Minggu (26 Agustus 2012), segenap bangsa ini dikejutkan oleh aksi pembunuhan, perampasan, pengejaran, pembakaran hingga pelecehan terhadap perempuan Muslim Syiah di dusun Nangkernang, desa Karang Gayam, kabupaten Sampang, Madura. Aksi ini telah menyebabkan korban tewas 1 orang bernama Hamama (50), 7 orang menderita luka kritis, puluhan orang mengalami luka-luka dan puluhan rumah warga Muslim Syiah dibakar. Aksi keji ini dilatar belakangi sweeping sekelompok masyarakat kepada pengikut Syiah dan juga kepada para santri dari luar kota Sampang-Madura yang akan kembali ke pondok pesantren Tajul Muluk. Sweeping dilakukan karena ajaran Syiah dianggap ajaran sesat oleh sekelompok orang.
Hal ini juga semakin dikuatkan dengan statement dari Menteri Agama yang mengatakan bahwa ajaran Syiah merupakan ajaran sesat meskipun kemudian statement tersebut diralat. Pada aksi ini, perempuan juga menjadi korban kekerasan, seperti yang diungkapkan Hanni (Pengikut Syiah) yang mendapatkan ancaman perkosaan dari kelompok tertentu.
Sebelum terjadi penyerangan, kelompok Syiah telah mendapatkan ancaman 3 hari sebelumnya Dalam hal ini, Iklil selaku abang dari Tajul Muluk sudah mulai merasakan penyerangan terhadap kelompok Syiah karena 3 hari sebelum aksi ini terjadi, para pengikut Syiah telah menerima ancaman dimana orang yang melakukan pengancaman tersebut adalah para pelaku pembakaran tanggal 29 Desember 2011 lalu ditambah dengan beberapa orang lain yang wajahnya masih asing. Pada tanggal yang sama pula, pukul 09.00 Iklil telah menghubungi kepolisian setempat dan menginformasikan adanya eskalasi massa yang mencekam dan pihak kepolisian berjanji mengirimkan anggota polisi ke TKP hanya dengan jumlah 5 orang personil. Namun sangat disayangkan, kehadiran pihak kepolisian tidak dapat menghentikan aksi kekerasan dan pembakaran yang dilakukan sekelompok orang terhadap kelompok Syiah.
Tindakan polisi yang terlambat merupakan bukti pengabaian hak berkeyakinan warga negara. Karena sesungguhnya, konstitusi Negara Republik Indonesia berlandaskan hukum yang melindungi hak berkeyakinan warga negara. Hal ini termaktub dalam UUD 1945 pasal 29 ayat dua yang menyatakan penjaminan negara terhadap kemerdekaan warga Negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya. Dalam konstitusi, setiap warga negara memiliki hak individunya yang tidak dapat diseragamkan. Hak privat ini dihargai dan negara tidak diperbolehkan mengintervensinya. Selain itu, Negara juga seharusnya menjamin keamanan setiap warga negara dari praktik-praktik diskriminasi dan kekerasan.
Peristiwa ini membuktikan bahwa negara telah melakukan pengabaian dan pengingkaran hak asasi warga negara untuk melaksanakan kehidupan keagamaannya. Selain itu, negara juga telah melakukan pembiaran terhadap berkembangnya praktik-praktik kekerasan atas nama agama, penghancuran pluralitas di Indonesia, dan arogansi kelompok yang berujung pada ekslusifisme sosial.Agama manapun sangat mencintai keterbukaan, perdamaian, solidaritas, perbedaan.
Solidaritas Perempuan menilai aksi kekerasan atas nama agama yang dilakukan sekelompok massa, telah mengancam keberagaman, menyempitkan makna keagamaan itu sendiri yang diamini oleh Negara. Oleh karena itu,Solidaritas Perempuan mendesak pemerintah untuk:
- Segera mengusut tuntas dan menindak secara hukum pelaku penyerangan terhadap Muslim Syiah di dusun Nangkernang, desa Karang Gayam, kabupaten Sampang dan wilayah lain di Indonesia
- Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan atas nama agama dalam kondisi apapun.
- Segera menindak secara hukum segala organisasi masyarakat yang melakukan kekerasan atas nama agama, pihak kepolisian dan pemerintah daerah yang dianggap tidak professional dalam menyikapi isu keberagaman dan melakukan pembiaran di Indonesia
- Segera mencabut SKB 3 menteri dan kebijakan yang dinilai diskriminatif dan tidak menghargai Bhineka Tunggal Ika, karena bertentangan dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No.7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan UU No. 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan.
Link berita khusus perempuan Sampang:
http://www.merdeka.com/peristiwa/polisi-evakuasi-wanita-dan-anak-anak-korban-bentrok-sampang.html
http://www.beritasatu.com/hukum/68159-kapolda-jatim-kasus-sampang-masalah-ideologi.html
Jakarta, 29 Agustus 2012
Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan (SP)
Contact Person:
Donna Swita +6281312205022/ donna@solidaritasperempuan.org