Refleksi Akhir Tahun : Tagih Janji Gubernur dan Peringatan Kepada Walikota Terpilih dan Calon Legislatif atas situasi keberagaman di Sulawesi Selatan

Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan Anging Mammiri
Tahun 2013 masih diwatagih janjirnai kasus kekerasan dan pelanggaran hak atas kerukunan berkeyakinan, beragama, beribadah, dan berekspresi di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Namun, tidak ada tindak nyata dan langkah tegas dari pemerintah Sulawesi Selatan, bahkan pemerintah daerah melakukan pembiaran terhadap kekerasan dan pelanggaran hak kelompok minoritas yang dilakukan oleh kelompok fundamentalis.

Selama 6 (enam) bulan terakhir Setara Institute1) mencatat 7 kasus intoleransi telah terjadi di Makassar. Sebagian kasus penyerangan terhadap kelompok minoritas, melibatkan kelompok fundamentalis tertentu, diantaranya penyerangan kelompok Syiah pada saat perayaan Hari Asyura, 14 November 2013 dan penyerangan terhadap kegiatan kelompok LGBT oleh ormas berbasis agama . Penyerangan telah mengakibatkan kekerasan dan pelanggaran hak atas hidup dan rasa aman kelompok minoritas, terutama perempuan dan anak. Trauma, pembatasan ruang gerak, pembatasan akses ruang publik, akses pendidikan hingga ekonomi, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas berekpresi dan berkeyakinan, telah terjadi akibat kekerasan dan pelanggaran yang dilakukan pada kelompok tertentu.

Menguatnya kasus intoleransi tidak terlepas dari massifnya kebijakan diskriminatif yang dilahirkan oleh Pemerintah Daerah. Hingga saat ini, telah terdapat 15 kebijakan diskriminatif di Sulawesi Selatan yang tersebar di Pangkep, Maros, Bulukumba, Bone, Enrekang, Gowa, Makassar, dan Pemerintah Provinsi Sulsel2. Namun persoalan tersebut tidak mendapat perhatian serius dari legislatif/anggota dewan, pemerintah, Gubernur Sulawesi Selatan dan Walikota Makassar dalam penyelesaian kasus maupun kebijakan diskriminatif di Sulawesi Selatan, bahkan terjadi pembiaran atas kekerasan tersebut. Tidak adanya langkah-langkah dan program yang jelas dalam mengatasi persoalan intoleransi di Sulawesi Selatan adalah bukti nyata atas ketidakpedulian pemerintah terhadap kasus intoleransi. Begitupun calon legislatif (Caleg) yang akan bertarung pada Pemilu 2014 di Sulawesi Selatan, belum melihat kasus intoleransi sebagai persoalan serius yang penting diselesaikan. Terlihat dengan tidak adanya program, visi misi, maupun komitmen politik Calon Legislatif yang jelas untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan atas nama agama dan kebijakan diskriminatif.

Sementara Solidaritas Perempuan (SP) Anging Mammiri telah melakukan berbagai upaya dalam merespon situasi intoleransi. Diantaranya mendesak Gubernur terpilih pada pemilihan Gubernur Sulsel 2013 untuk segera membangun mekanisme dan langkah tegas dalam penyelesaian kasus intoleransi, begitupun pada pemilihan Walikota Makassar 2013, SP telah mendesak : 1) Pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan yang melindungi kelompok-kelompok minoritas (suku, agama, ras, keyakinan, orientasi seksual, identitas gender dan status lainnya); 2) Pemerintah menindak tegas pelaku kekerasan yang mengatasnamakan kelompok, agama, suku dan ras; 3) Ada jaminan keselamatan dan keamanan berbagai kelompok masyarakat untuk mengekspresikan kepentingannya atas dasar agama, suku, ras dan kepercayaan; 4) Tidak ada lagi kebijakan diskriminatif yang membuka ruang bagi pemaksaan atau kekerasan yang merugikan kepentingan perempuan dan kelompok minoritas lainnya; 5) Mendorong upaya dialog antara entitas di masyarakat untuk menyatukan pemahaman terhadap pluralisme dan penghargaan atas perbedaan/keberagaman; 6) Adanya keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan ibadah di setiap tempat ibadah; 7) Ada pasal-pasal khusus yang mengatur hak dan perlindungan perempuan dan anak kelompok marginal; 8) Walikota terpilih mendukung revisi Perda AIDS Sulawesi Selatan; 9) Pasal-pasal khusus yang mengatur aktivis HAM HIV&AIDS; 10) Pembubaran kelompok yang melakukan kekerasan yang mengatasnamakan agama.

Atas desakan tersebut, Gubernur dan Walikota Terpilih telah berkomitmen untuk menindaklanjutinya. Namun faktanya, sampai hari ini belum ada langkah-langkah tegas yang dilakukan Gubernur terpilih untuk penyelesaian kasus intoleransi dan kebijakan diskriminatif.
Pada momentum Pemilu 2014, SP kembali menyuarakan, mengingatkan dan mendesak seluruh Calon Legislatif untuk memperhatikan dan memiliki visi-misi, program dan komitmen politik yang jelas dalam menyelesaikan situasi dan persoalan isu keberagaman dan kebijakan diskriminatif yang terjadi di Sulawesi Selatan pada umumnya dan Makassar pada khususnya.
Atas situasi tersebut, pada refleksi akhir tahun 2013, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri bersama perempuan bersuara untuk:

  1. Tagih janji Gubernur terpilih untuk segera mengambil langkah-langkah tegas dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran hak atas nama agama, pengakuan dan rehabilitasi terhadap kelompok minoritas di Sulawesi Selatan yang haknya dirampas oleh kelompok tertentu.
  2.  Mengingatkan Walikota Terpilih untuk segera membangun kebijakan dan program, serta mengambil langkah-langkah terhadap penyelesaian kasus kekerasan atas nama agama dan kebijakan diskriminatif di Makassar.
  3. Peringatan kepada Caleg untuk tidak menjadikan isu keberagaman hanya untuk dukungan politik dan mobilisasi suara. Perempuan juga memperingatkan Caleg untuk segera membangun program dan visi-misi dalam menyikapi persoalan intoleransi dan kebijakan diskriminatif di Sulawesi Selatan.

Makassar, 31 Desember 2013
Hormat Kami,

Jusmiati Lestari
Ketua Badan Eksekutif Komunitas
Solidaritas Perempuan Anging Mammiri

Kontak Person:
Nur Asiah : 0821 9059 3483 Musdalifah : 0852 9961 5000

[1] ) http://reformata.com/news/view/7392/intoleransi-agama-di-paruh-2013
2) http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=82201

Translate »