Pilkada pada Masa Pandemi Merampas Kedaulatan perempuan, Mengkhianati Demokrasi

Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 270 daerah tetap dipaksakan pelaksanaannya pada 9 Desember 2020 di tengah pandemi COVID-19 yang gagal dientaskan pemerintah dalam waktu cepat sehingga penyebarannya sulit dikendalikan dan telah menimbulkan krisis multidimensi yang menyengsarakan rakyat.  Alih-alih menjalankan tanggung jawab melindungi rakyat, negara justru sibuk mengatur agenda yang memanfaatkan kesengsaraan rakyat untuk memapankan kepentingan politik penguasaan sumber daya di daerah oleh segelintir orang.

Pilkada yang seharusnya menjadi ruang kedaulatan rakyat di mana rakyat adalah penentu arah politik daerah justru dimanipulasi untuk kepentingan yang jauh dari urusan rakyat. Sementara, perempuan yang dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah lebih dari 50 persen juga turut dimobilisasi tanpa sedikitpun disentuh kepentingannya. Padahal kelindan permasalahan perempuan semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Perempuan terus dimiskinkan karena wilayah kelolanya digempur proyek-proyek investasi skala besar, baik oleh korporasi swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk di dalamnya Proyek Strategis Nasional, juga proyek yang pendanaannya didukung oleh Lembaga Keuangan Internasional. Kualitas hidup perempuan menjadi semakin rendah dengan tanggungan beban yang lebih berat akibat peran-peran gender yang dilekatkan. Sementara, pilihan perempuan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya menjadi semakin terbatas. Dalam ketidakberdayaannya, perempuan kerap terjebak dalam tindak pidana perdagangan orang, diperkosa, dilecehkan, dieksploitasi, dan tidak dipenuhi hak-haknya saat menjadi buruh, baik di dalam maupun di luar negeri.

Di saat perempuan memilih untuk mempertahankan kedaulatannya, baik atas diri, komunitas, maupun wilayah kelolanya, intimidasi dan kekerasan tidak luput mengintai perempuan. Negara bahkan menggunakan otoritas yang dekat dengan perempuan untuk melakukan pembungkaman dan pelemahan terhadap perjuangan perempuan.

Krisis akibat pandemi COVID-19 semakin memperparah situasi tersebut. Tindakan pemerintah untuk mengurangi dampak krisis dengan menyediakan program bantuan bagi rakyat adalah tindakan yang tidak cukup. Rakyat, terutama perempuan, membutuhkan rasa aman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di tengah pandemi. Negara harus memberikan keleluasaan bagi rakyat untuk menggerakan komunitasnya dan menggunakan cara hidup guyub dengan kekayaan pengetahuan lokalnya untuk bangkit dari krisis. Untuk mengondisikan situasi tersebut, negara harus melakukan langkah-langkah extraordinary, termasuk menghentikan ketergantungan pada pihak swasta dalam membangun ekonomi negara dan menyerahkan kembali pengelolaan sumber daya alam kepada rakyat, terutama perempuan yang telah lama menjalin relasi mutual dengan alam.

Pilkada yang juga menjadi ruang konsolidasi oligarki untuk agenda penguasaan sumber daya alam di daerah perlu ditertibkan. Perempuan sebagai entitas penting warga negara harus menjadi bagian dari pertimbangan penentuan arah politik negara, khususnya di daerah. Hal ini yang kemudian membuat Pilkada pada masa pandemi bukan agenda yang relevan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat saat ini. Bahkan, justru mengurangi partisipasi substantif rakyat dan meningkatkan potensi kecurangan pasangan calon karena sulitnya melakukan pengawasan. Ditambah lagi, penularan pandemi yang mengancam rakyat, terutama perempuan, baik perempuan pemilih maupun perempuan yang menjadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Terbukti, puluhan ribu anggota KPPS positif tertular COVID-19 sebagaimana dilansir dalam berbagai media.

Oleh karena itu, Solidaritas Perempuan menyatakan bahwa: 

  1. Pilkada yang dipaksakan pelaksanaannya pada 9 Desember 2020 sama sekali tidak relevan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat, terutama perempuan, di masa pandemi COVID-19.
  2. Negara telah mengabaikan kondisi objektif rakyat, terutama perempuan, yang tengah kesulitan menghadapi krisis akibat Pandemi COVID-19 dan lebih memilih memfasilitasi oligarki untuk terus menguasai sumber daya di daerah.
  3. Negara menggadaikan perlindungan dan pemenuhan hak rakyat atas jaminan hidup sehat dan terhindar dari COVID-19 untuk kepentingan politik kekuasaan yang merupakan perwujudan politik patriarki.

Atas dasar fakta tersebut, Solidaritas Perempuan mengajak dan mendorong gerakan rakyat dan gerakan perempuan untuk:

  1. Bersikap kritis dan menolak penguasaan oligarki di daerah yang dilanggengkan melalui sistem dan praktek politik yang patriarkis.
  2. Mengonsolidasikan diri dengan kekuatan gerakan politik rakyat lain di daerah dalam upaya menghalau tindakan negara yang telah mengabaikan kepentingan rakyat, terutama perempuan.
  3. Mengorganisir diri dan menjaga basis kekuatan perempuan rakyat untuk melawan segala tindakan sewenang-wenang negara yang terus merampas kedaulatan perempuan.
  4. Menyebarluaskan tekanan politik kepada negara untuk memfokuskan penanganan COVID-19, serta penegakan Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan.

 

Jakarta, 9 Desember 2020

 

Dinda Nuur Annisaa Yura
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan

Translate »