PETISI KEADILAN UNTUK EVA SUSANTI H. BANDE

eva banner1
Kepada Yth.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Majelis Hakim Perkara Pidana a.n. EVA SUSANTI H. BANDE
Di Tempat

Saat ini, seorang perempuan pembela HAM, EVA SUSANTI H. BANDE tengah menjalani hukuman atas vonis 4 tahun pidana penjara dari Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 1573/K/Pid/2011 tertanggal 2 April 2013 jo. PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SULAWESI TENGAH No : 01/PID/2011/PT.PALU tertanggal 10 Februari 2011 jo PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUWUK No : 178/PID.B/2010/PN.Lwk tertanggal 12 November 2010. Eva dituduh melakukan tindak pidana “Bersama-sama secara lisan atau dengan tulisan didepan umum menghasut untuk melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum”, sebagaimana diatur dalam Pasal 160 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas putusan Kasasi tersebut, Eva sedang mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dengan Register Perkara No.: 03/PID.PK/2014/PN.Lwk tertanggal 21 Agustus 2014.

Dalam hal ini, EVA SUSANTI H. BANDE, 35 tahun, merupakan Ibu dari tiga orang anak, yang saat ini tidak bisa tinggal bersama Ibunya, akibat putusan pidana penjara yang harus dijalani oleh Eva. Selama 16 tahun Eva Bande mendedikasikan dirinya untuk melakukan pembelaan dan menyuarakan pelanggaran hak-hak masyarakat termasuk hak-hak perempuan. Eva juga adalah anggota dari Solidaritas Perempuan, yaitu organisasi perempuan yang selama 23 tahun konsisten memperjuangkan keadilan gender dan hak-hak perempuan akar rumput melawan pemiskinan. Dalam rentang waktu 12 tahun (1998-2010) EVA SUSANTI H. BANDE  fokus memperjuangkan hak-hak masyarakat, laki-laki dan perempuan, yang mengalami ketidakadilan dan penindasan oleh aparat Negara dan korporasi dalam berbagai isu dan kasus. Di antaranya adalah kasus Tambak di Batui (1999), pendampingan organisasi perempuan adat Ngata Toro (2000), sengketa Agraria di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu (Dongi-dongi) (2000-2001), kasus  kekerasan terhadap perempuan di Palu, Buol, Tolitoli (2002). Di akhir tahun 2002 hingga tahun 2007, Eva melakukan pendampingan perempuan korban kekerasan TNI-POLRI dan Sipil di wilayah Konflik di Poso. EVA SUSANTI H. BANDE juga dipercaya untuk memegang berbagai peran, antara lain sebagai salah seorang Badan Pimpinan KPKP-ST (Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah), Koordinator Forum Kawasan Timur Indonesia (FKTI) Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah (2007-2009); Koordinator Koalisi untuk Pembebasan Perempuan (KUPP) Sulteng (2008-2010); dan Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS-Sulteng, 2009-2010).

Saat ini, EVA SUSANTI H. BANDE mengalami kriminalisasi oleh Negara dengan tuduhan tindak pidana penghasutan akibat kerja-kerjanya membela dan menyuarakan  hak-hak masyarakat serta mengadvokasikan konflik lahan antara masyarakat petani Banggai dengan perusahaan kelapa sawit dan HTI.   Dengan adanya kriminalisasi tersebut, Negara telah memaksa Eva berhenti memperjuangkan hak-hak masyarakat, laki-laki dan perempuan, karena harus fokus pada proses hukum yang harus dihadapinya selama hampir 4 tahun, yaitu sejak tahun 2010 hingga dilakukannya eksekusi atas putusan mahkamah agung yang menguatkan vonis 4 tahun penjara pada EVA SUSANTI H. BANDE.

