Oleh : Aniek
Sekolah Kepemimpinan Feminis (SKF) Solidaritas Perempuan Komunitas Anging Mammiri Sulawesi Selatan resmi di buka pada tanggal 18 februari 2019. SKF ini diikuti dua puluh peserta yang telah lulus seleksi oleh tim mentor dari jumlah peserta yang mendaftar sebanyak 36 orang. Peserta yang dinyatakan lulus telah melewati sejumlah tahapan/proses seleksi diantaranya; membuat tulisan dengan tema “ketidakadilan terhadap perempuan” (tulisan berisi pengalaman pribadi atas ketidakadilan dan penindasan perempuan baik di ranah keluarga, kampung/lingkungan, maupun di kampus), mengirimkan tulisan kepada panitia pelaksana, dan interview oleh tim mentor. Peserta Sekolah Kepemimpinan Feminis memiliki Latar belakang yang beragam, mulai dari kader kampung-desa, jurnalis kampus serta kelompok muda/mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Makassar.
Dalam pembukaan SKF, ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Permpuan Anging Mammiri Sulawesi Selatan (Musdalifah Jamal) menyampaikan, bahwa “sekolah ini lahir dari refleksi internal perserikatan serta situasi ekternal. sebagai organisasi perserikatan yang berideologi feminis maka penting untuk menciptakan sistem kaderisasi dan pendidikan yang sistimatis, guna memastikan keberlanjutan kepemimpinan organisasi. Selain itu, pemiskinan di pedesaan hingga perkotaan masih berwajah perempuan. akibat dari pembatasan akses dan control perempuan terhadap sumber-sumber kehidupan, diantaranya akses dan control perempuan petani atas tanahnya, akses perempuan nelayan terhadap sumber pangan di pesisir/laut, pelanggaran hak perempuan pekerja migran dan keluarganya, termasuk penindasan hak seksualitas perempuan. Diharapkan Sekolah Kepemimpinan Feminis ini, melahirkan aktivis-aktivis muda yang berperspektif feminis dalam melakukan perjuangan di desa ataupun di komunitasnya masisng-masing serta memiliki komitmen bergerak bersama Solidaritas Perempuan serta gerakan sosial di Sulsel, menghentikan segala bentuk penindasan terhadap perempuan.”.
Sekolah Kepemimpinan Feminis akan menjadi ruang belajar, berdiskusi, bertukar pengalaman dan pengetahuan, inisiatif serta ide antar peserta dalam mendorong perubahan social yang lebih adil dan setara. Selama proses pendidikan (3 bulan dengan menggunakan metode inclass dan outclass) peserta akan mendapatkan penguatan ideology serta keterampilan yang utuh terkait isu-isu krusial dalam konteks situasi perempuan. Selain itu, peserta akan mempraktekkan pengetahuan dan keterampilannya di kampung/desa serta dikomunitasnya masing-masing yang telah didapat selama proses pendidikan. mentransformasikan ideology, pemahaman isu, keterampilan mengorganisir, menggalang dukungan serta melakukan pembelaan dalam penegakkan Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan
Prinsip kekeluargaan, solidaritas, saling menghargai merupakan nilai yang dibangun selama sekolah berlangsung. SKF ini dibangun tidak hanya sebagai ruang peningkatan kapasitas kepemimpinan feminis yang transformative tetapi juga ruang untuk membentuk sikap dan karakter peserta untuk meneggakkan kesetaraan dalam bingkai nilai-nilai feminis; persaudaraan, keadilan, solidaritas, pembebasan, anti diskriminasi, anti kekerasan, pluralisme, kesadaran ekologis dan kemandirian sebagai landasan dalam memperjuangkan kedaulatan perempuan.
Mako, mahasiswi universitas hasanuddin Makassar, mengatakan SKF ini sangat penting karena maraknya potret kekerasan sturuktural berbasis gender di kalangan pekerja perempuan. Mahasiswi semester akhir di fakultas Sosial Politik UNHAS ini, mengungkapkan perasaan senangnya saat dihubungi oleh panitia untuk interview dan kemudian dinyatakan lulus seleksi. Berharapnya SKF tidak hanya ruang bagi saya, untuk belajar isu feminis tetapi juga untuk memperkaya informasi dan pengetahuan dalam penulisan skripsinya. Ungkap Mako.
Qalby, perwakilan kelompok muda dari kampung dampang bira bangkala Makassar yang juga merupakan aktivis muda SP Anging Mammiri, ia menyampaikan motivasinya ikut SKF karena beberapa kali dilibatkan pada kegiatan-kegiatan SP Anging Mammiri, diantaranya terlibat menyaksikan perjuangan perempuan petani di Takalar serta menyaksikan situasi ketidakadilan perempuan buruh migran di kampungnya yang mendorong saya untuk terus terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SP Anging Mammiri. “Ada banyak persoalan dan situasi ketidakadilan yang dialami oleh perempuan yang terjadi hampir di semua ranah” Ungkap Qhalbi.
Begitupan rekannya, Renie, peserta asal Kabupaten Bone, mahasiswi UIN Samata, termotivasi ikut SKF karena ingin tahu lebih dalam terkait isu dan gerakan feminis. “Selama ini saya, telah merasakan bagaimana perempuan di nomor duakan, saya sangat senang dan antusias saat dinyatakan lulus seleksi oleh panitia karena SKF ini merupakan wadah untuk menambah wawasan, pengetahuan dan merupakan proses belajar untuk menimba ilmu dan proses belajar membebaskan dirinya dari stigma”.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh Solidaritas Perempuan komunitas Anging Mammiri, tidak hanya di eksternal, tetapi juga di internal organisasi. Tantangan tersebut menjadikan komunitas terus melakukan refleksi terhadap dinamika yang berkembang dan mencari solusi yang dapat memperkuat kaderisasi dan gerakan perempuan di Sulawesi selatan. Maka dari itu, tahun 2019, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri mengembangkan satu sistem pendidikan dan kaderisasi yang telah dipraktekkan sebelumnya oleh Sekretariat Nasional Solidaritas Perempuan (2017) yaitu, sekolah kepemimpinan feminis komunitas yang difokuskan pada kelompok muda/mahasiswa.