SOMASI TERBUKA

Kepada Yth.:
Jenderal (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia
Gedung BPPT 1 Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 8, Jakarta Pusat

Dengan hormat,

Somasi untuk LuhutPerkenalkan kami -Warga Negara Indonesia, mahasiswa, nelayan tradisonal, perempuan nelayan dan masyarakat yang peduli pada kelestarian lingkungan dan nasib nelayan- bersama ini menyampaikan Somasi Terbuka kepada Saudara selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia yang telah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang pada intinya memutuskan untuk melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Somasi Terbuka ini kami lakukan karena tidak adanya itikad baik dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan sebagai aparat pemerintah dalam menjalankan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta) Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT;

Melalui Somasi Terbuka ini kami menyampaikan beberapa hal:

1. Pada tanggal 31 Mei 2016 PTUN Jakarta telah memutuskan menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra dengan pertimbangan:

    • Surat Keputusan Izin Reklamasi Pulau G telah terbukti  melanggar pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Izin reklamasi Pulau G melanggar prosedur formal dalam penerbitan izin lingkungan yang tidak melibatkan masyarakat  terdampak, pemerhati lingkungan, tidak adanya penetapan wakil masyarakat dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal);
    • Surat Keputusan Izin Reklamasi Pulau G tidak sah sebab diterbitkan tidak mencantumkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014;
    • Surat keputusan tidak sah sebab tidak didasari adanya Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K);
    • Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta telah melanggar asas kecermatan, asas ketelitian, dan asas kepastian hukum yang merupakan bagian dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) sebab tidak memperhatikan peraturan perundang-undangan yang seharusnya dijadikan rujukan dalam penerbitan objek sengketa;

2. Dalam putusan tersebut PTUN Jakarta juga mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara (Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra) dengan diktum sebagai berikut:

“Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra selama selama proses pemeriksaan persidangan berlangsung dan sampai perkara ini berkekuatan hukum tetap atau ada penetapan lainnya yang mencabutnya”

3. Pada Selasa 13 September 2016 Saudara bersama Gubernur DKI Jakarta dan aparat pemerintah lainnya mengadakan konferensi pers di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 18, Jakarta Pusat, sekira pukul 19.00 WIB yang dalam konferensi pers tersebut menyatakan:

“Kami telah sampai kepada kesimpulan sementara bahwa tidak ada alasan bagi kami untuk tidak melanjutkan reklamasi di Pantai Utara Jakarta, dst…”

Atas hal-hal tersebut di atas kami berpendapat sebagai berikut:

1. Putusan PTUN Jakarta Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT tanggal 31 Mei 2016 harus dipatuhi oleh setiap orang di wilayah negara Republik Indonesia;

2. Bahwa adapun penundaan Pelaksanaan Reklamasi Pulau G sebagaimana tersebut di atas didasarkan atas pertimbangan bahwa :

    1. Jika reklamasi dilanjutkan  akan menimbulkan pencemaran terhadap perairan laut;
    2. Jika reklamasi dilanjutkan maka akan merugikan nelayan tradisional di Teluk Jakarta;
    3. Jika reklamasi dilanjutkan terdapat potensi kerusakan lingkungan;
    4. Reklamasi tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan;

3. Bahwa yang dimaksud dengan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara -sesuai dengan namanya- adalah tindakan Pengadilan yang menunda pelaksanaan KTUN dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang matang dan dituangkan dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

4. Bahwa sebagai akibat dari penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara sebagaimana diputuskan oleh PTUN Jakarta tersebut, pelaksanaan reklamasi Pulau G berhenti. Hal ini juga diketahui dan dipahami oleh Gubernur DKI Jakarta maupun PT. Muara Wisesa Samudera yang tidak melakukan aktivitas di Pulau G;

5. Bahwa atas Putusan PTUN Jakarta tersebut tidak ada alasan bagi Saudara untuk melanjutkan Proyek Reklamasi Pulau G sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap;

Kami menilai tindakan Saudara memutuskan melanjutkan reklamasi Pulau G adalah tindakan penghinaan terhadap prinsip-prinsip negara hukum dan tindakan Contemt of Court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan dalam bentuk ketidakpatuhan terhadap  apa yang telah diputuskan oleh pengadilan. Hal ini didasarkan pada:

  1. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dalam sturuktur pemerintahan Indonesia dikenal lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan lembaga yudikatif yang berfungsi menegakkan hukum dan keadilan atas setiap tindakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara yang melanggar hak orang lain. Berdasarkan doktrin hukum yang ada putusan pengadilan merupakan hukum yang berlaku untuk setiap orang tanpa kecuali. Sehingga sudah seharusnya untuk dipatuhi;
  2. Tindakan Saudara melanjutkan reklamasi merupakan tindakan yang mempertontonkan arogansi kekuasaan ketimbang kebijaksanaan aparat pemerintah dalam mengelola negara.  Sebagai seorang aparat pemerintah yang memegang Jabatan Menteri Koordinator  hal ini merupakan preseden yang sangat buruk dalam menjalankan amanat pemerintahan yang diberikan oleh Presiden selaku atasan Saudara yang notabene dipilih secara demokratis oleh masyarakat Indonesia;
  3. Tindakan saudara melanggar pasal 7 huruf  K Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sehingga tindakan saudara  melanggar asas kepastian hukum serta asas kecermatan  demikian juga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang;

Atas hal-hal tersebut diatas, kami menuntut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia dalam jangka waktu 3 X 24 jam sejak surat peringatan ini dibacakan wajib untuk menghormati hukum dan mencabut pernyataan melaksanakan Reklamasi Pantai Utara Jakarta termasuk Reklamasi Pulau G sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Jika Saudara tidak mematuhi Somasi Terbuka ini, kami akan:

  1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan sanksi teguran kepada Saudara;
  2. Mendatangi Ketua Mahkamah Agung untuk turut campur memaksa Saudara untuk menghormati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara; 

Berikut kami lampirkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor  193/G/LH/2015/PTUN-JKT agar Saudara baca dan pahami dengan seksama.

Jakarta, 16 September 2016

Hormat kami,

 

 

 

 

 

 

Tembusan :

  1. Presiden Republik Indonesia;
  2. Ketua Mahkamah Agung;
Translate »