Hari pangan sedunia merupakan suatu momentum bersama untuk memperjuangkan hak-hak perempuan atas pangannya, dimana peran perempuan sangat signifikan dalam sistem pengelolaan pangan, baik aspek produksi, konsumsi maupun distribusi. Ketahanan pangan hanya dilihat sebatas pada peningkatan produksi yang berorientasi pada agribisnis, padahal petani perempuan di Sumbawa adalah produsen pangan kecil.
Penetapan NTB sebagai Lumbung Pangan Nasional yang di fokuskan pada Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan dalam negeri guna meningkatkan produktifitas hasil pertanian. Di Sumbawa, berbagai program dan kebijakan yang mendukung keberhasilan program justru membuat perempuan semakin tidak berdaulat dan terpinggirkan dalam mengelola sumber- sumber kehidupannnya. Sementara dalam penyusunan perencanaan program maupun penyusunan gagasan untuk program tersebut perempuan tidak dilibatkan dan perempuan hanya dilibatkan dalam pelaksanaanya. Dalam hal ini adalah program penyeragaman benih Jagung, Padi dan Kedelai (PAJALE) bersamaan dengan pupuk kimia untuk petani. Dampak dari adanya program ini terhadap perempuan adalah perempuan petani tidak bisa menentukan benih apa yang akan ditanam sementara benih PAJALE hibrida yang diberikan pemerintah tidak bisa dimuliakan lagi oleh petani, dan dalam penggunaannya membutuhkan pupuk kimia yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh petani, dan benih lokal yang dimiliki petani secara turun-temurun sudah mulai hilang. Situasi tersebut merampas hak-hak perempuan yang dijamin dan di lindungi dalam CEDAW, Sipol dan Ekosob.
Hadirnya pupuk kimia dan benih hibrida ini menyebabkan perubahan kebiasaan petani dalam mengelola lahan dan pertaniannya secara arif secara turun temurun yang sangat memperhatikan kesuburan tanah, lingkungan dan keseimbangan alam mulai hilang karena ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dan benih hibrida yang justru membuat tanah mulai keras dan tidak subur. Kurangnya kontrol pemerintah terhadap harga hasil produksi yang rendah dan tidak sepadan dengan biaya produksi membuat perempuan petani dirugikan. Kesejahteraan yang dijanjikan untuk petani khususnya perempuan petani hanya isapan jempol semata, dan yang di untungkan adalah pengusaha.
Situasi ini semakin mengancam perempuan dan sumber-sumber kehidupannya. Perempuan akan kehilangan kedaulatan atas pangan yang berakibat hilangnya sumber penghidupan perempuan. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya beban perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Semakin masifnya intervensi dalam pengelolaan pangan berdampak pada hilangnya kedaulatan perempuan atas pangan lokalnya.
Berdasarkan situasi dan kondisi diatas, Solidaritas Perempuan Sumbawa menyatakan:
1. Pemerintah harus mengurangi penyaluran bibit/benih hibrida dan melestarikan benih pangan lokal.
2. Pemerintah harus memberikan kebebasan kepada perempuan petani untuk membeli pupuk dengan atau tanpa harus terlibat dalam kelompok tani.
3. Pemerintah harus menentukan harga hasil produksi pertanian yang tidak merugikan perempuan petani.
4. Pemerintah harus melibatkan perempuan dalam setiap penyusunan program maupun kebijakan yang dilakukan.
Salam Solidaritas
Nuraidah
Ketua Badan Eksekutif Komunitas