Pertemuan Asia-Europe People’s Forum (AEPF) masyarakat sipil Asia-Eropa yang diadakan di Laos-Vientiene 16-19 Oktober 2012 lalu, adalah pertemuan masyarakat sipil Asia-Eropa untuk merespon pertemuan ASEM (Asia-Europe Economic Meeting) yang akan diadakan juga di Laos-Vientiene bulan November 2012. Diskusi tematik yang dilaksanakan di AEPF adalah isu-isu yang akan diangkat pembahasannya dalam pertemuan ASEM mendatang seperti, Perlindungan Sosial dan Akses Pelayanan, Kedaulatan Pangan dan Pengelolaan Sumberdaya alam yang berkelanjutan, produksi energi yang berkelanjutan, Kerja adil (Just work) dan Penghidupan yang berkelanjutan.
Diawali dengan plenary dari 4 isu (Access to Essential Services, Sustainable Energy Production, Food Sovereignty, Sustainable Livelihoods) yang menjadi perhatian penting tersebut dimulai dari pagi sampai siang yang dilakukan secara bersamaan. Dalam plenary Food Sovereignty, dengan pembicara dari Laos, Indonesia (Henry Saragih-SPI), dan Eropa (Briggete Reisenberger-FIAN Austria). Pada intinya, perjanjian perdagangan bebas yang masih tidak adil terhadap negara-negara ASEAN, masih dilihat sebagai isu yang terus berkembang . Seperti yang disampaikan oleh Henry Saragih bahwa keberadaan pasar internasional bagi Indonesia sama saja dengan menghilangkan kedaulatan pangan Indonesia. Beberapa produk pangan yang ada di Indonesia yang dapat diproduksi didalam negeri harus diimpor dan masuk dengan bea masuk 0% dan kembali ke Indonesia setalah diolah dengan harga beli yang mahal.
Dalam beberapa tematik diskusi yang menggiring pada isu besar di AEPF seperti, Isu Land Grabbing, Green Economy, Climate change and Food, dan diskusi perdebatan konsep terkait food sovereignty and food security terkait isu Food Sovereignty and Sustainable Land and Natural Resource Management. beberapa isu dikerucutkan pada berbagai persoalan yang terjadi akibat adanya perjanjian perdangangan internasional juga peran lembaga keuangan internasional (ADB, World Bank, dan sebagainya) dengan investasi dibidang pertanian terutama dalam pembebasan lahan yang terjadi diberbagai negara seperti Indonesia, Thailand dan Kamboja juga berbagai pengalaman dari Bangladesh begitupun yang dialami oleh negara eropa lain seperti Romania dan Bulgaria.
Beberapa hal yang menjadi perdebatan yang menarik adalah terkait konsep kedaulatan pangan dan ketahanan pangan. Indonesia sebagai negara yang selama ini telah banyak mengalami berbagai persoalan krisis pangan, krisis harga pangan yang didukung kebijakan pangan, juga banyaknya pangan impor begitu pun dengan banyaknya kebutuhan ekspor bagi negara-negara yang tidak menghasilkan produksi pangan. persoalan pembukaan lahan yang besar-besaran untuk alih fungsi lahan produktif menjadi perkebunan kelapa sawit skala besar. Sebagai negara yang banyak menghasilkan produk pangan namun persoalan diatas masih saja berlangsung ini dikarenakan Indonesia menjadi salah satu anggota WTO (World Trade organization). Impor pangan bukan saja berbentuk pangan olahan atau beras, tapi juga termasuk benih yang dimpor untuk ditanam di Indonesia seperti benih jangung Melihat situasi ini lah masyarakat sipil di Indonesia bersama-sama untuk mendorong konsep kedaulatan pangan.
Perampasan lahan yang diperuntukkan alih fungsi lahan besar-besaran dengan mengatas namakan pembangunan ekonomi juga menjadi isu yang menjadi perhatian penting dalam setiap sessi diskusi tematik. Persamaan yang dialami oleh negara-negara yang juga mengalami perampasan lahan yang berdampak pada perampasan sumber air. Pada sesi ini SP memberikan masukkan pengalaman alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia juga sangat berdampak pada kehidupan perempuan. Perempuan yang berada pada barisan terdepan untuk mempertahankan lahan yang dirampas dan selalu menggunakan intimidasi polisi dan militer dan perempuan mengalami kekerasan baik baik kekerasan fisik ataupun kekerasan psikologis. Kekerasan yang dialami tersebut menimbulkan trauma tersendiri bagi perempuan. Dampak lain yang sangat dirasakan adalah kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal, juga ganti rugi yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang mengalami perampasan lahan.
Persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini, juga mulai dialami oleh beberapa bagian di negara Eropa seperti Romania dan Bulgaria. Situasi petani dan pertanian di negara-negara eropa juga hampir sama dengan situasi di Asia, petani dalam skala kecil tidak diuntungkan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas ini. Petani terutama petani perempuan tidak lagi dapat mengakses tanahnya. Pertanian skala kecil dan berkembang menjadi pertanian skala besar sangat berdampak pada perempuan yang saat ini tidak dapat lagi mengakses tanahnya. Negara eropa sendiri juga ingin memakai konsep kedaulatan pangan, dimana masyarakat dapat secara mandiri untuk mengelola pangan mereka, memakai benih lokal dan tidak menggunakan pestisida.
Bagi Laos, kebutuhan akan impor dan pertumbuhan ekonomi menjadi isu penting, karena mereka adalah negara yang baru berbenah untuk perkembangan perekonomian negara. Sehingga mereka masih memakai konsep ketahan pangan untuk pemenuhan pangan. Sebagai negara yang juga mempunyai kekayaan alam, Laos melihat ini sebagai potensi untuk mempromosikan negaranya sebagai negara yang juga pantas untuk diperhitungkan, dengan kondisi alam yang 70% masih dikelilingi hutan, Laos membuka selebar-lebarnya untuk menarik investasi dalam meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Mereka juga membuat regulasi terkait dengan pembangunan dan karena saat ini mereka sangat membutuhkan keterlibatan sektor swasta dan kelembagaan keuangan untuk dapat membantu wilayah-wilayah yang masih sulit untuk diakses.
Konsep kedaulatan pangan sebagai konsep yang memandirikan petani menjadi isu yang penting untuk negara-negara yang telah mengalami berbagai persoalan pangan dan belum menjadi isu konsep yang dipakai di beberapa negara seperti Kamboja dan Laos. SP memberikan masukkan bahwa dalam konsep kedaulatan pangan juga melibatkan kembali perempuan dalam peran-peran pengelolaan pertanian dari proses produksi sampai pada proses penyedian makanan. Ini dikuatkan dengan beberapa kasus di Asia, dengan konsep kedaulatan pangan sama dengan mengembalikan akses dan kontrol perempuan dalam pertanian. Keadilan gender juga menjadi isu yang mulai dibahas dalam forum ini. Isu yang juga menjadi perhatian penting melihat mekanisme pasar yang terjadi saat ini adanya keterlibatan lembaga keuangan internasional seperti world bank dan ADB dalam sektor pangan dan harga pangan.