Siaran Pers “Respon atas pemberian The World Statements Award on Religious Freedom 2013 kepada Presiden SBY”

award sbySiaran Pers
Untuk Disiarkan Segera
“SBY Gagal Melindungi, Menghormati, dan Memenuhi Hak Masyarakat atas Keyakinan, Berekspersi, dan Berpendapat”
Respon atas pemberian The World Statements Award on Religious Freedom 2013 kepada Presiden SBY

Masyarakat Indonesia membutuhkan pemimpin yang peduli dan mampu bertindak untuk penghentian atas segala bentuk kekerasan atas nama agama. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945 dan Pancasila, secara tegas menjamin perlindungan seluruh warga Negara  untuk berkeyakinan, beribadah, kebebasan beragama, berekspresi dan berpendapat. Indonesia membutuhkan pemimpin yang bertindak untuk mewujudnyatakan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an bangsa besar yang majemuk ini.

10 tahun terakhir, kasus-kasus intoleransi semakin meningkat, kita dapat melihat tahun 2012 sebanyak 282 kebijakan diskriminatif dan 274 kasus intoleransi. Kebijakan dan kasus intoleransi yang terus meningkat telah mengakibatkan warga negara, laki-laki dan perempuan, kehilangan hak atas rasa aman, hak untuk beribadat, hak untuk berkeyakinan, hak untuk berekspresi dan hak untuk berpendapat. Berbagai kasus penyegelan rumah ibadat di Aceh, Jawa Barat, dan Kupang, kasus tuduhan aliran sesat, pembatasan ruang berekspresi dan berkeyakinan bagi kelompok marginal, memperlihatkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia dan hak asasi perempuan terjadi secara sistemik dan terstruktur melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bagi perempuan, berbagai kasus intoleransi di Indonesia dampaknya lebih berat dirasakan dengan beban berlapis dibandingkan laki-laki. Peran gender yang dilekatkan kepada perempuan, mengakibatkan persoalan intoleransi telah memperkuat pelabelan dan stigmatisasi hingga pengkriminalisasian terhadap perempuan. Kasus Jemaah Ahmadiyah misalnya, tuduhan aliran sesat telah berdampak pada kehidupan perempuan, dimana perempuan mengalami stigmatisasi, dan dikucilkan dari sosial.

Karena itu, Indonesia butuh Kepala Negara yang menjamin rasa aman dengan memastikan tidak ada kebijakan diskriminatif dan mengatasnamakan agama terhadap kelompok-kelompok minoritas termasuk perempuan. Tidak ada Pelarangan beribadah, penutupan rumah ibadah dan tuduhan aliran sesat termasuk rasa aman untuk menjalankan keyakinan. Tidak ada pembatasan bagi kelompok minoritas untuk berekspresi dan berpendapat. Maraknya kasus tersebut, telah memicu kekerasan dan pelanggaran Hak Azasi Manusia kepada kelompok minoritas di Jawa Barat, Aceh, Jakarta, Makassar, NTT, dan wilayah lainnya. Kewajiban  negara untuk melindungi dan menghormati keyakinan setiap warga negaranya termasuk memastikan keputusan hukum harus ditegakkan tanpa berkelit dengan logika mayoritas – minoritas yang meningkatkan penyebab kekerasan kepada kelompok perempuan dan anak.

Indonesia butuh pemimpin yang bertindak,  memastikan segala bentuk teror, intimidasi, dan bahkan upaya pengusiran paksa, atau pembantaian, kelompok masyarakat dengan kepercayaan atau agama yang dianggap minoritas segera dihentikan dan para pelakunya menjalani proses hukum yang transparan dan tegas. Indonesia membutuhkan pemimpin yang bertindak,  memastikan bahwa negara tidak berhak untuk mendiskriminasi dalam berbagai bentuknya, termasuk bagi pemeluk kepercayaan lokal suatu daerah, dan tidak memaksa untuk mengaku sebagai pemeluk salah satu agama yang secara salah kaprah dianggap sebagai “agama yang diakui negara”.

Namun, fakta meningkatnya kasus intoleransi di hampir seluruh wilayah Indonesia, telah membuktikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih sebatas berwacana, menyampaikan pernyataan-pernyataan normatif tanpa tindakan berarti yang konkret untuk memastikan tegaknya UUD 1945 dalam konteks kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah. SBY telah GAGAL melindungi, menghormati dan Memenuhi hak masyarakat, laki-laki dan perempuan, dalam berkeyakinan, berekspresi, beribadat dan berpendapat.

Oleh karena itu, dalam merespon pemberian penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh The Appeal of Conscience Foundation (ACF), lembaga yang berpusat di New York, Amerika Serikat (AS) pada Mei 2013, karena dianggap berhasil menciptakan perdamaian, toleransi di Indonesia adalah kesalahan besar, terlebih dengan tidak terselesaikannya kasus-kasus intoleransi yang ada di Indonesia. Sekitar 200 massa aksi dari berbagai jaringan masyarakat sipil dan masyarakat dari Aceh, Yogyakarta, Makassar, Kupang dan jaringan masyarakat sipil Nasional (Solidaritas Perempuan, KontraS, Ardhanary Institute, HRWG dan lainnya) melakukan aksi damai dan pengumpulan tanda tangan petisi penolakan pemberian penghargaan kepada SBY di Bundaran Hotel Indonesia (HI), untuk menyampaikan persoalan intoleransi di berbagai daerah dan menuntut negara segera melakukan tindak tegas untuk penyelesaian kasus intoleransi di seluruh Indonesia, dan mencabut kebijakan yang diskriminatif dan mengatasnamakan agama, diantaranya SKB 2 Menteri Tentang Pendirian Rumah Ibadah, dan SKB 3 Menteri tentang Jemaah Ahmadiyah.

Pada aksi damai ini,  Solidaritas Perempuan mendesak :

  1. Pembatalan pemberian penghargaan kepada SBY oleh The Appeal of Conscience Foundation (ACF), karena SBY tidak pantas menerima penghargaan tersebut dengan semakin meningkatnya kasus-kasus intoleransi di Indonesia,
  2. Tindakan nyata yang cepat dan tegas kasus-kasus intoleransi yang telah melanggar Konstitusi Negara UUD 1945 dan Pancasila dalam soal kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah, berekspresi, berpendapat.
  3. Membatalkan dan menghentikan produksi kebijakan-kebijakan diskriminatif dan mengatasnamakan agama, dan mencabut kebijakan SKB 2 Menteri Tentang Pendirian Rumah Ibadah dan SKB 3 Menteri Tentang Jemaah Ahmadiyah.
  4. Perlindungan terhadap perempuan dan Kelompok rentan lainnya untuk seluruh tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama dan kebijakan diskriminatif.

Jakarta 26 Mei 2013
Solidaritas Perempuan

Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan

Kontak Person
Donna Swita (Hp : 081317710690, email : donna@solidaritasperempuan.org )

Translate »