatasi defisit anggaran negara, dengan tidak menghilangkan dan merampas hak – hak rakyat, termasuk hak – hak perempuan, seperti tidak menambah utang negara.
Mengubah cara pandang dalam mengelola sistem migas, dengan bertumpu pada kedaulatan negara, mengutamakan kepentingan rakyat dan kepentingan perempuan.
Jika desakan ini tidak diindahkan oleh negara, maka Solidaritas Perempuan menyerukan kepada seluruh perempuan di Indonesia untuk meminta rezim SBY – Boediono mempertanggunggugatkan atas dampak yang dialami perempuan akibat kebijakan yang dihasilkannya.
Hormat Kami,
Jakarta, 29 Maret 2012
WAHIDAH RUSTAM
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan