Siaran Pers : Tinjauan Safeguard Bank Dunia “BANK DUNIA HARUS UTAMAKAN PERLINDUNGAN BAGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA”

SIARAN PERS
Solidaritas Perempuan dan AKSI – Action for Gender, Social and Ecological Justice bersama Solidaritas Masyarakat Indonesia untuk Review Safeguard Policy Bank Dunia
Sudah saatnya Bank Dunia mengutamakan kepentingan masyarakat Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, lingkungan dan sumberdaya alam atau sumber-sumber kehidupan masyarakat, dan bukan kepentingan proyek pemerintah dan sektor swasta.  Saat ini Bank Dunia terlibat secara massif dalam pembiayaan proyek-proyek iklim.  Bersama mitra donor lainnya Bank Dunia juga sedang  mengembangkan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan  (Forest Carbon Partnership Facility/FCPF) dengan modal awal sebesar US$300 juta dolar.  Sebelumnya Indonesia mendapatkan hibah sebesar USD 3,6 juta untuk membiayai studi dan tahap persiapan REDD di Indonesia sejak 2007.

September 2012 pemerintah Indonesia telah mengajukan proposal Forest Investment Program (FIP) kepada World Bank, ADB dan International Finance Corporation (IFC) senilai USD 70 juta, terdiri hibah USD 37,5 juta dan pinjaman USD 32,5 juta. Dana tersebut akan digunakan untuk biaya pelaksaanan tahap awal proyek REDD+ (Reduction of Emission from Deforestation and Degradation) di Indonesia, yang memasuki tahap implementasi pada 2013. Proyek REDD+ sendiri saat ini malah berjalan dengan mengikuti mekanisme pasar, terutama mekanisme perdagangan karbon, dan kurang memperhatikan kepentingan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya kehutanan.
Selain makin intensif membiayai proyek perubahan iklim  — sebagai bagian dari solusi masalah perubahan iklim berbasis pasar — Bank Dunia juga terus membiayai pengembangan infrastruktur dan pengembangan fasilitasi integrasi ekonomi regional secara besar-besaran. Disamping memberikan dukungan pembiayaan yang makin meningkat kepada sektor swasta yang mengambil alih kegiatan sektor publik.

Ada sejumlah alasan yang mendasari pentingnya perlindungan ketat terhadap utang maupun hibah Bank Dunia untuk pelaksanaan REDD+ di Indonesia:

  1. Bank Dunia dan juga ADB yang sudah terlibat sejak tahap persiapan REDD, ternyata tidak konsisten menerapkan standard perlindungan terhadap kepentingan masyarakat. Terutama menyangkut gender justice, partisipasi public dan penerapan prinsip Free Prior Informed Concent (FPIC).
  2. Ada upaya dari banyak pihak untuk menerapkan standar perlindungan yang lebih longgar dalam pelaksanaan proyek yang didanai Bank Dunia pada sektor kehutanan.
  3. Hingga saat ini tata kelola pada sektor kehutanan masih diwarnai oleh berbagai kesemrawutan, tumpang-tindih, ketidakharmonisan bahkan sangat rentan terhadap praktek korupsi, manipulasi dan pencucian uang. Oleh karena itu masuknya utang maupuh hibah ke sektor kehutanan justru sangat potensil memunculkan praktek korupsi baru. Bank Dunia sendiri dalam berbagai laporannya menyebutkan bahwa sekitar 15% hingga 30% dana-dana pembangunan di Indonesia yang bersumber dari Bank Dunia habis dikorupsi.
  4. Pengalaman selama bertahun-tahun menunjukkan banyak proyek di Indonesia yang didanai Bank Dunia dilakukan dengan cara-cara yang merugikan kepentingan masyarakat, bahkan melanggar hak azasi manusia. Banyak masyarakat di wilayah operasi Bank Dunia mengalami kekerasan dan kehilangan tanah dan wilayah kelola, bahkan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan tidak mendapatkan informasi yang layak, khususnya bagi perempuan Indonesia yang tidak dilihat sebagai pemangku kepentingan utama.
  5. Proses pembahasan REDD+ maupun pengajuan utang baru untuk pembiayaannya tidak didiskusikan dan dikonsultasikan dengan publik bahkan kalangan DPR-RI tidak mengetahui dan belum melakukan pembahasan khusus mengenai hal ini. Artinya proses ini berjalan tidak transparan dan tidak terkawal dengan baik.

Melihat pengalaman pada masa lalu maupun potensi permasalahan permasalahan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan didalam proyek-proyek yang sedang berjalan, maka proses Review Safeguard Policies yang sedang dilakukan Bank Dunia saat ini perlu diarahkan pada peningakatan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat.  Oleh karena itu, didalam Rapat Tahunan Bank Dunia/IMF yang berlangsung 9-13 Oktober di Tokyo, Jepang, Presiden Bank Dunia harus memberikan komitmen dan pernyataan untuk tidak melemahkan melainkan akan menguatkan perlindungan sosial dan lingkungan.

Sebagai bahan masukan, kami sertakan dokumen yang berisi pandangan Solidaritas Masyarakat Indonesia terhadap Review Safeguard Bank Dunia (lihat dokumen lampiran). Dokumen tersebut juga kami sudah kirimkan ke Kantor Pusat maupun perwakilan Bank Dunia di Jakarta.

Kontak:
Aliza Yuliana (Solidaritas Perempuan), aliza@solidaritasperempuan.org
Rio Ismail (AKSI – Action for Gender Social and Ecological Justice), Telp. +6281384739030, email: rio.ismail@gmail.com

Akan berada di Tokyo 8-13 Oktober 2012:
Titi Soentoro (AKSI – Action for Gender Social and Ecological Justice)  – di: titi.soentoro@gmail.com

Translate »