Banda Aceh- Dengan diberlakukannya Qanun No. 6/2014 tentang hukum Jinayah yang resmi berlaku di Aceh mulai 23 Oktober 2015, kami, masyarakat sipil Aceh terdiri dari Solidaritas Perempuan Aceh (SP Aceh), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Forum Islam Rahmatn Lil’alain Aceh menilai isi dari pasal dalam Qanun ini diskriminatif, khususnya bagi perempuan, juga masih ada klausul lainnya yang multi-tafsir sehingga dikhawatirkan terjadi masalah saat
Alasannya, banyak kasus pelanggaran syariat Islam yang diproses selama ini merupakan hasil tangkap tangan polisi atau polisi syariah, “kekhawatirannya ialah akan terjadi tindakan improsedural dalam proses penegakannya, sehingga hak-hak tersangka dilanggar, dalam penerapan jinayah kedepan harus menghormati hak-hak tersangka sebagaimana diatir dalam Qanun Acara Jinayah” ujar Hendra Saputra, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Aceh, Jum’at (23/10)
T. Muhammad Jafar Sulaiman (Koordinator Forum Islam Rahmatan Lil’alamin) menambahkan bahwa Belajar dari proses penegakan hukum syariat selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum syariat selama ini hanya berlaku bagi orang kecil, artinya tajam kebawah (rakyat kecil) dan tumpul ke atas. Berbicara penegakan syariat, maka model ini juga tidak Islami dan tidak menunjukan persamaan orang di depan hukum, seharusnya siapapun dia yang melakukan pelanggaran terhadap jinayah maka harus diproses karena dalam prinsip hukum tidak boleh impunitas termasuk kepada aparat pemerintah.
Produk hukum lokal Aceh yang mengatur hukum pidana syariat islam, menurut Solidaritas Perempuan Aceh masih terdapat pasal-pasal yang diskriminatif terhadap perempuan dan Anak. Ketua Solidaritas Perempuan Aceh, Ratna Sari melihat akan ada persoalan yang ditimbulkan dari Pasal Pemerkosaan dalam Qanun Jinayat yang akan semakin mempersulit perempuan untuk mencari keadilan, dimana korban perkosaan (umumnya dialami perempuan) harus menghadirkan saksi-saksi yang itu seharusnya menjadi tanggung jawab penyidik (negara), selain itu juga dengan qanun ini pelaku dapat bebas hanya dengan bersumpah.
“Selain diskriminatif terhadap perempuan, dalam qanun jinayat tidak ada satu pasalpun yang mengakomodir kepentingan kelompok minoritas yaitu kelompok difabel”, jelasnya.
“Untuk itu, kami sebagai masyarakat sipil akan melakukan pemantauan terhadap proses penerapan qanun jinayah, sehingga prinsip-prinsip hukum tidak terjadi pengabaian dan pelanggaran serta tidak adanya tebang pilih dalam penerapan qanun jinayah, karena semua warga negara mempunyai hak yang sama di depan hukum, tutup Ketua SP Aceh Ratna Sari.
Hormat kami,
Yang memberikan rilis
Hendra Sapurta (Kontras Aceh) Cp. 085222938318
Ratna Sari (SP Aceh), T. Muhamaad Jafar (FIRL)