Kepada Yang Terhormat,
- Anggota Non Komunitas Solidaritas Perempuan
- Badan Eksekutif Komunitas
Solidaritas Perempuan Bongeong Jeumpa Aceh
Solidaritas Perempuan Palembang
Solidaritas Perempuan Sebay Lampung
Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta
Solidaritas Perempuan Palu
Solidaritas Perempuan Anging Mammiri Sulawesi Selatan
Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso
Solidaritas Perempuan Kendari
Solidaritas Perempuan Sumbawa
Solidaritas Perempuan Mataram
Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalimantan Tengah
Solidaritas Perempuan Flobamoratas NTT
Salam Solidaritas,
Saat ini indonesia mengalami degradasi demokrasi, kekuasaan dan kedaulatan tidak lagi ada ditangan rakyat sebagaimana mandat konstitusi UUD 1945, melainkan telah di otokrasi oleh kepentingan kekuasaan politik patriarki di Indonesia. Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju tengah melakukan segala macam cara untuk menjaga dinasti politik melalui Pemilihan Kepala Daerah yang akan dilakukan serentak November mendatang, termasuk dengan mengabaikan dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru terkait ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah dan penghitungan syarat usia calon kepala daerah dalam UU Pilkada.
Pada tanggal, 20 Agustus 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan No 60/PUU-XII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang membatalkan ketentuan syarat umur dalam pencalonan kepala daerah dalam Pilkada dan menurunkan syarat ambang batas bagi partai untuk mengusung calon, yakni 7.5% setara dengan calon independen. Bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah bagi dan partai dan koalisinya cukup 20% tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya. MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/non partai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Namun, DPR RI justru menjadikan Putusan MK sebagai rujukan untuk melakukan revisi UU Pilkada dengan waktu kerja yang singkat untuk menganulir batasan konstitusional yang telah diterbitkan MK. Pembahasan revisi UU Pilkada oleh DPR RI ini cacat secara formil karena proses yang tidak transparan, dan juga tidak membuka ruang untuk publik menyampaikan aspirasinya. Selain cacat formil revisi UU Pilkada juga cacat materil karena substansi yang terkandung didalamnya tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Keputusan MK seharusnya menjadi keputusan final dan mengikat.
Saat ini Presiden Joko Widodo, DPR RI dan Koalisi Indonesia Maju, tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi kepada masyarakat demi kepentingan mereka dan melanggeng politik dinasti dan oligarki yang telah mereka bangun. Hal tersebut tentunya telah mencederai konstitusi dan demokrasi di Indonesia. Revisi mendadak UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR-RI tentunya mengabaikan kepentingan perempuan dan akan berdampak terjadinya diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan pada penyelenggaraan PILKADA 2024.
Solidaritas Perempuan sebagai organisasi feminis yang bekerja bersama perempuan akar rumput menyatakan dan menuntut :
- DPR-RI bersama Presiden telah menyakiti perempuan dengan tidak melakukan pengesahan terhadap UU, seperti RUU PRT yang berpihak kepada kepentingan perempuan dan justru melakukan revisi terhadap UU Pilkada demi kepentingan dinasti dan oligarki tanpa mempedulikan kepentingan dan pengalaman perempuan;
- DPR-RI telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi UUD 1945 dengan tidak lagi mengakui bahwa kekuasaan dan kedaulatan berada ditangan rakyat;
Untuk itu, Solidaritas Perempuan menuntut:
- DPR-RI dan Presiden tidak mengesahkan revisi UU PILKADA yang cacat formil maupun materil dan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Agustus 2024
- DPR-RI menjunjung partisipasi dan transparansi serta melibatkan partisipasi bermakna terutama perempuan dalam membuat dan melahirkan sebuah kebijakan, termasuk menciptakan UU Pilkada, sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender yang bertujuan untuk menciptakan kebijakan dan pembangunan yang adil dan setara bagi masyarakat Indonesia
- KPU menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Agustus 2024
Jakarta, 22 Agustus 2024
Hormat kami,
Badan Ekekutif Nasional
Perserikatan Solidaritas Perempuan
Armayanti Sanusi
Ketua