PRESIDEN TERPILIH TELAH GAGAL SEJAK PELANTIKAN

Rilis Solidaritas Perempuan
Jakarta, 21 Oktober 2024

Merespon pidato kenegaraan Prabowo-Gibran pada 20 Oktober 2024, Solidaritas Perempuan mengkritik kegagalan keduanya sejak dilantik hari ini dalam menjawab permasalahan struktural yang dihadapi oleh masyarakat khususnya perempuan di tingkat tapak. Swasembada pangan melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate dan Hilirisasi untuk swasembada energi terus digaungkan. Food Estate merupakan warisan yang selalu gagal menjawab kebutuhan pangan sejak Pemerintahan Soeharto sampai Pemerintahan Joko Widodo. Selama 10 tahun terakhir, pembangunan yang dilakukan melalui perampasan ruang hidup, pengrusakan dan penghancuran lingkungan, kental akan militeristik, kekerasan, kriminalisasi dan intimidasi. Akibatnya proyek ambisius tersebut, perampasan tanah untuk PSN mencapai 500 ribu hektar di 115 lokasi dan 1,86 juta hektar di 11 provinsi untuk food estate.[1]

Dari berbagai regulasi yang telah dilahirkan terus sejalan dengan ambisi Prabowo-Gibran, UU Cipta Kerja telah menyuburkan kepentingan kapitalis, melalui revisi UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Demi Kepentingan Umum, secara spesial memberikan ruang lebar berbagai PSN salah satunya food estate untuk melakukan pengadaan tanah. Sudah menjadi rahasia umum, seluruh PSN food estate yang ada membutuhkan tanah yang tidak sedikit, mengubah fungsi bentang alam, menghilangkan pengetahuan dan identitas perempuan.

Alih-alih melakukan berbagai pembenahan kebijakan dan program yang berkelanjutan, untuk mengatasi persoalan pangan di Indonesia kegagalan food estate justru di klaim Prabowo-Gibran sebagai solusi mengatasi lumbung pangan nasional. Swasembada pangan ala Prabowo-Gibran secara sistematis akan memperluas ketimpangan yang telah terjadi dan memutus pengelolaan pangan lokal oleh petani, nelayan, masyarakat adat khususnya perempuan.

Berdasarkan fakta lapangan Solidaritas Perempuan, food estate telah melahirkan dampak berlapis terhadap situasi perempuan di Desa Mantangai Hulu, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Perempuan adat di Mantangai Hulu harus kehilangan lahan mereka dan menjadi buruh di tanah mereka sendiri, selain itu bibit-bibit padi lokal perempuan telah punah. Padahal selama ini, perempuan dayak di Mantangai Hulu memiliki relasi holistik dalam mengelola hutan dan sumber daya alam secara tradisional dan kearifan lokal yang telah mereka yakini secara turun menurun, sebagai aksi kolektif di dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menjaga keberlanjutan pangan lokal.

Pada kesempatan yang sama, Prabowo Subianto, menekankan selain menggenjot swasembada pangan, pemerintahan baru 2024-2029 akan melanjutkan  swasembada Energi.[2]Saudara-saudara sekalian kita juga harus swasembada energi, dalam keadaan ketegangan keadaan kemungkinan terjadi perang di mana-mana, kita harus siap dengan kemungkinan yang paling jelek, negara-negara lain harus memikirkan kepentingan mereka sendiri, kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan sulit akan kita dapat sumber energi dari negara lain karena itu kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada pangan.” (Kutipan pidato Prabowo Subianto)

Jika di cermati, jelas bahwa arah pembangunan transisi Energi Prabowo-Gibran, mengarah pada kepentingan pertahanan geopolitik bukan pada kepentingan  adaptasi dan mitigasi di dalam mengatasi krisis iklim. Komitmen indonesia yang dituangkan dalam dokumen draft final Second Nationally Determined Contribution (NDC) , bahwa Indonesia akan terus  memperkuat Clean Coal Technology (CCT).[3] Ambisi solusi palsu untuk memperpanjang masa pengelolaan energi kotor batu bara. Selain itu energi geothermal ( Panas bumi), Pembangkit Listrik tenaga Air (PLTA) menjadi target energi yang akan terus di genjot oleh pemerintahan Prabowo kedepan.

Untuk mewujudkan kepentingan tersebut presiden terpilih, telah menuangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029[4], dimana pembangunan Indonesia  kedepan akan difokuskan pada hilirisasi energi,  yang juga akan di tuangkan di dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBET) atas nama mitigasi dan adaptasi iklim. Padahal dasar  hukum keadilan iklim sendiri masih belum menjadi perhatian melalui RUU Keadilan iklim.[5]

Proyek geothermal di Poco Leok Nusa Tenggara Timur, Gunung Rajabasa Lampung, PLTA Poso Energy di Sulawesi Tengah menambah catatan hitam pemerintahan. Perlawanan perempuan atas penghancuran ruang hidup mereka selalu diperhadapkan dengan aparat bersenjata, perempuan terus merasakan tindakan beringas yang menyasar ketubuhan mereka. Situasi struktural ini telah menciptakan kemiskinan ekstrim yang berujung pada feminisasi migrasi kerja yang eksploitatif.

Swasembada pangan dan swasembada energi tidak terlepas dari kepentingan korporat, gurita bisnis tersebut telah menguatkan cengkraman kuasa  di berbagai lapisan, pada akhirnya hanya akan menghasilkan keuntungan bagi kapitalis dan perempuan akan terus dimiskinkan. Dari berbagai situasi diatas, sudah seharusnya Prabowo-Gibran kembali menempatkan kepentingan rakyat diatas segala-galanya.

Oleh karena itu, menanggapi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029, Solidaritas Perempuan, mendesak Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 untuk:

Pertama, menghentikan proyek food estate yang hanya akan mengulang sejarah kegagalan, memperluas konflik, menghilangkan identitas dan peran terhadap kedaulatan masyarakat khususnya perempuan di dalam pengelolaan sistem pertanian dan pangan lokal.

Kedua, mencabut seluruh kebijakan dan program transisi energi kotor solusi palsu  iklim di Indonesia, yang telah menciptakan feminisasi pemiskinan melalui penghancuran ruang kelola masyarakat dan eksploitasi lingkungan.

Ketiga, meletakkan kembali kedaulatan hidup yang adil di tangan perempuan atas penguasaan sumber-sumber agraria yang selama ini telah diperjuangkan akibat berbagai mega proyek solusi palsu.

Keempat, mengedepankan prinsip partisipasi bermakna dan inklusi bagi perempuan dan kelompok rentan di dalam seluruh tahapan pembangunan,  termasuk aksi iklim harus menghubungkan pembangunan dan hak asasi manusia/ Hak asasi perempuan untuk mencapai pendekatan berbasis hak dalam penanganan krisis iklim yang berkeadilan gender dan berkelanjutan.

Kelima, mengakui dan melindungi  pengalaman empiris dan pengetahuan lokal  perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam sebagai aksi kolektif/individu di dalam melestarikan lingkungan dan berkontribusi terhadap adaptasi dan mitigasi  iklim yang lestari.

[1] Media KPA, 2024
[2] Isi Lengkap Pidato Prabowo Subianto Usai Pelantikan Presiden RI (tirto.id)
[3] Draft Final Second NDC Indonesia, Komitmen Iklim Minus Keadilan (kompas.com)
[4] RPJMN (bappenas.go.id)
[5] Kertas Posisi Koalisi Keadilan Iklim – Rev5 | PDF (scribd.com)

Translate »