Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan
Untuk Disiarkan Segera
Warnah binti Warta Niing (30 tahun) merupakan seorang Buruh Migran Perempuan (BMP) asal Karawang yang hingga saat ini masih berada di penjara Malaaz Arab Saudi. Warnah bersama seorang BMP lainnya yang berasal dari Sumbawa, yaitu Sumartini binti Galisung (38 tahun), harus mendekam di penjara lantaran dituduh melakukan sihir oleh majikan mereka. Bahkan, Warnah dan Sumartini sempat terancam hukuman mati akibat tuduhan tersebut.
Lain Warnah dan Sumartini, lain pula nasib Alm. Nani Suryani BT Mangsur Neman (27 tahun) Buruh Migran Perempuan (BMP), asal Karawang. Nani hanya kembali berupa jasad tanpa nyawa kepada keluarganya, akibat pembunuhan yang dilakukan oleh majikannya. Namun hingga saat ini, kasus tersebut belum menemukan titik terang. Pihak keluarga masih menanti kabar dari persidangan,di Arab Saudi dan belum mendapatkan hak-hak mereka sebagai keluarga Nani.
Sementara itu, Acem Binti Suhayi (41 tahun), BMP asal.Karawang yang juga bekerja di Arab Saudi, sudah delapan tahun ini tidak diketahui keberadaannya. Keluarganya kehilangan kontak sejak tahun 2005. Hingga saat ini, pihak keluarga masih menunggu kabar dari Buruh Migran yang bekerja di Arab Saudi tersebut.
Empat nama di atas, hanya sebahagian kecil dari sekian banyak BMP yang nasibnya masih tak menentu. Sampai saat ini, BMP masih kerap mengalami kerentanan di berbagai tahapan migrasi, mulai pra keberangkatan, bekerja dinegara tujuan, hingga kepulangan. Kasus tersebut telah dilaporkan oleh pihak keluarga bersama Solidaritas Perempuan dan Solidaritas Buruh Migran Karawang (SBMK)ke berbagai instansi pemerintah, termasuk Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, SP telah memasukan 71 pengaduan kasus melalui Kementrian Luar Negeri Direktorat WNI dan BHI, baik pengaduan secara online maupun datang langsung, termasuk 4 (empat) kasus diatas.
Penantian keluarga yang menuntut keadilan dan hak-hak sanak saudaranya tak kunjung mendapatkan jawaban. Dari 71 kasus yang dilaporkan SP melalui Kemenlu pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 , terdapat 7 (tujuh) kasus yang hingga saat ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Bahkan, untuk kasus alm Nani Suryani, sejak April 2012, SP dan keluarga BMP tidak lagi mendapatkan informasi perkembangan penanganan kasus secara resmi dariKementerian Luar Negeri.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh SP bersama pihak keluarga BMP untuk mendapatkan informasi mengenai kasus-kasus tersebut, dan memperjuangkan hak mereka. Namun hingga saat ini, tidak ada respon dan informasi yang memadai dari Kementerian Luar Negeri terkait kasus. Upaya-upaya tersebut, antara lain:
- Pada 14 Juni 2012, SP menghubungi Kemenlu menanyakan perkembangan kasus Alm Nani, termasuk hasil sidang di Arab Saudi terkait keputusan mengenai uang diyat yang harus dibayarkan oleh keluarga terdakwa, namun belum ada informasi dari proses persidangan di Arab Saudi
- Pada 18 September 2012, SP datang ke Kemenlu untuk menanyakan perkembangan kasus Warnah dan Sumartini. [d1] , hasilnya bahwa hukuman mati untuk Warnah dan Sumartini sudah mendapat pengampunan dari Raja Abdullah Saudi Arabia dan kemenlu akan mengirimkan surat resmi perkembangan penanganan kasus kepada pihak keluarga dan SP
- Pada 18 Oktober 2012 SP bersama keluarga BMP melakukan audiensi dengan Bpk. Tatang Budie Utama Razak, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementrian Luar Negeri RI. Audiensi dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kasus agar pihak keluarga BMP mengetahui perkembangan kasus Buruh Migran Perempuan yang saat ini sedang menjalani proses hukum di negara tempat mereka bekerja. Di antaranya adalah kasus Alm Nani Suryani BT Mangsur asal Karawang, Warnah Bt. Warta Ning asal Karawang, dan Sumartini Bt. Galisung asal Nusa Tenggara Barat, serta beberapa kasus TKI/BMP di Negara Suriah yang sedang dalam kondisi perang/krisis politik. Dari hasil pertemuan tersebut belum ada perkembangan kasus setelah ada surat informasi penanganan kasus terakhir[1].
