Pernyataan SIKAP BERSAMA: Pemerintah Aceh Gagal Melindungi Masyarakat Dari PT.LCI

Tuesday, 16 August 2011 15:29
Disampaikan oleh:

Forum Lintas Lembaga Masyarakat Sipil

Banda Aceh, 16 Agustus 2011

Permasalahan masyarakat Lhoknga dengan PT.LCI seakan tiada habisnya. Tahun 2007, konflik antara masyarakat dan perusahaan kembali terjadi, karena masyarakat menganggap bahwa PT.LCI tidak memberikan lapangan kerja terhadap masyarakat lokal, tidak hanya itu, masyarakat juga menyampaikan bahwa PT.LCI harus bertanggung jawab jika terjadi kerusakan lingkungan dan pencemaran akibat aktifitas PT.LCI. Akan tetapi, seolah mangkir dari tanggung jawabnya, PT.LCI tidak menyepakati hal tersebut.

Kekhawatiran tersebut, akhirnya terbukti sudah. Pada 6 Agustus 2011, warga di desa Mon Ikeun, Kec. Lhoknga, kembali dikejutkan dengan adanya bau menyengat dari pembakaran batu bara, yang mengakibatkan masyarakat harus mengungsi. Pengabaian hak – hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang sehat terlihat dengan peristiwa tersebut.

Masyarakat Jadi Korban Akibat “Gagal” Teknologi PT. LCI

PT. Lafarge Cement Indonesia (LCI) atau yang dulu lebih dikenal dengan nama PT. Semen Andalas Indonesia (SAI) untuk kesekian kalinya menimbulkan permasalahan. Kali ini tidak tanggung, sudah sepekan masyarakat Desa Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga mengungsi akibat dari dampak pencemaran udara yang ditimbulkan oleh “terbakarnya” material batu bara sebagai bahan bakar untuk pembangkit energi (power) perusahaan asing asal Perancis itu.

Efek terbakarnya material batu bara yang menimbulkan pencemaran serius ini menunjukkan bahwa PT. LCI telah sangat lalai dan terbukti gagal dalam menerapkan standar teknologi yang ketat, aman dan handal untuk operasionalnya.

Sejumlah 20 KK yang saat ini berdomisili sekitar seratus meter dari perusahaan grup Lafarge tersebut sudah melakukan evakuasi mandiri, dikarenakan pihak perusahaan hanya memberikan bantuan dua ratus ribu rupiah per KK dan Susu Bear Brand, “Susu Beruang”. Susu diberikan kepada masyarakat korban sesaat sebelum pemeriksaan laboratorium dan ini terkesan PT. LCI mencoba triki dan licik karena hasil pemeriksaan laboratorium akan dipengaruhi oleh “manfaat” susu yang telah diminum sebelum pemeriksaaan. Sampai saat ini hasil tes laboratorium tersebut tidak dipublikasikan kepada masyarakat yang terkena dampak

Sementara itu, seorang perempuan terpaksa dilarikan kerumah sakit swasta di Banda Aceh, karena mengalami pusing dan mual – mual akibat bau yang menyengat tersebut. Korban lainnya setelah mendapatkan penanganan medis sudah berangsur membaik, namun belum ada pemeriksaan lebih lanjut apakah zat beracun tersebut masih bersarang di tubuh mereka dan menimbulkan efek jangka panjang atau tidak.

Jaminan “Kosong” PT. LCI

Amdal PT LCI menyatakan bahwa penyebaran debu hanya berada pada radius 2 km. Klaimnya dinyatakan “aman” karena wilayah permukiman penduduk yang terdekat adalah 5 km. Faktualnya, pemukiman masyarakat hanya berjarak 500 meter dari perusahaan. Jelas memperlihatkan bahwa data yang terdapat didalam Amdal tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Permasalahan yang lain, bahwa Amdal tersebut tidak memuat keseluruhan aspek perlindungan terhadap masyarakat, terutama perempuan, sistem kelola dan pengendalian terhadap dampak yang akan ditimbulkan oleh aktifitas perusahaan, seperti tidak adanya rencana pengelolaan dan pengendalian ketika terjadi pencemaran akibat aktifitas batu bara, yang dipergunakan sebagai material pembangkit listrik.

PT.LCI selalu mengatakan akan menggunakan teknologi yang ‘bersih’ dan canggih sehingga aman bagi masyarakat disekitar perusahaan. Faktanya, teknologi yang ada saat ini belum dapat mengatasi pencemaran yang terjadi.

Masyarakat tidak pernah diinformasikan terhadap potensi dampak pencemaran pembangkit listrik tenaga batu bara, padahal :

  • Teknologi yang paling maju pun hanya bisa menghasilkan efisiensi termal dari 36-38% ke 50%*
  • Flue gas desulfurizers (FGD), Electrostatic precipitators (ESP), sebagai opsi-opsi baru dalam Circulating Fluidized Bed systems hanya menangani SO2, NOX and particulates – tidak CO2 atau artinya samasekali tidak ada solusi untuk CO2.
  • Resiko sangat tinggi untuk warga setempat karena berlangsungnya emisi berkelanjutan dari bahan-bahan berbahaya seperti merkuri, arsenik, hexavalent chromium, kadmium, dan lainnya.

