Peringatan Hari Tani Nasional Perempuan Terus Tuntut Reforma Agraria Adil Gender

Rabu, 27 September 2017 sekitar 5000 peserta aksi, melakukan aksi memperingati Hari Tani Nasional  (HTN) yang diperingati setiap tanggal 24 September. Aksi yang dimulai pukul 7.30 WIB ini mengambil titik kumpul di Mesjid Istiqlal, kemudian massa aksi bergerak melakukan rally melewati jalan Mereka Barat, Patung Kuda, dan berakhir di Taman Aspirasi, depan Istana Negara. Aksi yang dilakukan bersama Komite Nasional Pembaruan Agraria (KPNA) ini, diikuti 66 organisasi, termasuk Solidaritas Perempuan.

Solidaritas Perempuan, dalam aksi HTN tahun ini mengusung tema “Perempuan Menuntut Keadilan Agraria Melalui Reforma Agraria Adil Gender.” Pada momen ini, Solidaritas Perempuan hadir bersama SP Komunitas yaitu SP Jabotabek, SP Aceh, SP Palembang, SP Lampung, SP Kendari, SP Makassar, SP Palu, SP Poso, SP Mataram, SP Sumbawa, serta perempuan aktivis dari Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Berbagai persoalan agraria yang terjadi di wilayah-wilayah tersebut disuarakan bersama di depan istana Negara. Berbagai tuntutan disampaikan melalui poster, di antaranya “Militerisme Pertanian Menghilangkan Kedaulatan Perempuan Atas Tanah dan Lahan”, “Perampasan Tanah Mengancam Pangan Perempuan, “Program Reforma Agraria Jokowi Bukan untuk Kesejateraan Perempuan Petani”, “Tanah Sumber Kehidupan Perempuan”, sedangkan kampanye di tingkat nasional,  yang diangkat dalam poster diantaranya adalah “Sahkan RUU Pertanahan yang Adil Gender” dan “ RUU Perkelapasawitan Ancam Reforma Agraria yang Adil Gender”.

Puspa Dewy,  Ketua Badan Eksekutif Nasional dalam orasi mengatakan bahwa “Reforma Agraria yang saat ini dilakukan hanya omong kosong.” Pasalnya, sampai hari ini konflik agraria masih belum terselesaikan. Perampasan tanah, bahkan kriminalisasi masih terus terjadi. “Tanah kita dikuasai oleh perusahaan asing yang dengan enaknya mengambil tanah dan sumber daya alam kita,” ujar Dewy. Dewy juga

melanjutkan bahwa ketimpangan agraria masih terjadi,  dan perempuan semakin tertindas dan termiskinkan, karena adanya konflik-konflik tanah. Perempuan terpaksa menjadi buruh migran yang tidak terlindungi haknya karena tanah mereka yang telah dirampas.” Karena itu kita ke sini untuk menuntut pemerintah untuk menjalankan reforma agraria, karena bila tidak dilakukan, maka rakyat akan bersatu dan menuntut hal itu. Kita juga menuntut perempuan untuk harus menjadi subjek dalam reforma agraria, karena perempuan punya peran penting dalam pengelolaan dan pemanfaataan tanah. Reforma Agraria Harus Adil Gender,”pungkasnya.

Dalam aksi ini, selain diisi orasi juga diisi dengan nyayian dan aksi teariakal dari komunitas SP. Cerita dari teatrikal ini adalah mengenai situasi perempuan petani yang tanahnya dirampas oleh perusahan untuk keperluan industri. Perempuan semakin tertindas, semakin miskin, dan kehilangan kedaulatannya atas tanah. Aksi ini berakhir pukul 14.30 diiringi lagu dari Ciliwung Merdeka.

Oleh : Nisa Anisa

Translate »