Kriminalisasi terhadap Eva tidak terlepas dari kasus sengketa tanah, di mana EVA SUSANTI H. BANDE  secara terus menerus melakukan perjuangan membela hak-hak masyarakat dalam konflik antara masyarakat dengan PT Kurnia Luwuk Sejati  (KLS) dan PT Berkat Hutan Pusaka (BHP) di wilayah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Kasus ini terkait dengan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 13.400 ha milik PT BHP dan konsesi Hak Guna Usaha (HGU) seluas 6.010 ha milik PT KLS, yang menimbulkan konflik dengan masyarakat sejak tahun 90-an. Sengketa ini menuai berbagai persoalan dari perampasan tanah adat, penggusuran lahan bersertifikat, sengketa dalam proyek transmigrasi, pembabatan hutan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, perluasan sawit di wilayah Suaka margasatwa Bangkiriang dan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin, hingga kriminalisasi warga. Bersama EVA SUSANTI H. BANDE, telah dikriminalisasi juga 23 petani, di mana sebagian besar telah selesai menjalani masa hukumannya atas tuduhan pengrusakan properti PT BHP dalam aksi petani pada 26 Mei 2010, yang juga menjadi asal muasal kriminalisasi terhadap EVA SUSANTI H. BANDE. Kriminalisasi terhadap EVA SUSANTI H. BANDE dan 23 petani jelas merupakan bentuk pelemahan gerakan rakyat untuk memperjuangkan haknya. Di kala EVA SUSANTI H. BANDE dan para petani disibukkan dengan proses hukum yang harus mereka jalani,  PT KLS terus berupaya melakukan penggusuran lahan rakyat.

Dalam kasus ini, EVA SUSANTI H. BANDE mengalami ketidakadilan, karena di dalam proses hukumnya banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Tak hanya itu, aparat penegak hukum jelas memiliki keberpihakan terhadap pengusaha pemilik perusahaan kelapa sawit, yaitu Murad Husein. Hal itu dibuktikan dengan  tidak pernah ditindaklanjutinya pelaporan tindak pidana perkebunan ke Polres Banggai sejak tahun 2009, yang kemudian telah menetapkan Murad Husein sebagai tersangka. Setelah hampir 3 tahun proses hukumnya tidak jelas, kemudian pada 14 April 2012, Kapolres Banggai, Sulawesi Tengah justru mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan alasan tidak cukup bukti.

Untuk itu, dalam memeriksa kasus EVA SUSANTI H. BANDE, penting bagi hakim untuk mempertimbangkan kondisi-kondisi nyata dan fakta yang dihadapi oleh para petani di dataran Toili, yakni tindakan sewenang-wenang pihak perusahaan dengan melakukan pengrusakan jalan kebun dan juga melakukan penggusuran paksa lahan-lahan pertanian milik rakyat petani. Karena itu, hakim dalam menafsirkan undang-undang harus memperhatikan masalah sosial kemasyarakatan yang konkret, serta melihat bahwa apa yang menjadi ekses dari peristiwa di masyarakat akibat aktivitas dan perilaku perusahaan yang telah berkonflik dengan petani selama bertahun-tahun berada di luar tanggung jawab EVA SUSANTI H. BANDE. Hakim dalam memeriksa perkara penting juga untuk menelaah alat bukti secara lebih mendalam, terutama bukti dan saksi yang selama ini belum diajukan sebagai alat bukti dalam kasus ini.

Berdasarkan hal-hal yang disampaikan di atas, Kami memohon Mahkamah Agung untuk:

  1. Meninjau kembali kasus Eva Susanti H. Bande dan menjalankan peradilan dengan seadil-adilnya, serta bebas dan tidak memihak dalam memeriksa kasus EVA SUSANTI H. BANDE, dengan mempertimbangkan hal-hal yang seharusnya patut dipertimbangkannya mengenai kondisi nyata dan fakta sosial di sekitar kasus ini.
  2. Membebaskan Eva Susanti H. Bande dari segala dakwaan hukum atau setidaknya melepaskan Eva Susanti H. Bande dari segala tuntutan hukum.
  3. Memulihkan segala hak EVA SUSANTI H. BANDE dalam kemampuan, kedudukan, nama baik, serta harkat dan martabatnya dari segala dampak yang muncul akibat penangkapan, penahanan dan proses hukum yang terjadi.

Demikian petisi ini Kami sampaikan untuk menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Agung, semata-mata dengan tujuan mencapai keadilan bagi EVA SUSANTI H. BANDE, tanpa bermaksud melakukan intervensi terhadap proses peradilan. Besar harapan kami Mahkamah Agung dapat menjadi intitusi peradilan yang benar-benar  menjalankan keadilan di dalam proses Peninjauan Kembali ini.

Hormat Kami,
Yang bertanda tangan,

[contact-form-7 404 "Not Found"]

 

 

 

Translate »