Tagih Janji Pemerintahan Baru : Perlindungan Perempuan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya Sekarang Juga !!

Pernyataan Sikap Solidaritas Perempuan
Memperingati Hari Buruh Migran Internasional 2014

Melindungi hak dan keselamatan warga Negara Indonesia di luar negeri khususnya pekerja migran adalah visi misi Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla pada kampanye Pemilu 2014. Visi misi tersebut sudah seharusnya menjadi semangat dalam memastikan perlindungan hak-hak buruh migran di Indonesia. Sayangnya, hingga saat ini belum terlihat langkah konkret untuk merealisasikan janji-janji tersebut.

Peringatan Hari Migran Internasional Sedunia tahun 2014 adalah kesempatan bagi buruh migran perempuan dan keluarganya untuk kembali menyuarakan dan mempertegas komitmen Presiden Joko Widodo atas perlindungan hak buruh migran, khususnya buruh migran perempuan dan keluarganya. Desakan tersebut tidak terlepas atas situasi Buruh Migran Indonesia terutama Buruh Migran Perempuan Pekerja Rumah Tangga yang masih mengalami kekerasan dan pelanggaran hak.

Sepanjang tahun 2011 Kementerian Luar Negeri mencatat adanya 38.880 kasus. Sementara, pada 2013 pengaduan yang diterima oleh BNP2TKI mencapai 4.432 pengaduan. Kasus-kasus yang diterima terdiri dari berbagai jenis kasus, seperti gaji tidak dibayar, kekerasan oleh majikan, meninggal dunia, trafficking, bahkan ancaman hukuman mati bagi Buruh Migran Indonesia. Kementerian Luar Negeri mencatat, sepanjang 2011-2014 terdapat lebih dari 400 kasus ancaman Hukuman mati yang dialami oleh Buruh Migran di berbagai Negara tujuan.  Sebanyak 46 Buruh Migran telah berhasil dibebaskan dari ancaman hukuman mati, namun demikian pada tahun yang sama juga muncul 47 kasus baru.

Data tersebut menunjukan bahwa upaya yang dilakukan tidak strategis dalam penghapusan atau setidaknya mengurangi secara signifikan kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami oleh Buruh Migran. Persoalan  kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami Buruh Migran telah terjadi secara tersistematis. Ini tidak terlepas dari sistem migrasi di Indonesia yang masih  menempatkan Buruh Migran pada posisi rentan terhadap kekerasan, terutama bagi Buruh Migran Perempuan yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga. Situasi kerja yang tidak layak serta kondisi kerja yang tertutup mengakibatkan PRT Migran rentan mengalami kekerasan berlapis, terkait berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak ketenagakerjaan.

Kerentanan ini akan semakin menguat dengan tidak adanya kebijakan yang secara komprehensif menjamin perlindungan hak buruh migran perempuan dan keluarganya. Walaupun pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Migran 1990, dan melakukan langkah dalam merevisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, namun upaya tersebut belum maksimal dilakukan. Lambannya proses pembahasan dan pengesahan kebijakan tersebut tidak terlepas dari  persoalan paradigma pemerintah yang masih menempatkan buruh migran perempuan sebagai komoditas, bukan sebagai warga negara yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi hak-haknya.

Penegasan visi misi Presiden Terpilih atas “menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa amanpada seluruh warga Negara sebagai prioritas program ke depan, seharusnya dilakukan dengan memastikan kebijakan-kebijakan perlindungan Buruh Migran serta penegakan dan implementasi kebijakan tersebut dengan berorientasi pada hak-hak Buruh Migran dan anggota keluarganya yang tercantum pada UU No.6 Tahun 2012 Tentang Ratifikasi Konvensi Migran PBB 1990 .

Langkah nyata atas janji-janji kampanye dahulu terhadap perlindungan hak buruh migran, hendaknya dilakukan secara sistematis dan tidak parsial. Sayangnya, langkah yang dilakukan pemerintahan baru dinilai masih parsial, salah satunya pengubahan sistem Kartu Tanda Kerja di Luar Negeri (KTKLN) maupun aturan mengenai Struktur Biaya penempatan Buruh Migran. Padahal, perlindungan Buruh Migran seharusnya dilakukan melalui kebijakan nasional dan daerah yang menjamin hak-hak Buruh Migran dan anggota keluarganya pada seluruh aspek.

Presiden Joko Widodo pada visi misinya telah berjanji untuk Revisi UU No. 39 Tahun 2004, Harmonisasi Konvensi Migran PBB 1990, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan Pemberantasan Trafficking. Secara lebih rinci, Presiden terpilih pada masa kampanye telah menjanjikan konsep perlindungan Buruh Migran yaitu Pembatasan dan pengawasan peran swasta, menghapus semua praktik diskriminatif terhadap buruh migra terutama buruh migran perempuan, menyediakan layanan publik bagi Buruh migran yang mudah dan aman sejak rekruitmen, selama di luar negeri, hingga pulang kembali ke Indonesia, serta bantuan hukum secara cuma-cuma bagi buruh migran yang berhadapan dengan masalah hukum.

Momentum Hari Migran Internasional 2014, merupakan langkah untuk menagih janji kembali Presiden Terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla dan secara serius pemerintahan baru mengambil langkah-langkah konkret dalam mewujudkan perlindungan Buruh Migran Indonesia, khususnya Buruh Migran Perempuan. Desakan kepada pemerintahan baru tidak hanya untuk memastikan janji-janji tersebut terealisasi tetapi juga memastikan program yang dijalankan benar-benar sesuai dengan pemenuhan perlindungan dan penghormatan hak-hak Buruh Migan dan anggota keluarganya.

Solidaritas Perempuan mendesak  Pemerintahan Baru Joko Widodo- Jusuf Kalla untuk segera:

  1. Mengambil langkah nyata untuk merealisasikan janji-janji kampanye antara lain melalui Revisi UU No. 39 Tahun 2004, Harmonisasi Konvensi Migran 90, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan Pemberantasan Trafficking dengan mengimplementasikan UU PPTPO.
  2. Mewujudkan sistem perlindungan yang komprehensif bagi buruh migran dan keluarganya di setiap tahapan migrasi, dengan menciptakan sistem terintegrasi antar Kementerian dan Lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah terkait sistem database, informasi, sistem pengawasan, hingga sistem pendampingan dan penanganan kasus Buruh Migran termasuk pengadaan shelter yang manusiawi, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas staff di institusi pemerintahan terkait perlindungan buruh migran, di dalam maupun di luar negeri
  3. Melibatkan masyarakat sipil dan kelompok buruh migran dalam penyusunan kebijakan, perencanaan program, implementasi, dan evaluasi program dan menyediakan anggaran untuk perlindungan hak BM-PRT.
  4. Melakukan tindakan diplomatik Internasional terhadap negara tujuan Buruh Migran untuk memastikan perlindungan hak buruh migran Indonesia di negara tujuan.

Jakarta, 18 Desember 2014

 

Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan
Solidaritas Perempuan Anging Mammiri Makassar
Solidaritas Perempuan Palu
Solidaritas Perempuan Kendari
Solidaritas Perempuan Mataram
Solidaritas Perempuan Sumbawa

Contact Person: Nisaa Yura: nisaa@solidaritasperempuan.org / 081380709637

Translate »