Makassar, 27 Mei 2016. Bertempat di Hotel Jolin Makassar. Solidaritas Perempuan Anging Mammiri melakukan Launching Hasil Data Pemantauan Hak Atas Air. Air adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang semestinya bisa dirasakan dan dinikmati oleh setiap warga negara terutama bagi perempuan karena air sangat dekat dengan perempuan. Sistem sosial yang patriarki, perempuan memperoleh peran dan tanggung jawab produktif dan reproduktif dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam kesehariannya perempuan sangat dekat dengan air yang digunakan untuk kesehatan reproduksinya dan kegiatan dalam rumah tangga, seperti memasak, mencuci, mengurus anak. Perempuan lah yang paling sering bersinggungan dengan air. Sehingga, jika terjadi krisis air maka beban kerja perempuan akan bertambah, meningkatkan situasi kekerasan terhadap perempuan, bahkan terancamnya jiwa dan kesehatan reproduksi perempuan akibat kualitas yang buruk atau tercemar.
Hak atas air bagi masyarakat khususnya perempuan di kota Makassar belum terpenuhi. Berdasarkan pemantauan hak atas air di kota Makassar, yang dilakukan SP Anging Mammiri dengan melibatkan 870 perempuan di 5 (lima) kelurahan yakni Cambaya, Camba Berua, Tallo, Buloa dan Bangkala, dalam proses pemantauan menggunakan metode diskusi kampung dan pengisian kuesioner, hasil kuesioner langsung dikirimkan ke web system dan dikirimkan melalui pesan singkat kepada server, serta diintegrasikan dengan sistem website yang telah dibangun Solidaritas Perempuan bersama dengan ELVA. Sistem ini juga mendorong masyarakat untuk dapat melaporkan secara langsung terhadap persoalan hak atas air yang dialaminya.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan, ditemukan beberapa permasalahan terkait hak atas air. Mulai dari ketersediaan air, kualitas air, biaya yang dikeluarkan, serta pelayanan perusahaan air dalam pemenuhan hak atas air masyarakat di 5 Kelurahan, 3 Kecamatan di Kota Makassar.
Sulitnya mengakses air bersih sehingga menyebabkan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga terutama ibu rumah tangga, seperti yang dialami perempuan di kelurahan Tallo “Selama + 4 bulan air tidak mengalir jadi saya dan masyarakat Kel. Tallo harus membeli air di pedagang air untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari saya dengan harga Rp. 5.000/Gerobak dengan isi 12 Jergen/gerobak dan kebutuhan air keluarga saya setiap harinya mencapai 3 -5 gerobak/hari”. Selain itu, terkait dengan pelayanan “Saya sudah mengadu ke PDAM tetapi tidak ditanggapi”, ujar perempuan dari kelurahan Buloa. Perempuan juga rentan mengalami gangguan kesehatan reproduksi ” saya capek, karena harus menggerobak air, mengangkat air dari gerobak, karena sering mengangkat air rahim saya jadi sakit”, ujar ibu di kelurahan Tallo.
Hasil dari pemantauan bahwa 81 % perempuan menilai biaya untuk air mahal, karena mengeluarkan biaya Rp. 300.000 sampai Rp. 600.000 setiap bulan.
“Sayangnya RPJMD kota Makassar tahun 2014 – 2019 tidak memproritaskan sarana/fasilitas air bersih di 3 (tiga) kecamatan Tallo, Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Manggala dan tidak adanya kebijakan terkait pengelolaan sumber daya air. Ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Makassar belum memprioritaskan pemenuhan hak masyarakatnya khususnya perempuan dalam menjamin pemenuhan hak atas air. Pemerintah kota juga mengabaikan UUD 1945 pasal 33 dimana Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”, ujar Nur Asiah (Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Anging Mammiri).
Untuk itu, pemerintah kota Makassar harus memastikan: Mengeluarkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di kota Makassar yang partisipatif.
Memastikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak perempuan atas Air, dengan memastikan kualitas, kuantitas air serta memastikan ketersediaan air setiap saat dengan jumlah yang memadai. Termasuk peningkatan pelayanan bagi perusahaan yang mengelola air minum (PDAM) bagi warga kota Makassar.
CP: Nurjannah (0852 9969 1976)
Aisyah (0852 5521 6656)