Air adalah sumber daya alam yang terbatas dan barang publik yang fundamental bagi kehidupan dan kesehatan. HAM atas air merupakan jaminan untuk menjalani hidup sebagai manusia yang bermartabat. Hak atas air memberikan kekuasaan bagi setiap orang untuk mendapatkan air yang cukup/memadai, aman, dapat diakses secara fisik dan terjangkau untuk keperluan pribadi dan rumah tangga. (1)
Ketentuan mengenai jaminan hak atas air bagi seluruh rakyat Indonesia ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Perempuan dan alam adalah dua entitas yang memiliki keterhubungan holistik. Pengalaman empiris perempuan dalam pengelolaan sumberdaya air tidak semata memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan kesehatan reproduksi. Pengalaman empiris perempuan dalam pengelolaan sumber daya air dilakukan sebagai aksi dalam melestarikan lingkungan melalui pertanian tradisional, sumber pangan, kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan. Relasi holistik perempuan dan air juga dibutuhkan sebagai media budaya bagi masyarakat dan perempuan adat.
Namun, penghancuran lingkungan yang mengakibatkan pencemaran air, udara, tanah, sangat mempengaruhi kehidupan perempuan. Kompleksitas persoalan krisis air yang terjadi tidak terlepas dari skema kebijakan negara yang berorientasi pada investasi dibandingkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak warga negaranya atas air. Air dan sumber mata air hanya dilihat sebagai komoditas yang diprivatisasi pelayanannya, dimonopoli, ataupun dibiarkan rusak dan/atau tercemar akibat aktivitas industri, tambang atas nama investasi dan pembangunan. Hal ini turut diperparah oleh krisis iklim yang menghancurkan sumber mata air secara masif.
Sikap Politik Solidaritas Perempuan Selengkapnya:
Sikap Politik Solidaritas Perempuan Perempuan Menuntut Tanggung Jawab Negara Atas Hilangnya Kedaulatan Perempuan Atas Air