Luwuk, 1 Oktober 2014. Sidang Peninjauan Kembali (PK) kasus Eva Bande telah melalui agenda terakhirnya, yaitu tanggapan jaksa atas kesimpulan pemohon yang telah disampaikan pada sidang minggu lalu. Eva yang merupakan perempuan pejuang agraria yang mengalami kriminalisasi dalam konflik agraria antara Petani Toili, Banggai Sulawesi Tengah dengan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) dan PT Berkat Hutan Pusaka (BHP), telah melalui proses hukum yang sangat panjang sejak terjadinya peristiwa pengrusakan oleh massa dalam demontrasi warga terhadap perusahaan tersebut pada Mei 2010. Dalam peristiwa tersebut, Eva dituduh telah melakukan penghasutan terhadap petani untuk melakukan pengrusakan. Padahal demonstrasi warga dipicu oleh tindakan perusahaan yang telah menutup dan merusak jalan produksi petani sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani karena tidak dapat panen. Sidang ini merupakan sidang kelima sejak diajukannya permohonan peninjauan kembali oleh Eva pada 21 Agustus 2014 yang lalu, di mana permohonan PK ini dilakukan oleh Eva demi mendapatkan keadilan karena banding dan kasasinya ditolak oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah dan Mahkamah Agung RI.
Pada sidang kali ini, Jaksa menyampaikan tanggapan yang pada pokoknya menolak novum dari Pemohon, dengan alasan bahwa berdasarkan Pasal 263 Ayat (2) KUHAP, Novum merupakan keadaan baru yang apabila sudah diketahui pada waktu sidang di tingkat pertama akan menghasilkan putusan yang bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, sedangkan novum yang disampaikan, menurut pandangan jaksa, bukan lah keadaan baru. Saat diminta tanggapannya lagi, Eva selaku Pemohon yang didampingi oleh Pengacaranya, menyatakan bahwa pemohon tetap pada kesimpulannya mengenai fakta-fakta yang diajukan ke persidangan sebagai keadaan baru tersebut. Fakta yang muncul di persidangan sebelumnya pada pokoknya menyatakan bahwa tidak ada tindakan penghasutan yang dilakukan oleh Eva, sebagaimana yang ditunjukkan dengan bukti putusan pengadilan dari terpidana tindakan pengrusakan terkait dan yang disampaikan oleh saksi-saksi baru yang diajukan.
Majelis Hakim kemudian menyatakan sidang ditutup dan dalam waktu 2 minggu pasca sidang terakhir ini, Majelis Hakim akan menyusun kesimpulan dan melimpahkan perkara beserta seluruh hasil pemeriksaan sidang ke Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk mempertimbangkan materil perkara dan memutuskan perkara ini. “Dalam hal ini, Pengadilan Negeri kewenangannya adalah formil perkara, sedangkan untuk materil perkara kewenangannya ada di Mahkamah Agung Agung.” demikian keterangan dari Ketua Majelis Hakim, di luar ruang sidang sesaat setelah persidangan selesai.
“Kalau kita, patokan PK itu novum, novum bisa tidak meyakinkan MA bahwa Mbak Eva adalah orang yang tidak patut dipersalahkan dan ada tidak kekhilafan hakim dalam memutus di tingkat persidangan sebelumnya, baik dalam memutuskan ditingkat pertama, banding maupun kasasi. Paling tidak, dari semua fakta hukum yang telah diajukan di persidangan, harapannya MA akan mengabulkan permohonan PK dan membebaskan Mbak Eva.” Ungkap Hairul Mu’minin, S.H. dari Sarekat Hijau Indonesia, yang kali ini mewakili Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Aktivis Dan Petani Banggai yang selama ini mendampingi Eva dalam memperjuangkan keadilan bagi dirinya. Pasca persidangan tersebut, Eva pun masih sempat menyampaikan doa dan harapannya, “Semoga MA dapat melihat perkara ini secara adil dengan alas kebenaran sejati. Saya pun berserah diri kepada Allah SWT untuk menghadapi takdir selanjutnya. Harapan saya kepada kawan-kawan pergerakan, kiranya masih bersetia memberi dukungan atas pembebasan saya. Semoga setelah saya ini tidak ada lagi petani maupun aktivis yang ada di seluruh Indonesia dikriminalisasi oleh negara ini. Salam hormatku untuk kawan-kawan yang masih bersetia di jalan yang penuh kesedihan ini.” Ucap Eva setelah sidang terakhirnya selesai. (SP Palu).
CP: Ruwaida (085241345838)