Pernyataan Sikap “Negara Mengabaikan Perlindungan Hak Perempuan Petani”

Memperingati Hari Tani Nasional

Diperingatinya 24 September sebagai hari Tani Nasional, karena di tanggal ini lahirnya UU Pokok Agraria sebagai UU yang mengatur hak kepemilikan tanah rakyat. Namun,  sejak   tidak diberlakukannya Undang-undang ini, semakin maraklah kasus-kasus perampasan tanah secara sistematis yang melibatkan aparat militer. Lahirnya kebijakan, seperti  UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, bahkan yang terbaru UU No2/2012 tentang Pengadaaan tanah untuk Pembangunan,telah mengguatkan perampasan tanah produktif dialih fungsikan menjadi lahan-lahan industri skala besar seperti perkebunan kelapa sawit, perkebunan skala besar lainnya, dan pemukiman setiap tahunnya ada sekitar 158.000 hektar lahan yang dialih fungsikan mengakibatkan kurangnya produksi pangan di Indonesia dan berdampak pada banyaknya perempuan petani kehilangan sumber mata pencaharian, dan harus mencari sumber ekonomi lain untuk menopang perekonomian keluarga bahkan menjadi buruh migran di luar negeri.

Begitupun kebijakan disektor pertanian, termasuk pangan, seperti UU No.7/1996 tentang Pangan,  juga tidak memberikan perlindungan bagi hak perempuan petani Kebijakan ini justru mengabaikan hak perempuan petani dalampengelolaan sumber daya pangan, dan memberi ruang bagi investor untuk menguasai sektor pertanian di Indonesia. kebijakan yang cenderung berpihak pada investor asing dan perusahaan-perusahaan multinasional seperti Sinar Mas, Dupont, Unilever, Sygenta, Kraft, Cargill, Astra Internasional, dan Indofood, Keterlibatan perusahaan-perusahaan diperkuat dengan skema public priivate sector, dalam berbagai program, salah satunya MP3EI yang  mendorong untuk terjadinya food estate, seperti yang terjadi di Kalimantan Timur. Sumber-sumber produksi pangan, seperti benih, pupuk, juga telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multinasional, yang mengakibatkan benih-benih lokal mulai hilang, termasuk produk-produk pertanian berbasis kimia

Situasi petani ini juga tidak semakin baik dengan adanya Revisi UU Pangan No.7 Tahun 1996 yang tidak mencerminkan perspektif keadilan gender, khususnya dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan atas pangan, Data terakhir FAO mencatat, tahun 2009 terdapat sebanyak 150 juta orang yang mengalami kelaparan[1], sementara  berdasarkan  data Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan,  pada 2010 tercatat 43.616 anak balita gizi buruk[2]. RUU Pangan belum  memberikan  jaminan perlindungan perempuan petani atas hak-hak ekonomi sosial dan budaya, dan secara nyata Negara telah mengabaikan komitmennya untuk melindungi, memenuhi, serta  menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. RUU Pangan ini juga memberikan peluang masuknya pangan impor dikuatkan dengan adanya sejumlah internasional, seperti G-20, WEF (World Economic Forum), ASEAN,  dan sejumlah perundingan FTA (Free Trade Agremeent) yang akan berdampak menghambat produksi pangan lokal perempuan petani.

Memperingati  Hari Tani Nasional, Solidaritas Perempuan mendesak Negara untuk segera

  1. Memastikan bahwa kebijakan RUU Pangan berperspektif gender dandapat menjawab persoalan mendasar yang dihadapi perempuan petani.
  2. Menjadikan UU Pokok Agraria sebagai landasan dalam setiap kebijakan sektor pertanian.
  3. Mengembalikan sistem pengelolaan pertanian Indonesia kepada perempuan petani dengan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan perempuan petani.
  4. Menghentikan segala bentuk alih fungsi lahan pertanian/produktif yang mengancam hilangnya sumber kehidupan perempuan petani.
  5. Membahas RUU pemberdayaan dan perlindungan petani yang berpihak pada perempuan petani sebagai bentuk keseriusan negara terhadap kehidupan perempuan petani.

Jakarta, 24 September 2012

Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan

[1] http://www.tribunnews.com/201 0/10/12/jumlah-penduduk-kelapa ran-naik-150-juta-jiwa
[2] http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?option=com_content&view=article&id=9426%3Akasus-gizi-buruk-masih-tinggi&catid=34%3Anasional&Itemid=56

Translate »