- Setiap reguler SP datang ke Kemenlu dan menanyakan perkembangan kasus yang masih menunggu informasi penanganan kasus secara resmi dan tertulis dari Kemenlu, agar dapat disampaikan kepada pihak keluarga BMP, namun sampai hari ini belum ada perkembangan untuk ketiga kasus tersebut, Bahkan untuk kasus lainnya, belum ada sama sekali surat informasi penanganan kasus dari Kemenlu.
- Tanggal 14 Juni 2013, SP kembali menghubungi Kemenlu menanyakan perkembangan kasus dan hasil sidang terkait keputusan mengenai uang diyat yang harus dibayarkan oleh keluarga terdakwa, namun belum ada perkembangan, baik lewat telepon atau surat dari Kemenlu untuk kasus ini[2].
- Tanggal 22 Agustus 2013, SP bersama Pak Dadang (SBMK), datang ke Kemenlu untuk membuat pengaduan kasus baru atas nama Tati BT Orok (Malaysia) dan juga menanyakan perkembangan penanganan kasus Alm.Nani Suryani, Warnah dan sumartini bertemu dengan staf Kemenlu yang bernama pak Shabda Thian. Berdasarkan dari pertemuan tersebut pak Shabda meminta SP untuk membuat surat resmi untuk permohonan perkembangan kasus yang ditujukan kepada Bpk. Tatang Budie Utama Razak, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementrian Luar Negeri RI.
- Tanggal 2 September 2013, SP mengirimkan surat permohonan informasi perkembangan kasus kepada Kemenlu melalui Email (shabda.thian@gmail.com, dan
pwni.bhi@kemenlu.go.id) , seperti yang diminta oleh Kemenlu. Namun hingga saat ini kami tidak mendapatkan respon atas permintaan informasi tersebut.
Pasal 44 Konvensi Migran 1990 secara tegas menjamin mengenai hak-hak anggota keluarga buruh migran, termasuk mewajibkan Negara untuk mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan perlindungan pada kesatuan keluarga buruh migrant. Namun, faktanya Negara telah mengabaikan dan lambat dalam mengambil langkah-langkah sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak BMP dan keluarganya,
Informasi dari Kementerian Luar Negeri tentu sangat berarti bagi pihak keluarga, mengingat hingga saat ini, mereka belum mendapatkan kepastian nasib keluarga mereka (BMP), baik yang berada di penjara, bahkan hilang kontak dan belum ditemukan. Ketiadaan informasi mengakibatkan penantian mereka tidak menentu, bahkan mulai muncul kekecewaan dalam diri para keluarga Buruh Migran.
Untuk itu, Solidaritas Perempuan menuntut:
- Pemerintah, temasuk Kementerian Luar Negeri untuk menciptakan mekanisme dan sistem informasi kepada keluarga Buruh Migran, yang transparan dan dapat diakses oleh BMP dan keluarga Buruh Migran
- Pemerintah, termasuk Kementerian Luar Negeri untuk lebih responsif dan optimal dalam melakukan penanganan kasus Buruh Migran
- Pemerintah dan DPR merevisi UU No. 39 Tahun 2004, sehingga kebijakan ke depan mampu melindungi Buruh Migran secara komprehensif dan maksimal, termasuk mampu mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran hak Buruh Migran Perempuan dan keluarganya
- Pemerintah dan DPR memuat Konvensi Migran 1990 dan CEDAW yang telah diratifikasi sebagai landasan dari revisi UU No. 39 tahun 2004 maupun kebijakan-kebijakan terkait Buruh Migran lainnya.
Jakarta, 18 September 2013
Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan
[1] SP menerima surat dari Kemenlu tanggal 29 Desember 2012, dengan surat tertanggal 10 Desember 2012 untuk kasus Sumartini dan Warnah, dan untuk kasus alm, Nani Suryani SP terima surat informasi perkembangan kasus pada tanggal 7 Mai 2012 dengan surat tertanggal 30 April 2012