Ini akan sangat mengancam keselamatan jiwa masyarakat di sekitar pembangkit listrik tersebut, terutama perempuan, yang 90% aktifitasnya berada diranah domestik. Ancaman terhadap kesehatan reproduksi perempuan tidak bisa diabaikan oleh perusahaan.

Jaminan “Kosong” Pemerintah Aceh

Jaminan Pemerintah Aceh, dalam hal ini Bapedal Aceh, pernah menjamin bahwa dengan adanya AMDAL yang telah disahkan, tidak perlu lagi AMDAL khusus batu bara dan tidak akan ada pencemaran lingkungan serta limbah beracun yang membahayakan penduduk setempat.

Faktanya hari ini sudah jatuh korban akibat “terbakarnya” material batu bara milik PT. LCI dan penanganan yang dilakukan oleh Ketua Bapedal Aceh hanya sebatas sudah menerima informasi dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan (Pernyataan: Husaini Syamaun, Ketua Bapedal Aceh di TGJ, 9 Agustus 2011). Hal tersebut semakin menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat yang tinggal disekitar perusahaan tersebut, bahkan terkesan melakukan pembiaran terhadap masyarakat yang sangat ini telah menjadi korban akibat aktifitas PT.LCI.

Ketidakmampuan Pemerintah menyelesaikan konflik Masyarakat dan PT.LCI

Tidak hanya masalah pencemaran. Tergambar jelas bahwa PT. LCI beberapa tahun terakhir masih menjadi bagian besar masalah di Aceh Besar. Mulai dari tahun 2007 hingga2011, sudah terjadi konflik dengan masyarakat, seperti permasalahan tenaga kerja, hingga sengketa lahan dengan warga setempat semakin runcing.Bahkan Juli 2011, pemecatan tenaga kerja lokal dengan alasan melanggar keamanan (safety).

Gaya penyelesaian masalah yang dilakukan oleh PT. LCI selama ini dengan melibatkan TNI/Polri terkesan sengaja dijadikan ”alat” untuk menakut-nakuti warga. Sementara itu pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif, hanya mampu berlagak sibuk dan pintar dengan acap mengambil langkah membuat tim verifikasi data lapangan tanpa pernah mampu melihat laten permasalahan yang mendasar, terutama mengenai keberadaan PT. LCI yang berpotensi menimbulkan pencemaran secara luas dan kepentingan dan keselamatan warga sekitar pabrik semen itu.

Konteks diatas telah menunjukkan bahwa PT. LCI dan Pemerintah Aceh belum memiliki iktikad baik dan keseriusan dalam menangani dampak masalah yang telah ditimbulkan dari akibat pencemaran. Kondisi ini juga berpotensi akan semakin menimbulkan masalah besar bila kasus pencemaran udara yang baru saja terjadi tersebut juga dipeti-es-kan.

Atas dasar itu pula Forum Lintas Lembaga Masyarakat Sipil dengan ini menyatakan sikap:

  1. Kekecewaan terhadap kelalaian dan “gagal” teknologi PT. LCI pada sistem pembangkit energi dalam kegiatan operasionalnya yang telah menimbulkan pencemaran udara serta telah menimbulkan korban.
  2. Meminta Pemerintah Aceh untuk menghentikan secara total operasional PT. LCI sampai dengan masalah-masalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkan akibat pencemaran tersebut benar-benar tuntas diselesaikan.
  3. Mendesak PT. LCI dan Pemerintah Aceh untuk bertanggung jawab penuh atas kerugian yang dialami masyarakat korban, baik kerugian materil maupun inmateril.
  4. Meminta PT. LCI untuk melakukan penjelasan publik secara resmi dengan memuat kronologis kejadian yang telah mengakibatkan pencemaran udara tersebut.
  5. Meminta PT. LCI memberikan pernyataan maaf kepada masyarakat korban di media massa.
  6. Meminta PT. LCI untuk memberikan akses masuk seluas-luasnya kepada tim investigasi masyarakat sipil untuk melakukan tinjauan pembanding dan independen terhadap sistem pembangkit energi PT. LCI.
  7. Meminta Bapedal Aceh untuk melakukan review mendalam terhadap operasional PT. LCI dengan mengacu pada dokumen AMDAL yang telah disahkan.
  8. Bahwa PT.LCI harus memenuhi hak – hak masyarakat, termasuk hak – hak perempuan yang telah hilang akibat aktifitas PT.LCI, seperti hak atas lingkungan sehat.
  9. Bahwa Bapelda harus menjamin keselamatan dan hak – hak masyarakat, termasuk hak-hak perempuan dan anak – anak yang rentan terhadap pencemaran yang terjadi.

Forum Lintas Lembaga Masyarakat Sipil

Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh (SP Aceh), Jaringan Kuala, Kars Aceh, AWPF, RPUK, JKMA, YRBI, Masyarakat Lhoknga.

Contact Person : Ruwaida / 081269088085, Raihal/081360029618, Arifsyah/ 081377242121

Translate »